Ketulusan Cinta Wisnu
Suasana jalan raya di kota kecil yang kini mulai berkembang menjadi kota besar. Penuh sesak dengan banyaknya kendaraan berjubel saling mengantre berbaris di depan sebuah palang portal. Mereka semua sedang menunggu kereta api lewat dan mengakhiri raungan sinyal dari pos jaga pemantau jalur perlintasan kereta. Sinyal suara menandakan kereta api akan segera lewat.
Jam sudah menunjuk hampir pukul 6 sore, bahkan suara azan magrib sudah berkumandang di seluruh penjuru kota. Wisnu masih terjebak di tengah kemacetan tanpa bisa menghindar. Yang bisa dia lakukan hanya dengan sabar menunggu transportasi sejuta umat itu lewat.
Gelegar suara gerbong kereta terdengar keras disela-sela bunyi klakson saling bersahutan. Getarannya juga terasa mengentak tanah area sekitaran jalur kereta yang dilewatinya.
Wisnu menghela napas, membiarkan semua mobil dan kendaraan di sekitaran mobilnya berjalan duluan agar bisa mengurai kemacetan saat portal kembali terbuka. Beberapa pengemudi memang memilih menunggu giliran menjalankan kendaraannya daripada harus saling berebut tempat. Suasana seperti ini sudah menjadi pemandangan sehari-hari di kota ini.
Hingga Wisnu merasakan ada guncangan pada mobilnya, lebih tepatnya bagian mobil belakangnya terasa ada yang menyenggol dengan keras.
Dengan cepat dia buka kaca jendela mobil dan melongokkan kepalanya ke arah belakang. Segera memberi sorotan mata tajam ke arah gadis berhelm pink yang mengendarai motor matic berwarna coklat susu terkena pantulan dari beberapa sorot lampu yang menyala mengenai badan motor itu.
“Ma-maaf, Mas,” ucap gadis itu gugup dengan beberapa kali menundukkan kepalanya.
"Bagaimana ini?" batin gadis itu panik karena harus mengalami kekacauan itu.
Wisnu mendengkus kesal, dia bukan pria semanis itu yang diam saja menerima sebuah kesalahan.
“Hei, punya mata ditaruh di mana?!” teriak Wisnu kesal, masih menatap tajam ke arah gadis di belakang samping pojok kanan mobilnya itu.
“Tidak sengaja, Mas,” jawabnya lantang menggigit bibir bawahnya panik dan merasa bersalah, gadis itu juga sedikit menampilkan senyuman canggung.
“Dia nggak sengaja, Mas,” seloroh bapak-bapak paruh baya dengan logat khas kota itu membantu membela gadis itu. “Lagian rame juga.”
Wisnu menghela napasnya mendengar ucapan itu, dia tidak mau tahu apapun kondisinya.
Deru mesin dan klakson bersahutan menambah kebisingan, memprotes Mobil Wisnu yang belum bergerak sama sekali ditengah kemacetan. Ini salah satu hal yang sangat Wisnu tidak sukai.
Wisnu segera menatap ke belakang dan menjentikkan jemari agar gadis yang menyerempet mobilnya untuk mengikutinya.
Wisnu mulai menjalankan mobilnya dengan pelan, menyibak keramaian yang mulai bisa ia atasi. Beberapa motor dan mobil menyalip dari sisi samping kanan dan kiri mobilnya.
Wisnu merasa kesulitan mencari tempat untuk memarkir mobilnya yang paling dekat dengan lokasi dan menyelesaikan masalah dengan wanita yang menabrak bagian belakang mobilnya.
Setelah mendapat lokasi yang menurutnya nyaman, dia menepikan mobil. Tampak dari kaca spion gadis itu mengikutinya dari belakang. Wisnu tersenyum sekilas, ternyata gadis itu berani bertanggung jawab dan tidak kabur begitu saja.
Wisnu segera membuka pintu mobil dan keluar dari sana, mengamati keadaan lalu-lalang kendaraan di jalan raya yang sudah mulai sepi. Ia melangkah tegas dengan tatapan tajam ke arah gadis yang tengah memarkirkan motor di belakang mobilnya. Gadis itu segera melepas helm, menggantungnya di spion dan segera turun dari motornya
“Nggak parah lho, Mas,” komentar gadis itu dengan logat jawa kental sambil mengamati bagian mobil yang disrempetnya.
“Tetap saja lecet, kamu tahu berapa harga mobilku?” jawab Wisnu dengan nada dingin.
“Tapi nggak parah, kok. Lecet dan peyot cuma sedikit banget,” sahut gadis itu membela diri, Ia berdiri dan menatap Wisnu setelah beberapa saat berjongkok mengamati dan meraba cat mobil dengan jemari tangannya.
“Kalau kamu jadi aku, kira-kira apa tanggapanmu saat mobilmu ditabrak orang?” tanya Wisnu menyandarkan tubuhnya ke badan mobil.
“Anu, Mas. Euhm … meminta ganti rugi. Cuman, liat yang nabrak juga lah, Mas,” jawab gadis itu terbata.
“Siapa namamu, kita ke bengkel sekarang,” ajak Wisnu sambil menegakkan tubuhnya dan berjalan ke arah bagian kemudi.
“Mas, maaf saya nggak bisa. Saya kerja, Mas,” tolaknya sambil berjalan mendekat sembari berlari kecil.
“Kamu mau mencoba mencari alasan?” decak Wisnu membalik badan.
“Sumpah, Mas. Enggak bohong, udah telat ini malahan.” Gadis itu mendekat dan berdiri dihadapan Wisnu. Terlihat gadis muda itu mengecek jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
“Kerjamu apa?” tanya Wisnu menatap gadis itu dengan cermat.
“Ehm, ngelesin, Mas.” Gadis itu tersenyum tipis.
“Ngeles? Pintar menghindari orang?” tanya Wisnu serius.
“Bukan ... bukan itu maksudnya,” tegas gadis itu mengibaskan tangannya dengan menggeleng kepalanya cepat, “Guru les, Mas,” jelasnya serius.
“Ck! Siapa namamu?” tanya Wisnu memasang wajah dingin kesal, merasa gadis ini cuma mencari alasan untuk menghindari masalah.
“Almira, Mas.”
“Umur?” tanya Wisnu lagi menampilkan wajah seriusnya.
“Huh?” Almira menatap bingung.
"Apa hubungannya antara umurku dengan masalah ini?" gerutu Almira dalam hati merasa kesal sendiri.
Gadis itu terdiam tidak mau menyahut saat mendapat pertanyaan yang jelas tidak ada sangkut pautnya dengan masalah mereka saat ini.
“Umur?!” tanya Wisnu lagi dengan nada ketus.
“40 tahun!” sahut gadis itu tak kalah ketus.
“Pantas wajahmu seperti nenek peyot,” desis Wisnu dingin dan berbalik badan melangkah menuju ke arah pintu mobilnya.
Wisnu merasa sangat kesal mendapat jawaban asal-asalan dari gadis yang jelas dilihat dari sisi manapun pasti usianya belum genap dua puluh lima tahun. Dia memilih pergi meninggalkannya begitu saja. Lagipula dia juga merasa aneh, kenapa harus menanyakan umur yang jelas terlihat sangat memalukan juga baginya.
“Lalu, urusan kita bagaimana?” teriak Almira menatap punggung Wisnu berjalan menjauhinya.
“Kali ini kamu selamat,” jawab Wisnu menoleh, “Tapi ingat! Jangan sampai kita bertemu lagi, atau kamu akan membayar mahal dipertemuan kita selanjutnya,” tambah Wisnu menipiskan bibirnya masih memandang kesal Almira.
“Mem-mbayar mahal?” tanya Almira gugup, ia merasa tidak jelas dengan ucapan pria yang sebenarnya membuatnya cukup terkejut dengan pertemuan lagi secara tidak sengaja ini.
“Iya, kamu akan membayar mahal pertemuan kita selanjutnya. Jadi berhati-hatilah, jangan lagi berurusan denganku setelah ini, atau kamu tidak akan bisa lepas dan akan berurusan denganku selamanya,” ancam Wisnu menatap tajam, ia berusaha menakut-nakuti gadis dihadapannya ini.
Wisnu bisa melihat wajah gadis itu berubah menjadi pias. Wajah pucat Almira terlihat sangat jelas dalam memahami ancamannya.
Almira memandang Wisnu dengan kerjapan mata seakan tidak percaya dengan sikapnya yang mendadak menjadi pria yang kejam.
“Apa dia bukan orang itu? Aku bersyukur kalau benar aku sudah salah orang,” ucap Almira dalam hati.
Perasaan Almira menjadi sangat tidak enak, jantungnya berdebar lebih kencang. Dia berharap pria ini bukan pria dingin dan kaku yang dia temui di masa itu.
“Semoga aku salah orang,” ucapnya lagi menenangkan perasaannya.
Tiba-tiba tetesan air hujan datang membasahi bumi, derasnya air yang turun mampu menyakiti kulit, juga terasa sakit saat mengenai tubuh. Kedua orang itu segera berpisah. Wisnu segera naik ke dalam mobil dan menutup pintunya dengan cepat. Sedangkan Almira segera berlari kecil menuju ke arah motornya dan segera menyalakan mesinnya.
Hujan deras tidak bisa dia lawan, dengan cepat Almira meninggalkan tempat itu dan mencari emperan toko-toko di pinggir jalan untuk berteduh.
Wisnu mengusap wajahnya yang basah dengan telapak tangannya. Memandang dari spion ke arah belakang, terlihat motor gadis itu sudah berjalan melewatinya. Sambil menjalankan mobilnya kembali, Wisnu menyalakan radio dan memilih chanel favoritnya.
Sudah hampir bait akhir lagu telah diputar, dan suara DJ-nya terdengar merdu menyapa para pendengar setia radio itu termasuk dirinya. Wisnu tersenyum sendiri mendengarkan. Inilah salah satu caranya untuk mengusir kesepian.
“Masih bersama Melody FM. Kalian terjebak hujan? Luar biasa ya … terkena tetesan air hujan berdua? Uhui … romantis.” Terdengar suara penyiar radio yang ceria seolah memaksa Wisnu untuk melengkungkan bibirnya, tersenyum merasa konyol.
“Saat hujan, saatnya berdo'a. Banyak do'a terkabul dikala hujan turun. Yang baik-baik ya do'a kalian, para sobat Melody FM. Jangan sampai do'a yang buruk terkabul gara-gara hujan malam ini. Ucapan adalah do'a ya sobat, jadi berhati-hatilah dalam berucap. Okey, satu lagu spesial buat kalian semua … dari Efek Rumah Kaca berjudul Desember, selamat mendengarkan. Stay tune, ya … di Chanel kesayangan kita semua, Melody FM.”
Alunan lagu mengiringi perjalanan Wisnu menuju ke rumahnya. Rumah sepi, sesunyi hatinya.
“Ucapan adalah Do'a? ucapanku tentang membayar mahal pada pertemuan selanjutnya dengan gadis itu, apa juga bisa disebut dengan do'a?" gumamnya mengingat lembali ancamannya kepada gadis yang baru saja dia temui tadi.
Wisnu tersenyum tipis dan segera menggeleng pelan, menghalau pikiran tidak masuk akal baginya.
Karakter tokoh WISNU TAMA (27 tahun)
Karakter tokoh ALMIRA PUTRI (22 tahun)
Bersambung …
Hai semua, ini novel keduaku dengan kisah cinta Wisnu spin off dari Novel Istri Kedua Tuan Krisna. Disarankan membacanya lebih dulu agar tidak bingung dengan beberapa karakter tokoh yang nantinya dimunculkan di novel kedua ini.
Ikuti terus kisah ini ya. Jangan lupa favorite, like/babnya+ komen juga votenya.
Salam segalanya dariku ~Syala Yaya🌹🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Yudhi Nita
Jan2 bener itu orang yg dimaksud Almira. iya, itu Ji Chang Wook, suamikuuu 😍😍😍
2022-01-25
1
wonder mom
suka visual Wisnu.😍😍😍
2021-11-01
0
Mien Mey
ganteng putih tinggi tajir ktmu cwe medok jawa 😄bangblas angine..😂
2021-09-16
0