Kurasakan hembusan angin lembut membelai wajahku. Waktu menunjukkan pukul 8 malam, aku belum menutup jendela kamar. Kupandangi kerlap-kerlip lampu warna-warni yang menghiasi pohon kecil di depan rumah tetangga. Menghirup nafas, kemudian kuhembuskan lagi perlahan.
'Hari ini aku bahagia,' ucapku dalam hati. Tanpa sadar kusunggingkan senyum di bibirku. Aku bersyukur masih punya orang-orang yang peduli dan membantuku melupakan masalahku meski sebentar. Setidaknya ketika hatiku tenang, aku bisa berpikir lebih jernih.
Ting!
Irvan : Hei, bagaimana harimu hari ini?
Alena : Ahh, aku sangat berterima kasih!
Irvan : Apa ada seseorang yang membahagiakanmu?
Alena : Emm ... secara garis besar, aku bahagia masih banyak orang yang peduli padaku. Salah satunya kamu : ))
Irvan : Hmm ... apa ada sesuatu yang telah kulakukan?
Alena : Selalu ada di sisiku begitu saja sudah cukup.
Irvan tidak langsung membalas, sehingga membuatku kembali membuka balasan terakhirnya dan itu cukup membuatku terkejut.
'Eh? Apa yang sudah aku katakan? Aduh! Jangan sampai dia salah paham!' Ingin kutarik pesan itu namun khawatir Irvan sudah membacanya. Kalau tidak ditarik, bagaimana jika dia salah paham?
Alena : Ahh ... anu maaf.
Irvan : Maaf, tadi ada urusan sebentar. Kamu minta maaf? Maaf untuk apa?
Alena : Emm ... bukan apa-apa. Aku mau istirahat dulu.
Irvan : Oh, oke! Kamu perlu banyak tenaga untuk hari yang lebih bahagia lagi. Semangat!
Alena : Haha ... iya! Terima kasih!
'Fiuhhh!! Untung dia gak bertanya macam-macam. Aku tidak ingin dia berpikir yang tidak-tidak,' batinku lega.
Kuhirup kembali udara dingin malam itu lalu kututup jendela dan merebahkan tubuh di kasur tercinta. Semoga kedepannya tidak ada lagi masalah yang berarti.
..
"Len, Pak Dwi ngajak makan bareng tuh." Tasya memberitahuku.
"Hah? Aku?"
"Bukan, kita-kita juga kok," ujarnya lalu tersenyum.
"Ahh, begitu, kukira. Hampir aja aku salah paham," jawabku lega.
"Apa kamu berharap diajak makan berdua sama Pak Dwi?" bisik Tasya di telingaku.
"Hihh! Kamu mikir apa, sih? Gak mungkin lah!" Aku membantah. Ya memang, justru aku akan menolak jika diajak makan berdua. Lalu Tasya berjongkok di sebelah mejaku dan masih bicara dengan nada setengah berbisik.
"Len, Pak Dwi itu ganteng gak menurutmu?"
"Eh?" Pertanyaannya membuatku terbelalak. "Kamu?"
"Sssttttttt!" Dia meletakkan telunjuknya di ujung bibir. "Jawab aja!"
"Hmm ... lumayan ganteng, gagah juga."
"Nah, kan! Ah, penilaian mataku gak salah."
"Memang ada apa?" tanyaku penasaran
"Itu, si Reyna. Waktu aku tanya apa Pak Dwi itu ganteng, dia membantah. 'Ganteng apanya?' Katanya gitu." Tasya mengikuti gaya bicara Reyna.
"Yah, selera orang kan beda-beda, Sya," ujarku.
"Iya, aku tahu. Tapi buktinya kamu bilang Pak Dwi juga ganteng tuh," ujarnya masih tidak mau kalah.
"Mungkin kita satu selera, sedangkan Reyna beda."
"Hmm ... begitu?" tanyanya kemudian memajukan bibirnya lagi.
"Hayoo ... pada ngerumpi, ya?" Atika tiba-tiba muncul dan membuat Tasya sontak berdiri karena kaget.
"Ahh! Mbak Tika, ngagetin aja!" ujarnya.
"Lagi ngomongin apa?" tanya Atika lagi. Aku kembali menatap lembar kerjaku. Lalu Tasya membisikkan sesuatu di telinga Atika. Entah apa.
"Ohh, Reyna memang seleranya beda," ujar Atika setengah berbisik. Aku masih bisa mendengarnya.
"Hei hei! Kalau mau bergosip jangan disini!" Aku mengusir mereka berdua.
"Heuuu! Iya aku akan kembali ke mejaku. Oh iya! Jangan lupa nanti makan siang bareng! Jangan nolak lagi!" Tasya mengancamku. Selama ini memang aku jarang mau bergabung dengan mereka, aku memilih makan sendirian sambil menyelesaikan pekerjaanku.
"Iya-iya, oke!" jawabku malas. Tasya kembali ke meja kerjanya.
"Apa suasana hatimu sudah membaik?" tanya Atika.
"Yah, begitulah. Setidaknya lebih baik dari pada kemarin."
"Syukurlah. Kalau gitu, jangan menghindar lagi ya! Setidaknya teman-teman di sini bisa menemanimu meskipun hanya di kantor."
"Iya, Tik. Makasih banyak."
"Yap, sama-sama." Kemudian Atika kembali ke meja kerjanya.
Jam makan siang, kami makan bersama di kantin kantor. Bahkan Bu Manajer pun bergabung. Ternyata senang bisa berkumpul seperti ini. Mereka bisa ngobrol seperti teman tanpa memandang jabatan. Rasanya jadi aku yang terlalu kaku.
"Akhirnya ya, Alena mau bergabung," ujar Bu Manajer. Aku berhenti mengunyah, terpaksa kutelan nasi yang belum begitu halus lalu tersenyum. Aku sedikit malu.
"Iya, sering-seringlah makan bersama seperti ini, Len. Barangkali diantara kami bisa menjadi jodohmu," ujar Pak Dwi. Aku menyipitkan kedua mata. Jodoh? Aku belum berpikir lagi tentang itu.
"Wah, Pak Dwi kode!" Tasya menambahkan.
"Heh! Kode apanya?" Pak Dwi bertanya balik.
"Hayo, Bapak ngaku! Bapak suka Alena, kan?" Tasya menyudutkan Pak Dwi dengan nada ledekan khasnya.
"Sembarangan! Pak Dwi sudah punya calon ya!" ujar Bu Manajer.
"Hah? Ibu serius? Aduh, Pak! Patah hatiku," keluh Tasya yang tentu saja hanya candaan. Kami semua tertawa.
Meskipun dipanggil bapak, sebenarnya Pak Dwi belum begitu tua. Jabatannya sebagai HRD yang membuat kami memanggilnya seperti itu.
Usai makan, kami kembali ke meja kerja masing-masing. Sebelum kembali, aku ke kamar mandi dulu. Keluar dari sana aku berpapasan dengan Pak Dwi.
"Lena," panggilnya.
"Eh, Pak Dwi. Dari kamar mandi juga?" tanyaku basa-basi.
"Iya. Abis ada yang nyangkut di gigi, gak nyaman."
"Oh ... haha iya, Pak," jawabku sekenanya.
"Len."
"Iya, Pak?"
"Saya senang akhirnya kamu mau gabung makan siang sama kami."
"Hehe, iya, Pak. Saya juga terima kasih sudah diajak."
"Bagaimanapun kamu juga, kan, karyawan di sini, mana mungkin gak diajak."
"Ah, iya, Pak."
"Jangan terlalu kaku, ya! Kami di sini bisa jadi temanmu kok. Jangan terlalu membatasi diri!" ujarnya kemudian tersenyum.
"Iya, Pak."
"Yuk, kembali ke ruangan!"
"I--iya, Pak."
Pak Dwi melangkah lebih dulu ke ruangannya, aku juga perlahan kembali ke meja kerjaku. Begitu duduk, aku berpikir sejenak. Akhir-akhir ini semakin banyak orang baik yang datang. Membuatku semakin sadar, hidupku tidak terlalu buruk. Aku tersenyum sendiri dan kembali bekerja.
.
Beberapa hari kemudian, sepulang kerja. Mobilku kembali mogok.
"Arghh!! Gini nih resiko beli mobil bekas. Cicilan belum lunas udah ngadat terus." Aku mengomel sendiri.
"Ada apa, Len?" tanya Pak Dwi yang baru keluar dari kantor.
"Ah, biasa, Pak. Macet lagi gak bisa distarter."
"Boleh saya coba cek?"
"Silakan, Pak," ujarku. Kemudian Pak Dwi memeriksa beberapa bagian dari mobilku.
"Kayaknya ini ada beberapa alat yang harus di ganti deh. Kalo cuma dibenahi, takutnya merusak bagian yang lain," sarannya padaku.
"Oh, begitu ya. Nanti deh saya ke bengkel. Terima kasih ya, Pak."
"Iya, sama-sama. Mau bareng saya pulangnya?"
"Ah, gak usah, Pak. Saya gak ada helm," tolakku halus.
"Rumahmu daerah mana?"
"Di jalan Cempaka 33, Pak."
"Ah, di sana. Saya tahu jalan dalam kok. Aman dari polisi."
"Tapi kan lumayan jauh, Pak. Saya bisa pesan ojek online kok," ujarku masih berusaha menolak.
"Searah kok, biar kamu irit ongkos juga. Gajian masih lama, kan? Lagi pula kamu juga masih perlu uang untuk benahi mobil."
Bujukan macam apa ini? Aku jadi tidak punya alasan untuk menolak lagi.
"Anu, nanti kalau tunangan Bapak tahu bagaimana?" Aku gunakan alasan yang sudah paling jitu menurutku.
"Tunangan apanya? Saya jomblo kok, sama kayak kamu." Lalu ia tertawa. Aku mengernyitkan dahi. Tahu dari mana kalau aku sekarang jomblo?
"Tapi, bukannya Bu Manajer bilang Pak Dwi sudah punya calon?" tanyaku lagi.
"Dulu, sekarang saya jomblo kok," ucapnya meyakinkan. "Sudah, ayo bareng saja!"
"Kali ini saja ya, Pak?" ujarku.
"Sering-sering juga boleh." jawabnya djsertai senyum yang kembali menghiasi wajahnya.
Akhirnya aku menurut. Pak Dwi membawa motornya cukup lambat. Dia melewati jalanan di gang-gang kecil.
"Maaf, Pak," ujarku pelan.
"Iya, ada apa?"
"Kenapa pelan sekali, ya?"
"Oh, minta ngebut?"
"Eh, bukan begitu. Biasanya cowok suka bawa motor ngebut."
"Oh iya. Saya juga suka ngebut. Hanya saja, kan sekarang kamu gak pake helm, jadi saya juga harus lebih hati-hati. Kasian juga kalau rambutmu berantakan. Nanti cantiknya tersamarkan."
Blush! Kurasakan wajahku menghangat. Sepertinya sekarang wajahku tampak seperti udang rebus. Aku menundukkan wajah, berharap Pak Dwi tidak bisa melihatku dari kaca spion.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Tika
ngelike lagi thor...
2020-09-11
1