"Hei."
"Lepas!" Deviana mendorong Syafiq dengan sekuat tenaganya. Air matanya masih mengalir deras.
"Kamu lihat 'kan, kamu udah denger semuanya 'kan. Aku udah nggak suci."
"Ana—"
"Diam! Aku dan Maura pernah satu atap sewaktu kuliah. Sebenarnya aku dan dia punya masalah pribadi. Cuma dia yang tau kalau aku udah nggak suci lagi." Ucap wanita itu. "Dan gara-gara dia juga aku batal menikah dengan Emir."
"Kalau aja Maura nggak cerita. Mungkin Emir akan menjadi suami ku sekarang."
"Kamu pasti mau ketawain aku 'kan? Kamu seneng 'kan karena tuduhan kamu itu benar-benar nyata. Aku memang nggak suci seperti yang dibilang orang-orang."
"Aku benci kalian!"
"Ana!!!" teriak Syafiq ketika wanita itu berlalu pergi begitu saja.
"Kenapa aku sejahat itu. Aku menghina istriku sendiri." Ucap Syafiq menyesali perkataannya.
[] [] []
Jam menunjukkan pukul sepuluh malam. Hujan mulai turun bahkan sesekali terdengar suara petir. Syafiq baru saja selesai menyantap makanan hasil masakan tangan istrinya.
Setelah meneguk segelas air putih, lelaki itu masih duduk di kursi menatap kearah depan. Tiba-tiba saja terdengar suara petir yang membuatnya menghentikan lamunan.
"Syafiq!!!"
Syafiq segera berdiri menghadap kearah kamar Deviana. Terlihat wanita itu berlari kearahnya. Dengan perlahan Syafiq pun merenggangkan kedua telapak tangannya.
"Aku takut, hiks." Ucap Deviana setelah ia memeluk Syafiq.
Cup!
Syafiq mengecup pucuk kepala sang istri. "Udah, udah ... Jangan takut, aku ada di sini."
"Aw!" Deviana memejamkan matanya ketika terdengar suara petir lagi.
Syafiq masih mencoba untuk menenangkan sang istri. Beberapa kali ia mengusap-usap kepala istrinya berharap Deviana tidak akan takut lagi.
"Sekarang kamu tidur ya. Aku temenin dari luar."
Deviana menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku nggak mau. Temenin aku."
"Tadi kamu bilang aku nggak boleh di kamar kamu."
"Aku takut, Syafiq!" Ucap Deviana memukul dada pria itu. "Jahat banget, masak nggak mau nemenin."
"Oke, oke. Aku temenin kamu."
[] [] []
Ditempat lain tiga orang dewasa sedang menyantap makan malam. Saat ini mereka sedang berada di luar hotel untuk menikmati suasana malam hari.
"Papa sama Mama yakin kalau rencana ini akan berhasil?" tanya Agung setelah menyeruput teh panas.
"Papa sih nggak yakin, kamu tau sendiri 'kan gimana keras kepalanya Ana. Tapi mungkin dengan cara ini Ana akan belajar bahwa dia harus tinggal bersama suaminya."
"Aku khawatir, Mas. Aku takut Ana melakukan sesuatu hal lagi yang membuat Syafiq celaka."
"Bener kata Mama, Pa. Kakak bisa aja melakukan hal di luar logika seperti kemarin. Nanti kalau Bang Syafiq kenapa-kenapa gimana?"
"Nggak mungkin ... Kalian harus tau, walaupun Syafiq itu pendiam. Papa yakin dia tau bagaimana caranya untuk mengendalikan Ana."
"Semoga aja, Mas. Jangan sampai Syafiq dalam bahaya. Kalau itu terjadi, ini semuanya salah kita karena udah ninggalin mereka berdua."
[] [] []
Hujan masih turun, petir pun masih terdengar tetapi tidak sekeras tadi. Seorang lelaki beberapa kali memukul dinding kamar mandi. Dia baru saja selesai melaksanakan aktifitas mandi pada cuaca malam seperti ini.
"Syafiq, Syafiq ... Bodoh kamu!" Ucap lelaki itu. "Tuduhan itu benar-benar menyakiti hati, Ana."
"Kamu udah membuktikan sendiri 'kan ternyata Ana masih perawan ... Kenapa kamu malah menghina dia selama ini!"
"Argh!!!"
Sementara di dalam kamar, seorang wanita duduk di tepi ranjang sambil termenung setelah ia dan suaminya melakukan aktifitas lain.
"Kenapa aku sebodoh ini. Aku udah kalah."
"Syafiq pasti seneng, ucapannya itu benar-benar jadi kenyataan. Bahwa aku sendiri yang akan memulai itu tanpa dia minta."
Deviana meremas sprei hingga tidak berbentuk lagi. Dia sangat kesal saat membayangkan dirinya yang malah memulai duluan karena ia sedang ketakutan akibat adanya suara petir hingga akhirnya mereka tidur berdua.
Ceklek!
Pintu kamar mandi terbuka, Syafiq pun menghampiri Deviana. Wanita itu sangat malu hingga ia menundukkan pandangannya.
"Ana ... Eummm, a-aku minta maaf."
Deviana hanya diam saja, dia sangat mengerti arah tujuan pembicaraan lelaki itu.
"Aku nggak tau apa maksud tuduhan orang-orang itu sama kamu. Ta-tapi yang jelas, aku menyesal karena udah nuduh kamu yang enggak-enggak."
"Sekarang kamu udah buktiin sendiri 'kan." Ucap Deviana. "Sekarang kamu udah sadar kenapa tuduhan itu membuat aku menangis!"
Syafiq berjongkok di hadapan Deviana yang duduk di tepi ranjang. Tangannya terulur untuk menggenggam tangan Deviana.
"Maafin aku ... Aku nggak nyangka ternyata yang dituduhkan orang-orang itu nggak bener. Aku menyesal." Syafiq menundukkan pandangannya.
Deviana menghembuskan napasnya sejenak. "Syafiq ... Sebenarnya aku pernah diperkosa. Tapi orang itu nggak berhasil melakukan hal lebih kepada ku."
"Ja-jadi itu artinya aku yang pertama tadi?" tanya lelaki itu menoleh kearah Deviana.
"Iya." Jawabnya.
Kembali Syafiq menundukkan pandangannya dan mengecup telapak tangan Deviana. "Aku memang jahat seperti yang kamu bilang. Aku menghina kehormatan istriku sendiri."
Syafiq merasakan adanya sapuan pada kepalanya. "Bukan salah kamu, Syafiq. Aku pantas mendapatkan itu karena aku sering membuat kamu marah."
"Terus kenapa kamu nggak membantah tuduhan itu?"
"Percuma, Syafiq! Nggak akan ada yang percaya juga. Bahkan kamu sendiri yang katanya cinta juga nggak percaya sama aku."
"Iya ... Aku menyesal, ternyata kamu masih—" Syafiq menghentikan ucapannya.
"Kamu seneng 'kan ... Kamu adalah orang pertama itu, kamu berhasil mengambilnya. Pasti sekarang kamu mau mau balas dendam 'kan? Aku nggak heran kalau kamu akan menceraikan aku. Apalagi itu kemauan ku sendiri."
"Berapa kali aku bilang? Aku nggak akan pernah ninggalin kamu!"
"Jangan bohong Syafiq, nggak ada orang di sini, cuma kita berdua. Kamu nggak perlu memasang dua muka mu itu."
"Maaf." Lirih Syafiq.
Cup!
Setelah mengecup telapak tangan istrinya, Syafiq berdiri dan berbalik badan.
"Kamu mau kemana? Aku belum selesai ngomong!"
"Aku lapar."
"Lho ... Kamu nggak jadi makan tadi?" tanya Deviana.
"Udah ... Tapi sekarang aku lapar lagi."
"Ya udah deh, aku ikut. Enak aja kamu makan masakan aku, aku capek-capek masak." Ucap Deviana yang lebih dulu berlalu pergi.
Bukan karena ingin cepat-cepat makan, tetapi Deviana sedang menyembunyikan rasa malunya pada suaminya sendiri. Syafiq mengusap wajahnya secara kasar.
"Aku yang pertama." Ucapnya mengingat perkataan Deviana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments