Selamat membaca
Sorot mata Wisnu meredup. Bahkan dia bisa merasakan detak jantungnya sendiri, keheningan malam dengan suara detikan jarum jam mendominasi suara sekitar.
Maaf, aku tidak kuat.
Mata Wisnu tertutup dengan badan lunglai jatuh ke lantai dan pecahan gelasnya terjatuh memberi dentingan nyaring di telinganya yang menempel di lantai.
Kesadarannya masih ada saat dia merasakan ada suara kepanikan saat pintu terbuka dan menggoyang tubuhnya.
"Bangun ... kenapa kau berbuat bodoh begini?" Sayup-sayup terdengar suara wanita panik di sampingnya, terasa tangan lembutnya meraih pipinya.
Wisnu tersenyum lemah membuang halusinasinya.
"Pak Wisnu, bangun pak!" Suara laki-laki yang bisa Wisnu bayangkan suara Ihsan.
Aku mau menyerah.
Jawaban dalam hati Wisnu seolah menolak perintah seseorang yang menggoyang tubuhnya agar terbangun. Setelah itu, dia tidak merasakan apa-apa lagi.
*****
Rumah Sakit.
Kepanikan melanda sebuah rumah sakit, mobil ambulan membawa tubuh Wisnu yang sudah tidak sadarkan diri karena kehilangan banyak darah. Paramedis segera menarik stretcher dari dalam mobil ambulan dan mendorong cepat ke dalam ruangan IGD di Rumah Sakit.
Beberapa pengawal yang bekerja untuk Wisnu terlihat ikut panik mondar mandir di depan pintu kaca penutup ruangan itu. Terlihat Ihsan dan Almira duduk lesu di ruang tunggu dengan pikiran berkecambuk.
"Pak Wisnu orang yang baik," ungkap Ihsan membuka suara. Terlihat matanya memerah menahan tangis sedihnya. Dia sangat takut kehilangan bosnya.
Almira masih membisu tidak mau menjawab, dirinya sangat terluka dengan apa yang baru saja dialaminya, kenapa dia harus bersedih juga untuk pria yang jelas-jelas sudah merenggut kesuciannya.
"Bukannya aku memintamu memaafkannya, tapi jangan membencinya karena ini juga bukan sepenuhnya karena keinginannya," tambah Ihsan dengan helaan napas berat. Dia merasa serba salah menjelaskan.
"Aku tidak mau mendengar apapun tentang kebaikannya, dia hanyalah pria yang membuatku jijik bila harus melihatnya," sahut Almira membuang muka.
Ihsan hanya bisa mendesah dalam hati, bagaimana agar bisa menyelamatkan bos sekaligus orang yang dia anggap pria idolanya itu dari jeratan hukum.
Ihsan segera berdiri saat tim dokter keluar dari ruang IGD. Dia berjalan di ikuti Almira dibelakangnya. Beberapa pengawal juga mengerubuti para dokter itu.
"Dokter, pak Wisnu baik-baik saja 'kan?" serobot Ihsan merangsek ke tengah dan berhadapan dengan dokter itu langsung.
"Pasien selamat, keadaannya sudah stabil setelah mendapat penanganan tim medis," terang dokter itu menenangkan.
"Tapi, darahnya tadi banyak sekali, dokter," sela Almira membuat Ihsan menoleh.
"Kalian tidak perlu khawatir ya, tim dokter sudah mengatasi pendarahannya dengan baik." Dokter itu tersenyum memandang Almira. "Saya ingin berbicara dengan wali pasien, bisa ikuti saya?" ucapnya segera di beri anggukan Ihsan dan berjalan mengikuti dokter itu.
Almira memandang Wisnu yang masih tergolek lemah dari kaca luar IGD, antara kasihan dan kemarahan melebur jadi satu. Dengan tubuh menempel dinding dia merosot dengan buliran air mata kembali membasahi pipinya.
Harusnya aku yang mencoba melukai diri, kenapa malah kau yang melakukannya? Bodoh! Aku yang rugi dan terpuruk dan bukan kamu ... kenapa malah seperti aku yang melakukan dosa padamu? Harusnya aku memukul dan mengumpatmu, menjebloskanmu ke penjara. Tapi apa? Kau malah mengejutkanku dengan tingkah nekadmu mengakhiri dosamu dengan meninggalkanku, menerima semua perbuatanmu ini sendirian.
Almira terduduk letih dengan tangisnya, merasa tidak percaya bahwa orang yang menodainya sama-sama merasa terluka juga. Dengan keberanian Almira melangkah masuk ke dalam ruangan IGD saat ada perawat masuk lupa tidak menutup kembali pintunya.
Dengan langkah pelan dia mendekati bangsal tempat Wisnu dirawat. Almira melihat raut wajah pria itu sangat pucat dan keningnya berkeringat.
"Kau pikir aku akan memaafkanmu setelah melihatmu begini?" gumam Almira lirih menatap Wisnu dengan perasaan gundah. Rasa iba dan benci kembali hadir, dengan hembusan napas dia memandang tangan kiri pria itu yang berbalut perban. Tangan kanannya juga dengan jemari di bebat perban.
"Hiduplah, jangan berpikir untuk mati. Kau harus menerima hukumanmu dariku, Pria kurang ajar. Cepat sembuh, Bodoh," lontar Almira dengan nada kesal.
Dengan dada sesak Almira masih menatap raut wajah Wisnu yang sejenak membuatnya bisa merasakan bahwa pria di depannya itu sangat rapuh.
"Mbak, biar pasien istirahat dulu, ya? Nanti kalau sudah sadar kami akan memanggil anda," ucap ramah seorang perawat menghampiri Almira sekaligus mengecek suhu tubuh dan infus di lengan Wisnu.
"Euhm, jangan biarkan dia mati ya, Sus," lontar Almira membalik badan.
"Dia bukan ayam, Mbak. Masa mati nyebutnya," seloroh perawat itu sambil mengulas senyuman.
"Maaf, saya sedang kesal," jawab Almira menoleh ke arah perawat itu dengan canggung.
"Biasanya bila pasangan sedang marahan, yang menyakiti diri wanitanya, ini malah yang laki. Hebat, berarti laki-laki ini begitu halus perasaannya, pasti dia begitu mencintaimu, Mbak," lontar perawat itu sambil berjalan mendekati Almira dan menepuk pundak gadis itu.
"Euhm?!" Almira terhenyak dan mendengus kesal dalam hati.
Dia penjahat, asal kau tahu!
Perawat itu tidak menggubris Almira dan menarik pelan lengan gadis itu agar ikut keluar dari sana bersamanya.
Almira menurut saja, sesekali menoleh ke belakang dan melanjutkan langkahnya menuju pintu, menutup perlahan dan kembali murung di kursi tunggu.
Bodoh! Apa yang ku lakukan di sini? Menunggu dan menghawatirkan pria busuk yang sudah merusakku? Apa aku orang bodoh?
Almira menggelengkan kepalanya pelan, merasa bahwa malam ini sebagai malam terburuk baginya, menerima dua hal yang mengguncang jiwanya secara bersamaan.
"Nona, anda sudah siap?" tanya Ihsan mengejutkannya dari lamunan.
"Siap?" tanyanya balik.
"Saya akan membantu anda untuk melaporkan tindakan pak Wisnu, jadi anda akan menjalani tes visum untuk menguatkan laporan anda nantinya, mari silahkan ikuti saya," ucap Ihsan mengejutkan Almira.
"Anda … anda akan membantu saya?" ucap Almaira terkejut tidak percaya.
"Sebenarnya pak Wisnu orang yang baik, Nona. Hal seperti ini tidak akan mungkin terjadi bila tidak ada sesuatu," ungkap Ihsan kembali memandang Almira.
"Berhenti bicara baik tentangnya. Kau seharusnya memihakku, dia ... dia mengambil hal yang berharga dari hidupku," lontar Almira dengan bibir bergetar. Almira membuang muka merasa sangat malu dan hina.
Ihsan terdiam tidak membantah, merasa serba salah harus memihak siapa. Walau tetap dalam hatinya dia percaya sepenuhnya kepada Wisnu, bos sekaligus pria yang sikapnya selalu dia idolakan tapi apa yang terjadi pada gadis ini sama-sama mengiris hatinya.
"Bisa-bisanya dia mencoba bunuh diri, harusnya aku yang melakukannya," desis Almira melirik Ihsan. "Kenapa malah dia seolah yang menjadi korban."
"Dia hanya sedang melukai dirinya, meledakkan isi perasaannya, sayangnya dengan cara yang salah."
"Aku tidak peduli padanya. Dia tetap orang jahat bagiku," ucap Almira berdiri dan berjalan ke arah Ihsan melambaikan tangannya menunjukkan jalan.
Mereka berdua menyusuri koridor rumah sakit, berjalan dengan saling membisu. Hanya suara sepatu mereka yang terdengar. Waktu masih pagi dan suasana terasa sepi.
"Saya sudah menghubungi dokter untuk memeriksa keadaan Anda, dia dokter spesialis yang menangani kasus-kasus seperti yang Anda alami," terang Ihsan berbicara sopan tanpa memandang Almira.
"Ehm," jawab Almira singkat sambil mengangguk.
"Setelah pemeriksaan selesai dan hasilnya keluar, apa Anda benar-benar akan menuntut pak Wisnu ke pengadikan dan memasukkan dirinya ke penjara, bukan menyelesaikan dengan cara yang lain?" tanya Ihsan dengan nada hati-hati serius, bersikap profesional.
"Apa maksudmu?" tanya Almira menghentikan langkahnya.
"Anda bisa meminta uang kompensasi kepada pak Wisnu berapapun yang Anda minta, kami akan mencoba untuk memenuhinya, asalkan anda tidak menyebarkan berita ini ataupun membawa masalah ini ke ranah hukum?" tawar Ihsan dengan gaya bahasa serius membuat bola mata Almira melebar.
Mereka berdua berdiri saling menghadap di tengah koridor Rumah Sakit, saling memandang dengan jalan pikiran masing-masing.
Bersambung …
Kira-kira Almira mau menerima kompensasi atau tetap pada keinginannya untuk melaporkan Wisnu ke kantor polisi ya??
Ikuti terus kisahnya.
Berikan like, komentarmu dan juga vote seikhlasnya yaa teman-teman ^_^
Salam segalanya dariku ~Syala Yaya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
VANESHA ANDRIANI
nikah aja lah nanti kalo nikah ma org lain di sangka cewe g bener
2021-11-01
0
💖 𝓝𝓪𝓫𝓲𝓲𝓵 𝓐𝓫𝓼𝓱𝓸𝓻
syuka...👍👍👍
2021-05-07
0
Uncu Ce
minta tanggung jawab ajalah,melaporkan sama aja buka aib....
2021-04-29
0