"Kamu membela aku di depan keluarga ku ... Terima kasih karena kamu memposisikan aku sebagai seorang suami." Ucap Syafiq saat mereka dalam perjalanan.
"Aku nggak membela kamu, Syafiq. Aku lagi menirukan sikap kamu."
Sekilas Syafiq menoleh kearah perempuan itu. "Maksud kamu apa?"
"Bermuka dua ... Kamu pikir aku beneran membela kamu? Kamu salah besar! Aku mencoba untuk mengamankan posisi ku ... Dengan bersikap seperti itu, orang tua mu akan menganggap aku wanita yang baik, seperti yang kamu lakukan dihadapan orang tua ku."
"Enggak apa-apa sayang. Aku tetap bahagia." Ucap Syafiq tanpa bersedih sedikit pun. "Satu lagi, aku suka panggilan mu tadi. Mas, romantis."
"Iiih." Deviana memalingkan wajahnya.
"Selain cantik, kamu juga pintar ya ... Aku makin sayang sama kamu."
"Kamu pikir aku bakalan termakan sama gombalan kamu? Jangan harap!"
"Ya ampun, kamu ini lucu banget. Itu bukan gombalan sayang, tapi pujian dari suami untuk sang istri."
"Eummm ... Ka-kamu tau dari mana aku nggak suci? Emangnya kamu punya bukti?"
"Aku nggak tau. Aku cuma melindungi kehormatan istriku. Apa yang dituduhkan oleh orang lain aku nggak peduli. Aku tetap percaya sama kamu."
"Ta-tapi kalau misalnya aku beneran nggak suci gimana?"
"Aku cari istri lagi." Jawab Syafiq.
"Ya udah, mending kamu ceraikan aku sekarang."
"Kamu!" Syafiq pun menghentikan mobilnya, kemudian ia mendekat kearah tubuh gadis itu. "Kamu mau aku melakukannya di mobil ini?"
"Ja-jangan kurang ajar Syafiq."
"Melakukan hal itu kepada istri sendiri bukanlah sesuatu yang kurang ajar."
"Ta-tapi kalau dipaksa berarti kamu udah dzolim sama istrimu."
"Bener 'kan yang aku bilang. Istriku ini sangat-sangat pintar." Ucap Syafiq sambil mengusap-usap kepala Deviana.
"Nanti kita lakukan dengan cara baik-baik ya." Syafiq mengedipkan matanya.
"Iiih ... Kamu apa-apaan sih. Geli tau."
Syafiq terkekeh geli, kemudian ia melepaskan seat belt. "Kamu pulang sendiri ya, aku naik taksi aja."
"Lho, kenapa?"
"Ya ampun, istriku khawatir ya?"
"Syafiq!" kesal Deviana. "Kamu!"
"Eits!" Syafiq menahan tangan Deviana agar tidak jadi menampar wajahnya. "Mau ngelus wajah suami hm?"
Syafiq menuntun tangan lembut Deviana kearah wajahnya. Merasa mendapatkan kesempatan, akhirnya Deviana mencubit pipi lelaki itu.
"Ana!"
"Hahaha ... Rasain kamu." Ucap Deviana.
"Selain cantik dan pintar, ternyata istriku ini suka iseng ya." Ucap Syafiq sambil mengusap-usap wajahnya.
Kemudian lelaki itu membuka pintu mobil. "Aku pergi dulu. Aku mau ambil mobil kamu. Jadi kamu langsung pulang aja."
"Tapi kunci mobil—"
"Ada sayang, suami mu ini perfeksionis. Perkara kunci aja nggak bakalan ketinggalan. Apalagi soal istri. Cium dulu."
"iiih ... Mesum." Gumam gadis itu.
Syafiq memutuskan untuk keluar dari dalam mobilnya. Ada kebahagiaan tersendiri ketika ia mengerjai gadis itu. Rasanya amarah dan Deviana bukanlah sesuatu yang mengerikan, melainkan hal yang romantis.
"Keputusan ku untuk cerai sama dia udah bulat. Bisa-bisa aku gila setiap hari ketemu sama dia."
"Apalagi mendengar gombalannya."
Deviana menatap kearah depan memperhatikan Syafiq yang sekarang sedang berdiri jauh darinya sambil menahan teriknya panas matahari.
"Aku harus cerai sama dia."
"Dia orang baik ... Semua orang bener, urusanku sama Emir, bukan sama Syafiq."
"Tapi dia ngeselin banget. Makanya aku nggak segan-segan mencelakakan dia."
"Arghhh!!!"
Deviana pun berpindah posisi duduk di dalam mobil untuk pergi dari sana. Saat melewati suaminya, Deviana membuka kaca mobil.
"Hai, sayang. Panas ya?"
"Kamu manggil aku sayang?"
"Iya ... Kasian banget suamiku ini. Bye, bye semoga hari mu terus susah." Deviana berlalu pergi begitu saja.
"Tanpa kamu sadari, sayang yang kamu ucapkan itu akan menjadi nyata, Ana. Kita lihat siapa yang akan kalah dalam pernikahan ini." Ucap Syafiq.
[] [] []
Deviana tidak benar-benar pulang ke rumah, diperjalanan ia menghubungi seseorang agar mereka berdua bisa bertemu.
"Syafiq benar-benar aneh. Bisa-bisanya dia bertingkah gila di depan ku."
"Seratus persen aku sangat yakin. Syafiq itu memang sering bermain perempuan."
Deviana menghembuskan napasnya dengan perlahan. Sesekali ia memperhatikan jalanan.
"Laki-laki mesum!"
Sudah puluhan menit Deviana berada dalam perjalanan. Sekarang ia sudah sampai di sebuah taman bunga. Bersamaan dengan itu, di samping tempat ia parkir seorang wanita baru saja keluar dari dalam mobil.
"Lho ... Aku pikir kamu udah sampai tau." Ucap Deviana menghampiri Mikha.
"Tadi aku beli cemilan dulu, biar ngobrolnya seru." Jawab perempuan itu.
"Eh ... Mobil baru?" tanya Mikha mulai mendekat dan memperhatikan mobil tersebut. "Mewah banget ... Banyak uang ya?"
"Ini mobil suami—Eh, Syafiq."
"Cieee ... Pasti udah ada rasa makanya bawa mobil suami sendiri."
"Udah, ah. Ngeselin banget." Ucap Deviana. "Ayo, ke sana."
Deviana mulai berjalan diikuti oleh Mikha. Keduanya melangkah pergi dari area parkiran sambil memperhatikan tempat yang akan di duduki nantinya.
"Kamu tau nggak, Pak Irvan nanya sesuatu sama aku tentang kamu."
"Dia tanya apa sama kamu?"
"Suami kamu lah ... Syafiq datang ke kantor kamu ya?"
"Iya," jawab Deviana. "Ada urusan pekerjaan sama Pak Irvan."
"Itu dia ... Pak Irvan tanya kenapa suami kamu orang lain. Bukan Emir."
"Lho ... Emangnya Pak Irvan tau kalau aku nggak jadi nikah sama Emir."
Mikha mengedikan bahunya. "Bisa aja suami kamu yang bilang."
Keduanya duduk di kursi yang ada di taman tersebut. Mikha meletakkan beberapa cemilan yang ia beli diantara mereka berdua. Baik Mikha maupun Deviana, mereka pun segera membuka cemilan untuk di makan.
"Dia itu laki-laki gila!" Ucap Deviana setelah memasukkan cemilan ke dalam mulutnya.
"Bayangin aja, dia godain aku tau. Mesum banget." Ungkap Deviana. "Apalagi kalau kami lagi berdua. Pembahasannya dewasa mulu."
"Kalian 'kan memang udah dewasa. Terus suami istri lagi, apa salahnya coba."
"Aku takut tau. Dia gatel banget jadi cowok."
"Lho, kamu ini ya." Mikha pun tertawa mendengar curhatan dari rekan kerjanya itu. "Dia laki-laki udah punya istri, wajar dia gatel sama kamu. Beda hal kalau dia gatel sama perempuan lain, itu baru bandel, jahat. Atau dia sama sekali nggak gatel sama kamu. Berarti dia belok di persimpangan."
"Iiih, aku nggak peduli. Mau dia gay atau apapun itu. Tapi selagi dia mesum, aku nggak suka." Deviana menyeruput teh kotak yang ada di hadapan mereka sekarang.
"Kamu tau apa." Mikha pun menatap kearah depan. "Impian seorang wanita ketika udah nikah adalah memiliki bayi. Merasakan kehamilan dan melahirkan adalah anugerah paling besar. Ditambah dengan bonus mendapatkan sikap suami yang baik."
"Aku tau, Mik. Tapi aku akan hamil bukan karena lelaki itu. Aku benci dia."
"Coba kamu bayangin, Allah membatalkan pernikahan kamu dengan Emir karena ada Syafiq yang lebih baik dan pantas untuk kamu."
"Coba kamu bayangin, aku cerai dan nikah sama Pak Irvan ... Dia 'kan suka sama aku, jadi kalau aku cerai nanti. Aku akan terima dia. Aku nggak mau berurusan dengan keluarga Emir."
"Hati-hati, Ana. Nanti benci mu itu berubah menjadi sayang."
"Nggak akan!" Ucap Deviana dengan tegas. "Mana mungkin aku suka sama laki-laki seperti dia. Asal kamu tau aja, dia rela berbohong supaya aku kasian."
Deviana kembali memasukkan cemilan ke dalam mulutnya. "Masak dia bilang punya tumor, bercandanya aneh banget 'kan."
"Aku rasa kamu nggak boleh gitu deh. Harusnya kamu yang mikir, nggak mungkin dia bercanda tentang penyakit bahaya gitu."
"Ya terus kamu mau gimana?" tanya Deviana. "Percaya gitu aja?"
"Iya lah, dia 'kan suami kamu."
Deviana memutar bola mata malas. "Iya, iya, aku percaya!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments