Dua Puluh

Menjelang pagi hari tiba, Deviana lebih dulu terbangun daripada Syafiq. Wanita itu sama sekali tidak kaget saat mendapati Syafiq berada di sampingnya begitu sangat dekat karena semuanya adalah permintaan Deviana sendiri.

Sekarang ia termenung memikirkan dirinya yang sudah hilang kegadisan. Tangannya terulur kearah perutnya sendiri mengkhawatirkan keadaannya dikemudian hari.

"A-aku nggak mau hamil anaknya Syafiq. Aku benci dia. Harusnya aku nggak memulai itu."

Deviana masih terbayang-bayang bagaimana dia memulai aktifitas itu tanpa sadar hanya karena melihat ketampanan Syafiq saat lampu kamar sudah ia matikan.

"Ana!" Ucap Syafiq kaget ketika ia merasakan wajahnya dielus-elus.

"Sya-Syafiq."

"Kamu ngapain?" tanya lelaki itu kebingungan.

Tanpa aba-aba Syafiq diserang oleh wanita itu hingga akhirnya mereka melakukan hubungan tersebut.

Lamunan Deviana terhenti dan ia segera merubah posisinya menjadi duduk. Menoleh kearah Syafiq, wanita itupun mengernyitkan keningnya.

"Syafiq, hei."

"Dingin, Ana."

"Ya tuhan, kamu demam ya."

Syafiq tidak berucap apapun. Deviana mencoba untuk membangunkan pria itu agar bisa duduk seperti dirinya.

"Anterin aku pulang ya."

"Lho ... Ngapain kamu minta pulang hm? Terus aku sama siapa di sini?"

"Ana ... Aku beneran nggak kuat saat ini. Aku nggak mau ribut sama kamu. Lebih baik aku pulang. Uhuk ..."

Deviana malah merasa iba kepada lelaki itu. Kemudian ia meletakkan telapak tangannya tepat di kening Syafiq.

"Kayaknya kamu demam tinggi deh."

"Tolong jangan macam-macam sama aku ya. Aku janji nggak akan bikin kesel kamu."

Deviana menarik tubuh lelaki itu dan memeluknya. Tidak lupa ia mengusap-usap punggung Syafiq. Tanpa sadar ia mengkhawatirkan laki-laki yang dibencinya.

"Dingin hm?"

"I-iya."

"Apa karena efek kamu mandi malam tadi?"

"Aku nggak tau." Lirih pria itu.

Kesempatan tersebut tidak disia-siakan oleh Syafiq. Perlahan tangannya terulur melingkar di pinggang ramping sang istri.

"Kamu mau makan apa?"

Syafiq menggeleng dengan perlahan.

"Kamu harus makan ya, supaya cepat sembuh."

"Makasih ya udah khawatir sama aku."

Deviana memutar bola mata malas. "Aku mau kamu sembuh bukan berarti aku khawatir. Tapi aku nggak punya temen berantem."

"Ana ... Aku minta maaf."

"Minta maaf kenapa?"

Syafiq menghembus napasnya membuat Deviana merinding karena hembusan itu terasa di leher jenjangnya.

"Aku suami jahat! Aku udah menghina kamu sampai membuat kamu nangis."

"Udahlah, Syafiq. Kamu nggak perlu bahas itu lagi."

"Ana ... Apa setelah kita melewati malam tadi kamu akan tetap mau meninggalkan aku?"

Deviana terdiam, posisinya sangat membingungkan sekali. Ingin berpisah dengan Syafiq, tetapi lelaki itu sudah mengambil kehormatannya dengan cara baik-baik.

Wanita itu melepaskan pelukannya. "Aku mau mandi dulu."

"Kalau kamu pergi ke kantor lebih baik kamu antar aku ke rumah, Umi."

"Aku enggak ke kantor. Aku masak bubur dulu. Selagi buburnya belum mateng aku mau mandi sebentar."

"Aku nggak mau bubur."

"Tadi aku tanya kamu mau makan apa tapi kamu nggak mau jawab."

"Aku mau kamu."

Deviana menelan salivanya. "Kamu jangan macam-macam ya. Lagi sakit aja masih bisa mesum."

Syafiq berdecak kesal. "Sekali aja kamu berpikiran baik tentang aku. Aku mau kamu di sini jagain aku. Tadi malam 'kan aku udah jagain kamu dari ketakutan."

"Iya ... Tapi aku mau mandi dulu, ngerti?"

"Ngerti sayang."

[] [] []

Sarapan pagi baru saja dimulai. Semua orang sudah berpakaian rapi. Sampai saat ini Luna masih merasa bahwa ia tidak diinginkan di rumah itu. Melihat sikap yang diperlihatkan oleh Putri kepadanya.

"Umi mau ke mana?"

"Mau ke rumah besan. Umi khawatir sama Syafiq. Apalagi Ayah kamu bilang dia udah jarang masuk."

"Iya sih, tadi malam Emir juga udah coba hubungi dia. Tapi nggak di angkat."

"Ana?" tanya wanita berkerudung itu.

"Ana, Agung. Mereka udah Emir telpon. Nggak ada satupun yang jawab."

"Hmmm, ya udah deh. Nanti Umi pastiin aja dulu."

"Umi mau ditemenin nggak?" tanya Luna.

"Emangnya kamu mau ikut? Kamu 'kan paling takut deket sama kami. Nempel terus sama suami."

"Nggak boleh ngomong gitu tau. Luna udah jadi menantu kita." Sambung Andro.

"Kamu jangan ikut, nanti yang ada Ana malah ngajak kamu bertengkar."

"Nggak apa-apa, Mas. Umi 'kan ada, aku yakin Umi nggak akan biarin kami bertengkar."

[] [] []

Saat ini Deviana sedang menyiapkan bubur kepada suaminya. Dia begitu perhatian kepada Syafiq setelah lelaki itu berhasil mendapatkan kehormatannya. Tanpa sadar ia memberikan perhatian lebih.

"Aku boleh pegang perut kamu?"

"Buat apa? Jangan aneh-aneh kamu. Mau aku tumpahin buburnya di wajah kamu?"

Syafiq tersenyum simpul. "Aku mau berdoa supaya di dalam rahim kamu ada anak ku."

"Anak? Jangan mimpi Syafiq. Nggak akan ada anak dalam pernikahan kita." Ucap Deviana dengan ketegasan. "Kamu, aku, cerai. Paham!"

"Allah nggak akan membiarkan kita cerai. Aku yakin dia akan menitipkan cintaku di dalam rahim mu."

"Cinta, Cinta, Cinta. Kamu jangan bodoh deh! Aku nggak akan pernah cinta sama kamu."

"Enggak apa-apa, Ana. Tapi aku janji, walaupun aku hanya suami pengganti di saat calon suami mu membatalkan pernikahan kalian. Aku akan tetap mencintai kamu sampai aku mengakhiri perjalanan ku di dunia."

"Ya udah bunuh diri aja dari sekarang."

"Kenapa bukan kamu yang bunuh aku? Kalau aku bunuh diri nanti aku dapat dosa."

"Sama aja dong, kalau aku bunuh kamu berarti aku yang dapat dosa."

"Kamu tau dosa?" tanya Syafiq.

"Taulah ... Gini-gini aku juga paham agama. Walaupun dikit."

"Oke ... Kalau kamu tau akan dosa, terus kenapa kamu nggak pernah menghargai aku sebagai suami mu."

"Eummm ... Aku 'kan nggak menginginkan pernikahan ini. Jadi jangan heran kalau aku nggak pernah menganggap kamu sebagai suamiku."

"Aku juga nggak menginginkan pernikahan ini tapi aku bisa menerima semuanya."

"Karena kamu bodoh! Kamu itu laki-laki bernasib buruk."

Syafiq menatap lekat kearah Deviana, kemudian ia merubah posisi untuk berbaring.

"Lho, buburnya nggak jadi di makan?"

"Aku memang laki-laki bernasib buruk. Aku selalu menjadi kambing hitam saudara ku. Sekarang aku mendapatkan wanita yang ku harap bisa jadi teman bahagia ku ternyata malah menyakiti perasaan ku."

"Aku butuh doa dari kamu. Semoga penyakit ku ini cepat menyebar supaya aku cepat meninggalkan kamu dan semua orang."

"Sya-Syafiq ... Aku minta maaf."

"Aku sadar, Ana. Ucapan kamu emang bener. Aku laki bernasib buruk." Syafiq menarik selimut hingga ia menutupi seluruh tubuhnya.

"Syafiq."

Di dalam selimut Syafiq tersenyum simpul. Lagi-lagi dia berhasil mengendalikan wanita itu.

"Pergi, Ana. Bukan kamu aja yang bisa merasakan sakit hati, tapi aku juga." Ungkap lelaki itu.

"A-aku minta maaf. Ucapan ku tadi udah nyakitin hati kamu."

"Pergi! Aku nggak butuh kamu."

"Tapi—"

"Kamu pergi atau aku pulang meninggalkanmu sendirian di rumah ini?"

Deviana menuruti permintaan suaminya, ia berlalu pergi dan membawa bubur itu kembali ke dapur. Bahkan setengah pun belum sampai di habiskan oleh Syafiq.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!