Selamat membaca
Wisnu berdiri mematung di depan jendela kaca Hotel, memandang suasana kota dari lantai atas Hotelnya berada. Kini dirinya sudah memakai kembali celananya. Tanpa kemeja, Wisnu menampakkan tubuhnya yang atletis. Almira berdecak penuh amarah memandangnya.
Jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari, tapi apa yang terjadi malam ini seolah membawa malam panjang tak segera berganti pagi.
Suara dentingan ponsel mengalihkan perhatiannya. Sambil berjalan ke arah dimana ponsel dia letakkan dia menatap Almira yang belum beranjak dari tempatnya. Wisnu sejenak menatap layar ponselnya dan mengangkat panggilan.
"San, ehm! baiklah."
Wisnu segera berjalan melewati ranjang dimana Almira masih terdiam, dia hanya bisa menghembus napasnya frustasi memandang gadis itu sekilas.
Wisnu segera melanjutkan langkahnya ke arah pintu dan membukanya perlahan. Napasnya lega melihat Ihsan sudah datang dan membawa pesanannya. Assisten pribadinya itu sudah berada di depan pintu dengan wajah cemas bertanya-tanya.
Wisnu segera menyeretnya masuk sebelum pria seumuran dengannya itu banyak bicara dan banyak bertanya. Menyeret langkahnya masuk ke dalam kamar hotel dan menutup pintunya rapat.
"Pak Wisnu, Anda ...."
Ihsan memutar kepalanya menghadap Wisnu dan Almira bergantian dengan bingung dan pikiran buruk melanda. Saat dirinya melihat seorang wanita duduk menekuk lututnya di atas kasur dengan memakai kemeja milik bosnya.
"Aku merusaknya secara tidak sadar," aku Wisnu dengan suara lemah. "Aku sudah melakukan kesalahan yang fatal."
Ihsan memandang Wisnu dengan pandangan yang tidak bisa dia ungkapkan. Bosnya, bos super baik dan hati-hati setiap bertindak kenapa bisa terjebak masalah kriminal seperti ini.
Ihsan menyugar rambutnya merasa terkejut dan ikut prihatin. Dia tatap gadis yang menunduk dalam tangisan yang sudah tidak bersuara sambil sesekali melirik ke arah Wisnu yang murung.
"Pakai ini dulu, kita selesaikan dengan kepala dingin." Ihsan menyerahkan paperbag di tangannya kepada Wisnu.
Wisnu meraihnya dengan lesu, segera mengambil kaos untuknya dan berjalan menyerahkan isi sisanya kepada Almira.
"Ganti bajumu, kita bicarakan masalah kita setelah ini," ucap Wisnu mencoba bersikap berani dan berbicara lembut.
"Tidak ada yang bisa dibicarakan!" jawab Almira ketus dengan napasnya yang tak beraturan.
"Nona ... jangan begini," sela Ihsan ikut bicara.
"Akan aku buat kau membusuk di penjara!"
Dengan menyambar kasar paperbag itu Almira menampakkan kemarahan. Dia segera berdiri dengan susah payah dari ranjang. Dia kembali melelehkan air matanya, melirik sinis ke arah dua pria di sampingnya itu dan segera melangkah tertatih pelan ke arah kamar mandi.
Wisnu merosot ke lantai dengan lutut ditekuk, dia benamkan kepalanya dengan lengan melingkar menutupi wajahnya. Ponsel di tangannya terjatuh ke lantai.
"Aku hancur, San. Nasib buruk ini menimpaku dengan kejam," keluhnya dengan suara nampak menahan diri dan bergolak. "Aku tidak bisa memperbaikinya."
"Bar di Hotel kita juga porak poranda, Pak." Ihsan menghela napas. "Banyak polisi datang membantu melerai pertengkaran yang meluber menjadi kerusuhan."
Ihsan ikut terduduk lemas di samping Wisnu. Menepuk pundak Wisnu dan mencoba menguatkan atasannya yang terlihat sedang menampilkan sisi lemahnya.
Hening. Mereka diam tak bersuara.
Wisnu dan Ihsan segera menoleh ke arah pintu kamar mandi yang terbuka. Sosok Almira sudah terlihat keluar dari sana memakai pakaian lengkap. Memandang Wisnu dan Ihsan masih dengan tatapan kesedihan bercampur kemarahan.
"Aku akan mengantarmu pulang," kata Wisnu segera berdiri diikuti Ihsan yang menatap Almira dengan bingung harus bersikap bagaimana. Antara kasihan dan masih percaya kalau bosnya tidak sepenuhnya bersalah dan sengaja. Dia bingung menempatkan dirinya di sisi siapa.
"Aku tidak sudi melihatmu lagi," tolak Almira, "Antarkan aku ke kantor polisi," ucap Almira mengalihkan pandangannya kepada Ihsan.
Ihsan gelagapan, menatap Wisnu dan Almira bergantian. Batinnya merutuk kesal, kenapa bisa berada di antara masalah pelik begini. Ihsan menjadi bingung menghadapinya dan hanya mematung tidak menjawab.
"Tantu saja, kau akan membelanya, kan?" lontar Almira sinis.
"Antarkan kemana saja sesuai kemauan gadis ini, San. Aku siap kalau harus bertanggung jawab pada semua yang telah aku lakukan." Wisnu memandang Almira dengan serius.
Pikirannya melayang jauh, memutar kembali memori ingatannya. Dengan cepat dia raih ponsel yang tergeletak di lantai bawah samping kakinya dan menekan kontak di sana. Hanya butuh beberapa detik panggilan itu diangkat pemilik nomornya.
"Kau dimana Br*ngs*k?!" sambar Wisnu ketus dengan pandangan kemarahan dari sorot matanya.
"Kita bertemu sekarang atau aku akan membunuhmu!" lontar Wisnu dengan suara tegas dan ketus.
Almira memandang Wisnu dengan cengkeraman tangan ke gaun yang dikenakannya, Wisnu terlihat kembali menakutkan baginya.
"San, antar dia pulang." Wisnu memandang Ihsan serius. "Dan selidiki juga laporkan padaku, semua rekaman cctv yang terjadi malam ini. Di Bar dan mana saja dimana ada aku dan gadis ini. Jadikan itu semua bukti untuk menyeretku ke penjara," tegas Wisnu masih menahan dirinya dari kemarahan.
"Dan kau Dirga, kalau sampai kau terbukti memberiku minuman dengan obat terlarang, aku akan membunuhmu sebelum polisi menangkapku!" tegas Wisnu masih menempatkan ponselnya di telinga.
Almira melangkah memandang Wisnu sesaat disusul Ihsan dengan anggukan kepalanya, pamit kepada Wisnu.
Wisnu hanya bisa memandang kepergian mereka berdua dengan sorot mata penuh rasa ketidakadilan. Sebuah rasa yang membuatnya meledak tangis dalam hati saat pintu tertutup rapat dari luar.
Luar biasa ... bahkan aku punya bakat menghancurkan hidup orang. Apa aku mati saja?
Malam ini, tanggal ini, aku selalu mengingatnya sebagai hari kejam. Dimana ini malam peringatan saat orang tuaku menghancurkan keluarga Isna, dihancurkan oleh Aswa Tama. Kini, aku, seorang Wisnu yang lolos oleh maut malah menghancurkan hidup seorang gadis dengan kejam. Malam itu ataupun malam ini sama saja, menyisa kenangan buruk. Aku akan mengakhirinya saja. Aku sudah lelah memendam ini semua. Aku tidak berbeda dengan keluargaku, penghancur kebahagaiaan orang lain.
Pyarrr! Wisnu meraih gelas dan membenturkannya ke lantai.
Pecahan gelas sudah berada di tangannya, dengan air mata meleleh perlahan dan telinga serta wajah memerah menahan kesedihan, Wisnu menatap tetesan darah yang mengalir dari genggaman tangan kanannya.
Siapapun yang menyelamatkan hidupku, sumpahku ... aku akan membayarmu dengan hidupku. Tapi bila aku mati, semoga tidak ada yang bersedih hati.
Slap ... Wisnu menggoreskan pecahan itu di pergelangan tangan kirinya, darah segar mengucur deras ke lantai.
Bersambung ...
(Disarankan membaca kisah Wisnu di IKT Krisna agar tidak bingung dengan luka batin yang dideritanya😍)
Hai semua ikuti terus ya kisah Wisnu. Tap jempolmu untuk memberi semangat Wisnu agar tetap bertahan dengan ketik Like Komen juga Vote seikhlasnya ^_^
Salam segalanya dariku ~Syala Yaya🌷🌷
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
VANESHA ANDRIANI
banyak amat gelasnya thorrr
2021-11-01
0
Nur Hasanah
laki" kok bunuh diri kayak gak ada cara lagi untuk memperbaikinya
2021-01-31
2
💞Adinda Tya💞
wisnuuuuuuuuuuu tiiddaaakkkkkkkkk 😭😭😭😭
2021-01-29
0