Netha duduk di atas sofa empuk, sambil menghela napas panjang. “Kenapa ia tak berbicara? membuatku jengkel,” gumamnya pelan.
Tak berselang lama...
“Netha!” ucap Sean, suaranya tegas.
Netha mencoba terlihat tenang meski hatinya tidak demikian. Tatapan pria itu begitu dingin, seolah mampu menusuk siapa pun yang berani menantangnya.
“Astaga, kenapa tatapannya begitu? Ingin kucolok juga kedua matamu itu, Ia mirip dengan Pak Andre atasanku yang suka melotot kalau kasi tugas mengerjakan laporan,” gerutu Netha dalam hati, menahan kesal sambil mengingat kehidupan pertamanya.
“Apakah kau baik-baik saja?” tanya Sean datar, tanpa menoleh ke arahnya sedikit pun.
Netha hanya mengangguk kecil.
“Tentu saja aku baik, yang tak baik adalah istrimu yang asli sudah meninggoy!” ucap Netha dalam hati.
Sean berjalan tenang lalu duduk di sofa yang berhadapan langsung dengannya. Ia meletakkan sebuah map cokelat di atas meja. Dengan gerakan pelan namun mantap, tangannya membuka map itu dan mengeluarkan selembar kertas.
Netha melirik sekilas. Matanya langsung menangkap banyak tulisan resmi dan satu tanda tangan notaris di bagian bawah.
“Ini adalah surat kepemilikan rumah ini, untukmu!” ucap Sean tanpa basa-basi. Suaranya tenang, dingin, seolah sedang membaca laporan rutin.
Netha menatapnya dengan mata sedikit melebar, terkejut. Namun ia cepat menguasai diri. “Untukku?” gumamnya pelan, memastikan dirinya tak salah dengar.
Ia menelan ludah, mencoba menyusun kalimat yang tepat. Tapi dalam hati, ia justru bersorak kegirangan.
“Apa? Aku dapat rumah? Ya ampun, ini jackpot! Bukankah ini namanya keberuntungan hakiki?”
Tanpa memberi waktu untuk Netha menjawab, Sean melanjutkan dengan nada tegas dan datar.
“Bisakah kau berfikir kembali untuk tidak berpisah? Jikapun kita berpisah, aku hanya meminta hak asuh atas El dan Al. Tapi... Aku harap kau bisa melupakan fikiranmu untuk kita berpisah, anak-anak masih butuh Mama dan Papa nya. Jika....”
Tanpa berpikir panjang, Netha langsung menyambar dokumen itu sambil menganggukkan kepalanya, “Ya akan aku pikirkan!”
“Sepertinya aku akan menikmati hidupku yang baru disini,” batinnya bersorak penuh kemenangan.
Sean mengangkat alis, tampak sedikit terkejut dengan sikapnya yang begitu sigap. “Kenapa dengannya? Bukankah sejak dulu ingin berpisah? Kuberi apapun, ia selalu menolak. Apakah kini ia sangat menyukai kemewahan?” gumamnya dingin dalam hati.
Sementara itu, Netha hanya tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan rasa senangnya. “Tenang saja, aku akan mempertimbangkannya, apakah ada yang perlu aku tanda tangani?” ucapnya.
“Hm, disini!” ucap Sean sambil menunjuk dibagian yang perlu di tandatangani oleh Netha.
Tanpa berpikir panjang, Netha langsung menyambar pena yang diletakkan Sean di atas meja. Dengan cepat, ia membubuhkan tanda tangannya di atas dokumen itu.
Sean mengambil kembali kertas itu, menatap tanda tangan di atasnya, lalu menatap Netha. Ia menarik napas dalam, matanya sedikit menyipit seolah mencoba membaca isi hati wanita di hadapannya.
Netha diam, memperhatikan perubahan ekspresi Sean. Senyum tipisnya menghilang perlahan, tergantikan oleh rasa penasaran... dan sedikit kegelisahan.
“Tunggu sebentar.” ucap Sean sambil pergi dari kamar itu meninggalkan Netha yang bingung.
Tak lama kemudian, ia kembali ke kamar Netha kembali dengan sebuah tas tergantung di bahunya. Wajahnya penuh fokus.
“Netha,” panggil Sean singkat.
Netha mendongak dengan ekspresi kesal. “Apa lagi? Apakah kau berubah pikiran?”
Netha pikir, kepergian Sean barusan karena Sean gak jadi memberikan rumah itu untuknya. Mungkin berubah pikiran, tak rela rumah mewah itu pindah pemilik.
Sean malah duduk kembali didepan Netha, “Bisakah kita...” lalu ia menggelengkan kepalanya.
“Kenapa pria ini?” pikir Netha.
Sean lalu memegang salah satu tangan Netha yang besar, Netha sangat risih dan berusaha melepaskannya. “Lepaskan, Sean!”
Tapi Sean tetap tenang. Ia tak peduli dengan protesnya. Tangannya membuka tasnya, lalu memberikan amplop yang sangat tebal itu untuk Netha. “Untukmu!”
Netha memandang amplop itu dengan heran, sambil menatap Sean, ia mengambil amplop ditangan Sean. Lalu membuka nya secara perlahan, penasaran dengan apa isi di dalamnya.
Mata Netha langsung berbinar. Didalamnya ada uang tunai seratus ribuan. Ia mengeluarkannya. Sepuluh gepok uang yang sudah ia keluarkan membuatnya terperangah.
“Baru pindah tubuh, sudah dapat banyak kejutan. Kapan lagi dapat uang sebanyak gini! Ini mah kerja bertahun-tahun baru punya uang segini, itupun kalau gak digunain.” ucap Netha dalam hati ingin tertawa.
“Ini untukku?”
“Hm!”
Netha memicingkan matanya, ia berfikir, “Pasti ada yang ia mau darinya. Tidak mungkin ia memberikan uang banyak untuk ku bukan? Biasanya orang kaya atau didalam novel, memberikan uang jika tidak menyuruh pergi, ya minta tubuh bukan? Tapi nyuruh pergi, tidak mungkin kan? Minta tubuh juga, apa pria ini gila? Tubuh gemuk begini ya kali ia minta?”
“Tunggu, Sean.” ia mencoba menghentikan Sean yang dari tadi berbicara tanpa henti, tapi tidak Netha dengarkan. Entah ngomong apa dari tadi, yang penting masuk telinga kanan keluar telinga kiri.
Sean bingung, apakah ia tadi berbicara tidak didengarkan oleh istrinya? Ah sia sia saja.
“Kau memberikan semua ini untukku?”
“Hm!”
Netha menyilangkan dada nya dengan kedua tangannya, “Jangan bilang kau menginginkan tubuhku?”
Sean ingin tertawa, tapi ia tahan. Sean malah mengetuk kepala Netha dengan jari nya.
“Aw!” ucap Netha meringis.
“Apa yang kau pikirkan?”
“Benar juga! Mana mau dia dengan Netha yang tubuhnya dua kali lipatnya? Mungkin orang yang buta yang menginginkannya!” pikir Netha dalam hati.
“Aku memintamu, untuk menjaga si kembar. Bisakah kau merubah sikapmu?”
“Akan ku coba! Tenang saja!” ucap Netha sambil memeriksa apakah uang itu asli atau palsu.
Sean masih tidak percaya dengan omongan Netha, terakhir ia meninggalkan si kembar untuk bekerja selama seminggu diluar kota, semua kebutuhan si kembar bahkan mereka harus memenuhi sendiri, Netha tak peduli. Jika bukan karena ia berisiniatif meminta bawahannya mengirimkan makanan untuk si kembar, mungkin si kembar bahkan tak sempat makan.
Netha tidak mendengar suara apapun membuatnya tersadar, “Kenapa?”
“Ah tidak apa, aku mau keluar dulu!” ucap Sean yang kini tersadar.
“Kemana?”
“Cari makan!” jawab datar Sean.
Tapi Sean tak memberi kesempatan. Dengan langkah cepat dan mantap, ia menuju pintu.
“Jaga mereka.”
Hanya itu pesannya sebelum pintu tertutup di belakangnya, meninggalkan Netha yang masih bingung.
“Tunggu, Sean...”
Sean tak memberi kesempatan. Dengan langkah cepat, ia membuka pintu dan melangkah keluar.
Brak!
Pintu tertutup rapat.
Netha menatap pintu yang sudah tertutup itu, “Apakah ia tak tahu ada aplikasi beli makanan online? kenapa harus keluar hanya untuk beli makan? Apakah ia sangat kudet?”
Netha menggelengkan kepalanya, matanya menatap uang merah itu, beserta dokumen pengalihan nama rumah atas nama nya, lalu bibirnya perlahan melengkung, membentuk senyum penuh kepuasan. Ia tertawa kecil, geli sendiri melihat situasi yang tak disangka-sangka ini.
Di Ruang tamu, El dan Al wajah mereka terlihat muram. Mereka biasanya selalu mendengar percakapan Papa dan Mama nya, jika sang Mama selalu meminta berpisah, tapi Papa selalu menolaknya. Apakah kaliini, papa juga gagal meyakinkan mama nya untuk tetap bertahan?
“Apakah kali ini Papa dan Mama akan berpisah, Kak El?” bisik Al dengan suara bergetar sambil menatap ke atas lantai dua.
El hanya memainkan mainannya. “Entahlah, Aku juga tak mau mereka berdua berpisah, sebenarnya aku masih ingin bersama Papa dan Mama. Tapi setiap mereka bertemu, yang mereka debatkan adalah kata berpisah!”
“Jika mereka berpisah, kita pasti hidup sama Papa kan?” kata Al lirih, duduk di pinggir sofa.
Ia terdiam sejenak, sebelum melanjutkan dengan nada ragu. “Padahal aku masih ingin kasih sayang Mama...!” lirihnya.
“Ku harap ada keajaiban, Mama berubah bisa menyayangi kita dan tidak berpisah dengan Papa.” ucap El. Suaranya tetap datar dan dingin seperti biasanya, tapi matanya sedikit meredup dan penuh harap.
Keduanya saling berpandangan sejenak. Tanpa banyak kata, mereka berjalan pelan dari ruang keluarga menuju ruang tamu.
Sementara, Netha masih duduk di sofa, segera bangkit untuk melihat isi rumah besar itu. “Kita tour dulu melihat isi rumah ini!” ucapnya sambil berdiri dan pergi dari kamarnya.
Ia berjalan menuju ke lantai bawah, dan bertemu dengan si kembar.
“Papa mana?” tanya Al tiba-tiba.
Netha mendongak cepat. Kedua anak kembar itu berdiri di hadapannya, wajah mereka polos namun mata mereka penuh pertanyaan.
Netha melihat kedua anak itu dari bawah ke atas, kedua anak itu sangat tampan. Ya sesuai lah dengan Sean yang juga tampan. Sebelas Dua belas cetakan mereka.
“Eh... dia keluar, beli makan,” jawab Netha terbata, sedikit panik karena tidak menyangka akan ditanya secepat ini apalagi ini pertama kalinya mereka bertemu.
El menatapnya tajam. “Jadi sekarang kami di tinggal disini sama, Mama?"
Al mengerutkan kening. “Kapan Papa pulang?” tanyanya.
Netha mengangkat bahu santai. “Mana aku tahu? Papa kalian buru-buru pergi. Tidak mengucapkan kemana ia pergi. Jangan tanya kapan pulang, pasti sebentar lagi kembali. Cuma beli makan aja, gak akan lama. Memang nya beli di planet bisa lama hanya untuk beli makan?”
El, menarik lengan Al pelan. “Ayo pergi,” ujarnya singkat.
“Tapi...” Al hendak protes.
“Ayo pergi,” potong El dengan nada tegas tapi lembut.
“Ye.. Malah main pergi aja tuh dua bocah! Setidaknya salam kek! Hah, sepertinya karakter mereka berdua harus dirubah.” ucapnya dalam hati sambil melihat si kembar naik ke lantai atas menuju ke kamarnya.
Netha melihat ke seluruhan rumah besar itu satu-persatu, terakhir melangkah menuju balkon.
Angin yang sejuk menyapa wajahnya, membelai lembut rambutnya yang mulai berantakan. Ia bersandar pada pagar balkon, matanya menatap jauh ke langit
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Siti solikah
duh netha ga kasihan apa sama Al dan El
2025-03-29
3
martina melati
bt x ini cerai tanpa pake drama y
2025-02-07
0
putrie_07
/Tongue//Tongue//Tongue//Tongue//Tongue//Tongue/
2025-03-22
0