Sepuluh

Syafiq mulai memasuki kamar mereka. Deviana yang tadinya sedang duduk di kursi meja rias sekarang berdiri menghadap lelaki itu. Tatapannya pun begitu sangat buas sekali, seperti ada dendam kepada Syafiq.

Deviana melangkahkan kakinya dengan cepat menghampiri Syafiq. Saat hendak menampar wajah Syafiq, tangannya langsung digenggam oleh lelaki itu.

"Lepasin tangan aku!"

Syafiq hanya diam saja dengan tatapan sendu menghadap gadis itu. Dia tidak mau melawan karena tau bagaimana caranya menghadapi Deviana.

"Lepas!" perintah Deviana lagi.

Karena tidak ada pergerakan apapun, Deviana mengangkat tangannya sebelah lagi. Kemudian hendak menampar Syafiq tetapi lelaki itu lebih dulu menggenggam tangannya.

Napas Deviana memburu. "Lepas atau aku akan teriak!"

Tiba-tiba saja tatapan Syafiq berubah tajam, satu kali pergerakan saja ia sudah mendorong Deviana hingga wanita itu terjatuh di atas ranjang.

Deviana hendak beranjak dari kasur tetapi dengan cepat Syafiq naik ke atas dan mengunci pergerakan wanita itu dengan cara menggenggam kedua lengan Deviana.

Deviana menggelengkan kepalanya dengan cepat karena mulai takut dengan sikap Syafiq sekarang. Terlebih lagi tatapan pria itu tidak seperti biasanya.

"Syafiq ... Jangan macam-macam kamu. Aku bisa teriak kalau kamu melakukan hal bodoh."

"Kenapa? Kamu takut?" tanya lelaki itu. "Kamu pikir aku akan kapok dengan sikap kamu yang kemarin?"

"Semakin kamu kurang ajar sama aku, aku akan membuat kamu semakin emosi."

"Lepasin aku! Aku mau keluar!" Bentak Deviana.

"Deviana ... Jangan kamu pikir aku enggak bisa marah. Kalau sikap kamu terus-terusan seperti ini. Maka kamu akan melihat muka dua dari diriku."

Deviana mengernyitkan keningnya karena tidak mengerti dengan ucapan suaminya.

"Kamu nggak lihat gimana sikap ku di depan orang tua mu dan sikap ku di depan kamu?" Lelaki itu tersenyum miring. "Kamu mau balas dendam kepada Emir melalui aku? Silakan kalau bisa!"

"Ternyata kamu sama aja kayak Emir. Munafik!"

"Jaga ucapan kamu!" Ucap lelaki itu. "Aku beda jauh dengan Emir. Sikap ku sekarang tergantung dengan situasi yang kamu berikan."

"Nghhh ... Lepas! Tangan aku sakit tau!"

"Hati-hati bermain dengan ku, Ana. Kamu sama sekali nggak kenal bagaimana sifat ku. Detik ini juga aku bisa menanamkan benih ku di rahim mu!" Ujar Syafiq dengan ketegasan.

"Kalau kamu melewati batasan mengerjai aku! Kamu akan tau akibatnya."

Cup!

Deviana membulatkan matanya saat lelaki itu mengecup wajahnya. Sementara Syafiq sudah kembali berdiri dan mengulurkan tangannya untuk memberikan bantuan kepada gadis itu.

"Aku nggak sudi menerima bantuan dari kamu!"

Deviana pun beranjak dari atas ranjang kemudian ia merampas tas kerjanya dan melenggang pergi dari hadapan suaminya.

Syafiq terkekeh geli memperhatikan gadis itu dari arah pintu kamar mereka.

"Ana, Ana ... Ternyata kamu bisa takut juga dengan tatapan ku tadi. Seumur-umur belum ada yang pernah lihat aku lagi marah."

"Ternyata aku bisa berakting juga." Ucap lelaki itu.

[] [] []

"Tadi malam kalian kemana?" tanya Andro.

Luna dan Syemir saling menatap satu sama lain ketika lelaki paruh baya itu bertanya dengan demikian. Padahal mereka sudah mencoba untuk diam-diam pergi ke luar.

"Eummm ... Ini, Ayah. Luna pengen makan buah. Jadi kami keluar."

"Pengen makan buah?" Putri menaikkan sebelah alis matanya. "Kamu ngidam?"

"Eh! Enggak, Umi. Mana mungkin Luna ngidam. Nikah aja baru." Ucap wanita itu membela dirinya sendiri.

"Ya siapa tau kalian sudah melakukan hubungan sebelum menikah. Secara tiba-tiba aja Emir membatalkan pernikahan."

"Yakin kalian cuma beli buah?" tanya Andro mencoba untuk memastikan.

"Iya, Ayah." Jawab Syemir berbohong. "Lagian kenapa Ayah tiba-tiba nanya gitu?"

"Ya enggak apa-apa ... Ayah heran aja, keluar rumah tapi mengendap-endap."

"Supaya Ayah dan Umi nggak bangun. Kan udah tengah malam juga."

"Kalian keluar tengah malam cuma mau beli buah. Kamu nggak bohongin kami lagi 'kan?" tanya Putri. "Atau jangan-jangan istri kamu ini memang lagi hamil."

"Astaghfirullah, Umi. Emir bersumpah Umi. Emir sama Luna nggak pernah melakukan hal buruk sebelum menikah."

"Hmmm ... Baguslah! Tapi kalau itu terjadi, kamu benar-benar sudah mencoreng wajah kami." Ucap wanita itu.

[] [] []

Siang hari tiba, Deviana masih sibuk membereskan berkas-berkas di atas meja. Dia begitu fokus pada pekerjaannya hingga tidak merasa bahwa ada pergerakan dari seseorang yang memasuki ruangannya.

"Ekhem ..."

Deviana mengernyitkan keningnya mendengar bunyi suara dari seorang pria. Saat ia menoleh, seorang lelaki tampan bertubuh tinggi besar sudah berdiri menatapnya.

"Syafiq! Kamu tau dari mana aku kerja di sini?"

"Kamu istriku. Kemanapun kamu pergi aku pasti akan tau."

Deviana sangat kesal mendengar perkataan lelaki itu. Rasanya label istri tidak cocok digunakan untuknya. Apalagi harus bersuamikan saudara dari mantan kekasihnya.

"Pergi kamu dari sini. Aku nggak mau orang-orang tau kalau—"

"Diam! Semua orang kantor mu sudah mengetahui bahwa aku adalah suami mu yang sah."

"Aku ke sini karena urusan pekerjaan. Aku baru tau ternyata kamu adalah sekretaris Pak Irvan. Aku dan Bos mu itu sedang melakukan kerja sama. Dia meminta ku untuk menemui sekretaris yang cantik ini." Ucap Syafiq dan mencolek hidung istrinya.

"Jaga ucapan mu. Jangan kamu pikir aku terbuai dengan ucapan mu itu. Dan satu lagi, Pak Irvan adalah pacarku." Ucapnya berbohong.

"Oke ..." Syafiq pun mendekati gadis itu, kemudian ia berdiri di belakang Deviana. "Coba ceritakan ... Semurah apa dirimu sampai Emir meninggalkan kamu?"

"Kamu jangan sembarang ya. Aku wanita baik-baik."

"Oh ya? Tadi kamu bilang ada hubungan dengan Pak Irvan. Sedangkan status mu adalah istriku."

Deviana hendak membalikkan tubuhnya tetapi Syafiq malah menahan pergerakan wanita itu dengan cara memeluknya dari arah belakang.

"Jangan kurang ajar kamu Syafiq. Lepasin aku!"

"Sayang ... Jangan berbohong kepada orang yang sering berbohong. Itu tidak akan mempan." Ucap Syafiq berbisik ditelinga Deviana.

"Aku bilang lepas!"

"Kita makan siang bareng ya."

"Aku nggak mau!" Tolak Deviana mentah-mentah.

"Baiklah ... Mungkin saatnya aku akan memberikan benih cintaku ku kepada mu. Di ruangan ini."

Deg!

Satu kali pergerakan tubuh Deviana sudah berada di hadapan suaminya. Saat ini mereka saling memandang.

"Sya-Syafiq ... Aku mohon, jangan macam-macam sama a-aku."

"Kalau kamu ketakutan seperti ini. Kamu sangat manis sekali."

"Jangan sentuh a-aku." Deviana memalingkan wajahnya saat lelaki itu semakin mendekatkan wajahnya kepada gadis itu.

"Mau makan siang atau aku yang makan siang di sini?"

"Oke ... Kita makan siang."

"Cantik banget istriku ini. Aku beruntung bisa menikah dengan kamu."

"Tapi aku enggak. Aku benci kamu dan keluarga mu."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!