3. Diculik

"Apa isinya ini dek?" Vino terkekeh melihat perut buncit adik perempuannya yang membulat dan kencang saat disentuh.

"Dua piring nasi, telur dadar dua, semangkuk tempe orek, dan tumis kangkung," polos Vaniza sambil mengusap perut buncitnya dengan pergerakan jemarinya yang memutar dipermukaan perutnya.

Keduanya lalu tergelak bersama. Menertawai kerakusan mereka yang ugal-ugalan saat di meja makan beberapa menit yang lalu.

Aku tersenyum sendiri memperhatikan interaksi kedua adikku itu dari meja belajarku sambil mengerjakan tugas Managemen Perpajakan yang diberikan oleh bu Suryani siang tadi.

Celoteh, kelakar, dan suka berantem satu sama lain, itulah yang menjadi hiburan bagiku dipenghujung lelahku seperti malam ini.

"Emak, Vina mau punya adik perempuan," ucapku 15 tahun silam, saat membantu ibuku memandikan Vino yang genap berusia 1 tahun.

Ibuku tersenyum memandangi ayahku, dan aku bahagia karena 1 tahun kemudian setelah permintaanku itu, ibu benar-benar memberikan aku seorang adik perempuan yang diberi nama Vaniza.

Sayangnya, kebahagianku itu tidak berlangsung lama, ibu meninggal sebelum selesai 40 hari masa nifasnya, kehabisan banyak darah.

Rupanya ada tumor ganas dirahim ibuku, kami baru mengetahuinya saat dibawa kerumah sakit besar, karena pada saat hamil hingga melahirkan ibu tidak pernah kerumah sakit ataupun puskesmas, terkendala dana, karena ayahku hanya seorang kuli bangunan parit.

Aku meraung menumpahkan segala lara hatiku, hidup tanpa ibu bagai kiamat bagiku.

Dari situlah kami mulai sering berhutang pada bibi Anggi, kakak kandung ayahku, karena Vaniza harus minum susu formula.

Hingga akhirnya, diusiaku yang ke 16 tahun, ayahku juga menyusul ibuku karena penyakit paru-paru basah yang dideritanya. Kata dokter, penyebabnya karena sering tidur di hutan yang dingin saat berkerja.

Rumah peninggalan ayah, diserahkan pada bibi Anggi untuk melunasi hutang kami padanya yang katanya menggunung. Aku terpaksa mencari rumah kontrakan kecil, dimana kamar tidur, kamar tamu, menjadi satu dengan dapur. Kecuali WC, memang terpisah, tapi jadi satu dengan kamar mandi.

Serasa dunia berhenti berputar saat itu. Tapi aku menguatkan diriku sendiri demi kedua adiku, apapun pekerjaan serabutan tetap kulakoni, yang penting halal. Nasihat ayah tetap selalu kuingat dan kulakukan, rajin beribadah, rajin sekolah, dan rajin berkerja, bila ingin merubah nasib.

...***...

Di parkiran kampus.

"Vina, elu nggak boleh kabur lagi, HiMa (Himpunan Mahasiswa) mau ngadain rapat 'ntar sore, nggak boleh absen-absen lagi ya," peringat Heru, ketua HiMa Fakultas Akuntansi kami.

"Duh, maaf ya kak, aku lagi ada kerjaan, ini lagi buru-buru, sudah ditunggu soalnya," sahutku.

Kemaren sore aku memang sudah berjanji pada salah satu pemilik rumah makan padang untuk mengambil kerja paruh waktu mencuci piring hingga malam hari. Kalau tidak kerja, bagaimana aku bisa bayar hutangku pada bude Romlah batinku, upah membantu mengangkat sayuran ke pasar subuh tadi hanya cukup ongkos angkot ke kampus.

"Emang elu kerjanya apaan sih? Gue anter gimana?" tawarnya, terlihat penasaran.

"J-jangan kak, a-aku bisa sendiri kok," aku menolak cemas.

Bukannya malu karena status pekerjaanku, dan mereka akan tahu kalau aku miskin akut. Tapi lebih pada tidak mau dikasihani, contohnya pak dekan, dia bermasalah dengan isterinya gara-gara mengasihani aku.

"Udah, gue nggak terima penolakan, buruan naik!" paksanya.

"Heru! Rupanya kamu sama cewe gatel ini di sini! Dasar, ayam kampus murahan!"

Plak!

"Akh!" aku mengerang sakit, mengusap pipi kananku yang terasa panas dan perih. Kedatangan kak Riska yang tiba-tiba tidak sempat membuatku menghindar.

"Keterlaluan!" Kulihat kak Heru menarik kasar tangan kak Riska yang digunakan untuk menamparku tadi.

"Kita putus! Gue... nggak sudi punya cewe kasar modelan elu!"

"Oh, ini pasti gara-gara kamu juga suka ayam kampus nakal itu kan?! Iya kan?!" tuduh Riska mengamuk.

Tak ingin berada disana lebih lama lagi, aku gegas melarikan diri, tapi seseorang menarik tanganku dari balik rimbunan pohon bonsai dan membekap mulutku dengan sapu tangan. Aku meronta sesaat, lambat laun pergerakanku melemah saat kurasa di sekelilingku berubah gelap, lalu aku tidak ingat apa-apa lagi.

...***...

"Ngapain disini?! Keluyuran aja kerjaannya!" bentak Bibi Anggi, melihat dua keponakannya meringkuk diteras rumahnya.

"Bibi, k-kami takut sendirian dirumah, k-kak Vina belum pulang," cicit Vaniza. Bocah perempuan itu selalu takut menghadapi bibinya itu, selain tubuhnya yang super besar, suaranya juga menggelegar bagaikan petir.

"Alesan! Paling minta makan kan?! Makanya kalian kerja walau masih kecil, biar dirumah ada makanan!"

"Pergi sana! Jangan ngerepotin bibi! Bibi lelah seharian jualan dipasar!"

"Kami takut Bibi, dirumah gelap, listriknya padam," Vino ikut memelas. Ia dan adiknya benar-benar takut gelap.

"Makanya kerja! Supaya bisa beli voucer listrik! Dasar, mental gratisan! Bisanya numpang aja!"

"Vaniza, Vino, sini... kerumah bude saja," panggil Romlah lembut, berdiri dibelakang pagar tembok rumahnya.

"Sana pergi! Datang'in tuh orang yang mau nampung kalian yang tidak berguna itu!"

Romlah yang bertetangga dengan Anggi hanya bisa prihatin melihat tetangganya itu yang seakan tidak punya hati pada keponakannya sendiri.

"Cah ayu, cah bagus ayo dimakan dulu, kalian pasti lapar," Romlah membuka tudung saji di meja makan, dibalas gelengan kepala kedua bocah itu secara bersamaan.

"Kenapa? Tak perlu sungkan, anggap rumah sendiri ya, bude seneng kalau kalian mau memakan masakan bude," Romlah membujuk dengan lembut.

"Vaniza sama kak Vino sudah makan bude," cicit bocah perempuan itu pelan, hampir tidak terdengar.

"Memang cah ayu makan apa tadi dirumah?" Romlah tersenyum lembut, bertanya hati-hati, ia yakin kedua bocah itu berbohong karena malu.

"Makan bubur nasi sama orek tempe bude," jawabnya dengan suara masih mencicit.

Romlah tersenyum lembut, pasti tempe yang sore kemaren diambil dari warungnya, fikirnya.

"Kok bubur nasi, 'kan kenyangnya nggak lama itu..." Romlah bertanya heran.

"Semalam kami sudah makan nasi yang banyak bude. Supaya cukup untuk seharian ini sampai malem, kak Vina jadikan beras yang sisa 2 cup itu bubur nasi aja bude," polos Vaniza dengan suaranya yang sudah tidak mencicit lagi.

Tanpa terasa, bulir bening disudut mata Romlah bergulir mendengarnya, ia mengusap lembut kepala Vaniza, juga Vino yang sangat pendiam itu.

...***...

"Ughhh! Kepalaku pusing... ughh... ughh..."

Bimo menatap ke atas ranjang tidurnya, mengawasi tubuh seorang gadis yang tengah menggeliat-geliat dibawah selimut tebal miliknya.

Sudah tidak ada pergerakan lagi, sepi, sunyi, senyap, dikamar itu.

Pria itu mengalihkan pandangannya, kembali merunduk, memperhatikan benda jadul di atas meja kacanya.

"Menjijikan," Bimo bergidik ngeri.

"Bisa-bisanya dia betah menggunakan barang rongsokan ini," ponsel senter jadul berwarna hitam, yang diikat 2 karet gelang sayur berwarna merah dan hijau ia angkat dengan dua jarinya.

Praaak!

"Ups, jatuh..." Bimo meringis kaget, tidak sengaja menjatuhkan ponsel itu ke lantai.

"Malang sekali nasibmu hitam..." memandangi ponsel senter jadul yang berserakan, terpisah-pisah di lantai keramik kamarnya.

Ia berjongkok, memungut kepingan kartu lalu memasukannya ke ponsel yang baru ia beli.

Detik berikutnya, ia mulai mengutak atik ponsel baru ditangannya, memasukan identitas dengan melihat kartu tanda penduduk milik sang gadis yang ia ambil dari tas kuliahnya.

Setelah berhasil mengaktifkannya, Bimo berinisiatif membalas pesan sesorang dengan nama nomor kontak Bude Romlah.

Rasa penasarannya kembali memaksa jarinya merazia kantong-kantong dompet yang ia temukan didalam tas.

Bimo tertegun sekian lamanya setelah menemukan 3 lembar uang kertas pecahan dua ribuan dan 4 keping logam pecahan dua ratus rupiah.

Bersambung...✍️

✍️Kata-kata untuk hari ini : Kebaikan mungkin hal yang merepotkan bagi kita. Tapi, kebaikan yang kita kerjakan di hari ini untuk sesama, akan berbuah manis dikemudian hari. Mungkin sang penerima kebaikan tidak akan mampu membalas, tapi ada Sang Pencipta yang akan melimpahkan segala kebaikan dalam hidup kita, asal ikhlas.

✍️Pesan moral : Tetaplah waspada, jangan sampai keculik 😎

Terpopuler

Comments

💫0m@~ga0eL🔱

💫0m@~ga0eL🔱

knp begini sih novelnya /Sob/

2025-01-07

1

Ikan

Ikan

Oooo bibinya dari pihak ayah... pantes

2024-12-20

1

Tenth_Soldier

Tenth_Soldier

pesan moral di bab ini tetaplah waspada jgn sampai keculik /CoolGuy/

2024-12-20

4

lihat semua
Episodes
1 1. Jadilah Sugar Baby-ku
2 2. Tunggakan
3 3. Diculik
4 4. Aku Sudah Melihat Semuanya.
5 5. Hanya Boleh Menelponku
6 6. Nasihat Murdiono
7 7. Licik.
8 8. Takut Sama Dia
9 9. Ditindas
10 10. Rumah Sakit.
11 11. Diremehkan.
12 12. Gadis Itu Dalam Perlindunganku.
13 13. Berusaha Kabur.
14 14. Aku Membencimu!
15 15. Insiden Kolam Pemandian
16 16. Ke Pesta
17 17. Status Bukanlah Ukuran Sejati.
18 18. Hanya Perduli Kamu
19 19. Jaminan
20 20. Berondong Kaya
21 21. Berondong Kaya si Pembuat Masalah
22 22. Ada Syaratnya
23 23. Belanja Sembako Untuk Yatim Piatu
24 24. Hukuman Untuk Riska
25 25. Kebodohan Yang Memabukan
26 26. Terserah!
27 27. Bergemuruh
28 28. Insiden Anggi
29 29. Sakit
30 30. Izinkan Aku Pulang
31 31. Hanya Ingin Mendapat Bukti
32 32. Pria Matang Penuh Pesona
33 33. Bimo dan Heru
34 34. Jauhi Gadis Itu
35 35. Presidential Suite Viktoria Hotel
36 36. Protes Tentang Dekorasi Kamar
37 37. Mengharapkan Kebaikan
38 38. Penasaran
39 39. Ketiduran
40 40. Daddy!
41 41. Alibi
42 42. Calon Isteri
43 43. Jawabannya Harus Pilihan Yang Pertama
44 44. Rewelnya Bimo
45 45. Pertemuan Pertama
46 46. Menu Makan Malam
47 47. Ada Syaratnya.
48 48. Viktoria Hills
49 49. Rusuhnya Anggi
50 50. Mengungkap
51 51. Tulusnya Marawing
52 52. Tidak Sabar
53 53. Ancaman Marawing
54 Lamaran
55 55. Jatuh Cinta Lagi Di Usia Tua
56 56. Menuai Didikan Sendiri
57 Hari Pernikahan
58 58. Mau Adik Bayi?
59 59. Takut, Tapi Mau
60 60. Berbadan Dua
61 61. Tua
62 62. Adik Bayi Lucu Mau Launching!
63 63. Alvira Dan Alvaro Hardi Dinata
64 64. End
Episodes

Updated 64 Episodes

1
1. Jadilah Sugar Baby-ku
2
2. Tunggakan
3
3. Diculik
4
4. Aku Sudah Melihat Semuanya.
5
5. Hanya Boleh Menelponku
6
6. Nasihat Murdiono
7
7. Licik.
8
8. Takut Sama Dia
9
9. Ditindas
10
10. Rumah Sakit.
11
11. Diremehkan.
12
12. Gadis Itu Dalam Perlindunganku.
13
13. Berusaha Kabur.
14
14. Aku Membencimu!
15
15. Insiden Kolam Pemandian
16
16. Ke Pesta
17
17. Status Bukanlah Ukuran Sejati.
18
18. Hanya Perduli Kamu
19
19. Jaminan
20
20. Berondong Kaya
21
21. Berondong Kaya si Pembuat Masalah
22
22. Ada Syaratnya
23
23. Belanja Sembako Untuk Yatim Piatu
24
24. Hukuman Untuk Riska
25
25. Kebodohan Yang Memabukan
26
26. Terserah!
27
27. Bergemuruh
28
28. Insiden Anggi
29
29. Sakit
30
30. Izinkan Aku Pulang
31
31. Hanya Ingin Mendapat Bukti
32
32. Pria Matang Penuh Pesona
33
33. Bimo dan Heru
34
34. Jauhi Gadis Itu
35
35. Presidential Suite Viktoria Hotel
36
36. Protes Tentang Dekorasi Kamar
37
37. Mengharapkan Kebaikan
38
38. Penasaran
39
39. Ketiduran
40
40. Daddy!
41
41. Alibi
42
42. Calon Isteri
43
43. Jawabannya Harus Pilihan Yang Pertama
44
44. Rewelnya Bimo
45
45. Pertemuan Pertama
46
46. Menu Makan Malam
47
47. Ada Syaratnya.
48
48. Viktoria Hills
49
49. Rusuhnya Anggi
50
50. Mengungkap
51
51. Tulusnya Marawing
52
52. Tidak Sabar
53
53. Ancaman Marawing
54
Lamaran
55
55. Jatuh Cinta Lagi Di Usia Tua
56
56. Menuai Didikan Sendiri
57
Hari Pernikahan
58
58. Mau Adik Bayi?
59
59. Takut, Tapi Mau
60
60. Berbadan Dua
61
61. Tua
62
62. Adik Bayi Lucu Mau Launching!
63
63. Alvira Dan Alvaro Hardi Dinata
64
64. End

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!