Malam hari tiba, Syafiq sedang duduk di sofa ruang tamu. Sedari tadi dia tidak mengobrol dengan istrinya sendiri karena Deviana sudah mengurung diri di dalam kamar mereka. Merasa sudah tidak tahan lagi, Syafiq melemparkan bantal kemudian ia beranjak dari tempat duduknya melangkahkan kaki menuju kamar Deviana.
Belum sempat ia menggenggam gagang pintu, pintu kamar tersebut sudah terbuka memperlihatkan seorang wanita dengan baju tidur warna merah menyala membuat Syafiq menelan ludahnya.
"Apa? Jangan macam-macam kamu."
Syafiq menggeleng cepat untuk menghindari pikiran aneh yang sedang melintas. "Aku lapar."
"Kalau lapar ya makan. Ngapain cariin aku? Aneh!"
"Aku mau makan, aku udah nggak tahan. Aku beneran lapar."
"Lihat aja di dapur, makan apa yang ada."
"Ana, please ... Apa perlu aku bersujud di kaki mu untuk meminta makan?" tanya Syafiq. "Kalau aku tau memasak, aku nggak akan minta bantuan kamu."
"Ya ampun ... Aku bukan pembantu mu."
Syafiq menghembus napasnya sejenak. "Kamu nggak mau masakin makanan buat aku?"
"Aku nggak mau."
"Aku suami mu, sekarang aku lapar."
"Aku nggak mau!" ucap Deviana dengan tegas sambil melotot kearah Syafiq.
Syafiq tersenyum simpul. Kemudian ia membalikkan badannya berjalan kearah dapur sambil menyeka air mata yang akan turun.
"Kita lihat siapa yang akan mengalah." Batin Syafiq sambil melangkah pergi.
Deg!
Deviana meletakkan telapak tangannya di dadanya sendiri. "Apa aku sekejam ini?"
"Nggak, Ana. Kamu juga pernah nolongin orang yang lagi kelaparan di jalanan."
"Setidaknya kalau kamu nggak mau menganggap dia sebagai suami. Anggap dia sebagai pengemis yang sering kamu temui di jalan untuk meminta makan."
Deviana pun berlari kearah Syafiq. Di sana ia melihat lelaki itu sedang menyiapkan nasi. "Kamu mau ngapain?"
"Aku udah bilang tadi, aku beneran lapar. Kamu nggak lihat tangan aku?"
Deviana memperhatikan telapak tangan lelaki itu yang terlihat bergetar.
"Kalau kamu nggak ikhlas aku makan di sini, aku akan pulang ke rumah. Umi pasti nggak akan membiarkan anaknya seperti ini."
"Kamu mau makan apa?" tanya Deviana.
"Terperangkap lagi." Batin Syafiq.
Syafiq pun merasa kebingungan hingga ia mengernyitkan keningnya. "Aku makan nasi aja."
Deviana berdecak kesal. "Aku bukan tanya itu. Aku tanya kamu mau apa biar aku masakin."
"Kamu mau masak buat aku?"
"Jangan sampai aku berubah pikiran!" Ucap Deviana.
Syafiq menggelengkan kepalanya, kemudian ia mengambil nasi tanpa memperdulikan sang istri.
"Ha!" Deviana heran saat tawarannya diabaikan begitu saja.
Dengan gerakan cepat ia menutup rice cooker. "Kamu nggak denger apa yang aku tanya tadi?"
"Apa kamu ikhlas membantu aku? Nggak perlu, Ana! Kamu udah capek masak tapi pahala nggak kamu dapatkan."
"Ya tuhan lelaki ini. Aku ikhlas sayang." Ucap wanita itu menampilkan senyuman terpaksa.
"Oke ... Karena kamu udah manggil aku sayang, aku nggak akan meminta hal berat. Aku mau kamu masakin apa yang ada aja."
"Nggak mau request?" tanya Deviana.
"Kamu adalah istriku, apa yang kamu masak akan aku makan tanpa request apapun."
"Romantis." Ujar Deviana memiringkan bibirnya. "Udah sana. Aku mau masak dulu."
"Iya, sayang."
[] [] []
Andro dan putranya sedang berada di salah satu ruangan. Banyak sekali urusan kantor yang cukup terbengkalai karena Syafiq sudah jarang masuk.
"Kamu rasa Syafiq lagi ada masalah nggak ya? Secara dia udah jarang masuk kantor, di hubungi juga susah."
"Ayah ... Sebenarnya Emir nggak yakin kalau pernikahan mereka bahagia. Emir malah takut kalau keluarga mereka mencelakakan Syafiq."
Tiba-tiba saja Andro tertawa geli, tuduhan dari putra pertamanya itu sungguh diluar nalar. "Kamu jangan aneh-aneh. Mana mungkin Syafiq celaka di rumah itu."
"Iya, Yah ... Seperti waktu itu, Syafiq—" Syemir memalingkan wajahnya, hampir saja ia keceplosan dengan keadaan Syafiq yang sudah pernah masuk rumah sakit akibat ulah Deviana.
"Waktu itu?" Andro menaikkan sebelah alis matanya.
"Waktu itu ... Eummm, waktu Emir membatalkan pernikahan sama Ana. Emir takut kalau Syafiq akan di celakakan oleh Ana."
"Pikiran kamu itu udah terlalu berlebihan. Syafiq laki-laki, nggak mungkin dia membiarkan Ana melukainya." Ucap Andro. "Kecuali kamu!"
"Kamu aja rela membiarkan Syafiq terus-terusan dapat masalah."
"Maafin, Emir Pa."
[] [] []
Setelah belasan menit sudah berlalu, Deviana dengan senyuman manisnya menatap makanan yang telah selesai dimasak.
"Oke ... Waktunya manggil suami, eh!"
"Arghhh!!!"
Deviana kesal sendiri dengan ucapan. Kemudian ia segera memanggil sang suami sambil berjalan kearah ruang tamu.
"Katanya lapar, tapi malah tidur."
Deviana pun semakin mendekati lelaki itu, saat ia hendak menarik lengan suaminya, Syafiq malah bereaksi hingga wajahnya tepat dihadapan Deviana. Hal itu membuat Deviana merasa iba.
"Wajahnya kelihatan capek banget. Pasti lagi banyak pikiran. Salah sendiri sih, cari masalah sama aku."
Tok! Tok! Tok!
Ketukan pintu dari luar membuat Syafiq terbangun dari tidurnya. Dia kaget saat Deviana begitu dekat. Lelaki itu segera memberi jarak diantara keduanya.
"Ya ampun, Ana!" Ucap Syafiq mengusap wajahnya dengan kasar. "Kamu ngapain ngagetin aku?"
"Siapa yang ngagetin coba! Aku mau bangunin kamu. Makanannya udah selesai."
"Bilang aja kamu mau bangunin aku dengan cara mencium aku 'kan?"
Plak!
Syafiq mendapatkan pukulan pada lengannya. "Apaan sih!"
Tok! Tok! Tok!
"Siapa yang datang ya?" tanya Syafiq.
"Sebentar, aku buka dulu. Kamu langsung makan aja."
"Hm, oke!"
Deviana membuka pintu rumah, saat Syafiq menoleh sekilas, lelaki itu membulatkan matanya ketika melihat sang kekasih bertamu ke rumah itu.
"Maura."
"Syafiq, mana? Aku mau ke temu dia."
Ketika Maura menoleh kearah dalam rumah, ia melihat Syafiq sedang berdiri tidak jauh dari mereka. Kemudian ia menggeser tubuh Deviana dan langsung masuk ke dalam sana.
"Sayang." Maura tanpa segan langsung memeluk Syafiq. "Kenapa kamu menikah sama Ana, hiks?"
"Hei." Syafiq pun melepaskan pelukan itu. Kemudian ia menangkup wajah Maura. "Maafin aku. Aku udah bikin kamu kecewa."
"Terus gimana dengan aku sekarang? Aku nggak tau harus sama siapa lagi."
"Aku masih ada ... Kapan pun kamu bisa bercerita dengan aku. Tapi untuk menjalani hubungan lagi, rasanya udah nggak bisa. Aku udah punya istri sekarang."
"Aku mau kamu nikahin aku. Aku tau kamu nggak cinta sama dia. Aku nggak peduli kalau harus jadi istri kedua."
Deviana menarik tangan Maura dan menampar wajah gadis itu.
Plak!
"Syafiq nggak akan menikah dengan siapapun lagi. Dia adalah suamiku, aku nggak akan mengizinkan dia memiliki istri kedua." Ucap Deviana menatap tajam kearah Maura. Karena pada dasarnya dia memang membenci wanita itu.
"Kamu ngapain nampar Maura?"
"Aku nggak suka sama ucapannya." Ujar Deviana membela diri. "Kamu harus ingat! Kamu bilang kamu nggak akan menceraikan aku 'kan! Oke, aku juga nggak akan biarin kamu menikah dengan wanita ini."
"Syafiq! Kamu nggak perlu ngikutin kata-kata, Ana. Dia ini bukan perempuan baik-baik. Dia udah nggak perawan."
Deg!
Deviana memundurkan tubuhnya satu langkah kebelakang. Rasanya sakit sekali saat Maura berkata seperti itu. Perempuan yang pernah dekat dengannya secara terang-terangan menyerang harga dirinya.
"Nggak ada yang spesial dari Ana. Dia adalah bekas pria lain."
"Kamu pulang sekarang."
"Kamu ngusir aku?" tanya Maura.
"Aku nggak suka kamu menghina Ana seperti itu." Ujar Syafiq.
"Itu kenyataannya, Syafiq. Perempuan yang menjadi istri kamu ini bukan perempuan suci."
Syafiq pun menarik lengan Maura dan membawanya keluar dari dalam rumah. "Pergi! Aku nggak nyangka, perempuan yang aku kenal bisa berkata buruk tentang orang lain."
"Kamu jahat, Syafiq. Kamu udah berubah."
"Aku nggak berubah, Ra. Kamu yang berubah ... Kamu harus tau, walaupun aku nggak cinta sama Ana, aku nggak akan mengkhianati janji ku pada Umi. Ana akan menjadi istriku untuk yang pertama dan terakhir."
Plak!
Sekarang Syafiq mendapatkan tamparan dari Maura. Dia sangat kecewa kepada Syafiq karena hubungan mereka kandas begitu saja tanpa adanya permasalahan sebelumnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments