Setelah Mama masuk ke kamar, aku hanya diam di sofa. Pikiranku melayang kemana-mana. Seandainya aku mengikuti nafsu bejat Mas Robi, mungkin saja saat ini aku yang ada di posisi Mama. Aku penasaran, apa yang membuat Mama sampai senekat itu. Apa mungkin uang sudah membutakan Mama?
Malam harinya, seolah tidak terjadi apapun. Mama sibuk dengan ponselnya sambil tertawa sendiri.
"Len."
"Iya, Ma?"
"Kalau Mama menikah lagi, kamu gimana?"
"Ya gak gimana-gimana. Lena harus apa kalau Mama sudah hamil begitu?" jawabku terang-terangan. Jujur aku masih sakit hati.
"Kamu santai sekali, memang gak benci Mama ataupun Robi?" Pertanyaan Mama membuatku spontan menarik nafas panjang.
"Aku membenci kalian berdua, tapi aku sadar Mama itu ibu kandungku."
"Surga di telapak kaki ibu pun gak akan berlaku kalau ibumu itu breng**k seperti Mama," ucap Mama lirih.
"Aku gak peduli, bagaimana pun Mama udah membesarkan dan menyayangiku sampai detik ini. Tapi maaf, aku belum memaafkan Mama."
"Hahhh ... Mama akan menikah siri dengan Robi," ucap Mama kemudian meletakkan ponselnya dan bersandar.
"Apa? Kenapa, Ma? Kenapa bukan pernikahan normal saja?" tanyaku terkejut.
"Dia gak mau karirnya hancur kalau sampai publik tahu kelakuannya."
"Cih! Persetan dengan nama baik." Kesal sekali aku mendengarnya. Kalau mau nama baik tetap aman, seharusnya bisa menjaga kelakuan.
"Apa kamu tahu ada alasan lain dibalik itu?" Pertanyaan Mama berhasil mengundang rasa penasaranku.
"Apa, Ma?"
"Nanti suatu saat akan Mama ceritakan, tapi gak sekarang. Untung saja kamu gak terjebak ya, Len. Kamu itu pintar tapi juga bod*h." Mama mengataiku secara gamblang.
"Pintar tapi bod*h? Maksud Mama?" Aku masih tidak mengerti.
"Kamu pintar menjaga diri, tapi kamu bod*h sampai kebohongan yang disimpan Robi selama setahun kamu sama sekali gak tahu."
"Iya maaf, Ma. Tolak ukurku hanya cari uang, bukan mengurusi masalah percintaan."
"Iya, Mama paham." Mama kembali fokus pada ponselnya. "Seandainya papamu tahu, mungkin Robi sudah mati ditangannya."
"Eh? Separah itu?" Mama hanya mengangguk. "Tapi kalau Papa tahu Mama hamil anak Mas Robi--"
"Kalau ada papamu mana mungkin Mama hamil dengan laki-laki lain?" Mama memotong omonganku. Benar juga sih.
"Emm ... Ma ...."
"Apa?"
"Anu, waktu kabur kemarin, aku bertemu Pak Agung. Mantan calon suami Mama." Aku bicara dengan sangat hati-hati. Dan benar, ucapanku berhasil membuat Mama mendelik.
"Apa katamu? Mas Agung?" tanya Mama, ia terlihat begitu kaget. Aku hanya mengangguk. "Di mana kamu bertemu dengannya?"
"Desa F, Ma."
"Hahhh ...." Mama mendengus pelan. "Dia pindah ke sana rupanya. Apa yang dia katakan soal Mama?"
"Emm ... anu ..."
"Jangan anu-anu! Cepat jawab!" tandas Mama.
"Ehh ... iyaa, katanya Mama menikah dengan Papa karena Mama sudah hamil." Lalu aku melanjutkan lagi dengan suara yang lebih rendah, "Tapi anak laki-laki lain."
"Mudah sekali dibohongi ternyata." Mama bersandar di kursi kemudian memejamkan matanya.
"Dibohongi? Maksud Mama?"
Flashback on
Maya (Mama Alena) POV
Aku berpacaran dengan Mas Hendra -Papa Alena-, baru 3 bulan. Waktu itu aku sedang cinta-cintanya. Usiaku 15 tahun, aku baru saja lulus SMP dan tidak lanjut SMA karena kekurangan biaya. Mas Hendra, meskipun masih kuliah, dia sudah bekerja. Memang belum begitu mapan, tapi setidaknya dia sudah punya usaha sendiri.
Aku memang dipaksa menikah muda, tapi dengan usiaku yang masih sangat belia, tentu saja aku memilih menikah dengan orang yang aku cintai, entah itu mapan ataupun belum. Kemudian Ayah mengenalkanku dengan anak dari bosnya di perkebunan tempat Ayah bekerja. Aku yang masih berusia 15 tahun, dijodohkan dengan lelaki berusia 27 tahun, rasanya melihatnya seperti ayahku sendiri. Mana mungkin aku menjadi istrinya?
Aku menolak mati-matian, tapi Mas Agung tetap meyakinkan kalau dia menyukaiku. Setiap hari dia datang ke rumah membawakan makanan dan barang-barang yang sekiranya aku suka, tapi semua itu tidak mampu meluluhkan hatiku.
Semuanya kuceritakan pada Mas Hendra. Jika memang boleh, dia mau menikahiku. Namun, lamarannya ditolak mentah-mentah dengan alasan belum mapan. Atas dasar cinta pun tak ada artinya bagi kedua orang tuaku. Katanya, cinta bisa datang karena kebiasaan. Mereka percaya aku bisa mencintai Mas Agung ketika nanti kami sudah menikah dan sering bersama.
Akhirnya, aku memikirkan jalan keluar lain. Aku harus membuat alasan yang bisa membuat mereka memberikan restu padaku. Aku pura-pura hamil, tapi bukan anak Mas Hendra. Aku tidak ingin nama Mas Hendra buruk. Kebetulan aku sering pergi ke desa lain, jadi itu bisa menjadi alasan licikku.
Setelah Mas Agung tahu, dia awalnya masih mau menerimaku tapi tidak dengan orang tuanya. Perjodohan dibatalkan dan Ayah di pecat. Sungguh aku anak yang jahat, demi cinta aku bisa mengorbankan orang tuaku sendiri. Ayah memaksaku memberitahu siapa yang sudah menghamiliku, tapi aku bungkam. Karena memang aku tidak hamil. Aku hanya bilang aku dijebak dan tidak tahu siapa pelakunya.
Di saat yang tepat, Mas Hendra datang dan kembali melamarku. Ayah yang berhasil kubohongi, akhirnya memberikan restu pada kami berdua. Syukurlah, meski diawali dengan kebohongan, aku bisa hidup bahagia setelahnya. Sebulan setelah menikah, aku hamil. Alena kecil lahir 9 bulan kemudian. Hal ini berhasil membuat orang tuaku curiga. Mana mungkin usia kehamilan bisa lebih dari 9 bulan tanpa ada masalah?
Sama seperti manusia pada umumnya, aku sangat merasa berdosa sudah membohongi kedua orang tua dalam waktu yang lama. Akhirnya, ketika Alena lahir, saat itu juga aku menceritakan semuanya. Ayah tampak sangat marah. Nama baiknya tercoreng karena anak gadis satu-satunya dicap hamil di luar nikah. Namun, begitu melihat Alena yang cantik dan mungil, semua amarah itu hilang.
Selain Alena, Mas Hendra yang berhasil membangun bisnis dan mengajak Ayah bekerja sama, bisa membuat Ayah merasa tidak salah memilihnya sebagai menantu. Aku juga senang, akhirnya keluargaku bisa bahagia tanpa ada lagi kebohongan yang disembunyikan.
Flashback off
Alena POV
Mendengar cerita Mama aku hanya melongo. Kejadian yang sangat tidak aku duga. Aku hampir menangis. Aku sangat terharu membayangkan perjuangan cinta Mama dan Papa.
"Tapi, Ma ...."
"Hm?"
"Kalau Mama sangat mencintai Papa, kenapa Mama gak mau mengunjungi makam papa?"
"Mama benci papamu. Katanya cinta, tapi kenapa dia harus membiarkan Mama menjadi single parent seperti ini?" Aku sangat terkejut mendengar alasan Mama. Selama ini aku menilai Mama jahat, tapi ternyata tidak.
"Setelah kamu lahir, kami berencana memiliki anak lagi, tapi selalu saja gagal." Mama melanjutkan ucapannya lagi.
"Jadi, Mama dengan Mas Robi karena itu?" Aku menarik kesimpulan begitu saja.
"Bukan! Mama gak akan punya anak dari laki-laki lain selain papamu." Terdengar sangat tegas.
"Lalu yang ada di perut Mama sekarang?"
"Mama gak hamil dan gak akan hamil lagi!" Kemudian Mama meninggalkanku sendiri di ruang makan.
Tidak hamil? Hasil tes kemarin itu apa? Mama sangat membuatku bingung. Otakku sama sekali tidak bisa mencerna semua ini. Apa mungkin Mama melakukan cara yang sama, yaitu pura-pura hamil? Tapi kali ini apa tujuannya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments