Malam sudah tiba suasana rumah tidak ramai seperti biasanya. Deviana celingak-celinguk memperhatikan sekeliling mereka disaat dia dan kedua orang tuanya sedang makan malam.
"Suami kamu mana? Dia nggak makan?" tanya Kamal.
"Dia nggak ada di rumah ini, Pa. Mungkin lagi jalan sama pacarnya."
"Nggak boleh nuduh suami sembarangan. Syafiq lagi keluar sama Agung."
"Keluar kemana?" tanya Kamal.
"Main futsal, mereka 'kan udah janjian tadi."
Deviana menggelengkan kepalanya. "Ana heran sama Agung, kenapa sih dia bisa deket banget sama Syafiq. Padahal mereka baru ketemu."
"Tanya sendiri sama adik kamu." Sambung Ambar.
Ketiganya kembali mengunyah makanan. Sesekali Deviana memandangi kedua orang tuanya. Dia sangat bingung karena orang rumah begitu baik kepada Syafiq. Sedangkan semua orang tau bahwa saudara suaminya sudah membuatnya sakit hati.
Setelah beberapa menit berlalu ketiga orang itu duduk bersama di depan ruang tamu. Deviana sedang fokus pada layar laptopnya. Sebagai seorang sekretaris di sebuah perusahaan dia memiliki beberapa tugas yang belum selesai karena tertunda akibat acara pernikahannya tadi.
"Agung kemana sih, jam segini belum pulang." Batin Deviana.
Sesekali wanita itu menatap kearah jam dinding. Dia tidak tau bahwa tingkahnya diperhatikan oleh kedua orangtuanya.
"Nggak usah khawatir, Ana. Suami kamu nggak akan lari seperti Emir."
"Mama apaan sih. Ana khawatir sama Agung, dia 'kan paling jarang keluar malam."
"Dia sama Syafiq. Nggak mungkin mereka macam-macam diluar sana."
"Ana nggak peduli ya sama Syafiq. Ana cuma khawatir dengan Agung."
"Lagi bersembunyi dibalik nama adiknya," lirih Kamal.
"Mama, Papa! Ana serius ya, Ana nggak akan pernah terima Syafiq. Dia harus membayar semua sakit hati yang Abangnya berikan pada Ana."
"Assalamualaikum ..."
Tepat di jam setengah sepuluh malam Syafiq dan Agung pulang. Mereka berdua disambut hangat oleh orang rumah.
Cup!
Deviana membulatkan matanya ketika Syafiq tiba-tiba mengecup pucuk kepalanya. Hal itu membuat kedua orang tuanya dan juga Agung senyum-senyum sendiri melihat adegan romantis yang dilakukan oleh Syafiq.
"Kalian dari mana aja, Ana khawatir sama kamu."
"Mama! Ana 'kan udah bilang, Ana nggak suka diginiin."
Deviana beranjak dari tempat duduknya, sambil berjalan ia menghempaskan kakinya. Kali ini bukan karena orang tuanya selalu menggodanya dihadapan Syafiq, tapi karena laki-laki itu sudah berani menyentuhnya.
"Sebelum tidur, kalian makan dulu."
"Syafiq langsung ke kamar ya, Ma." Ucapnya dan berlalu pergi.
Agung duduk di dekat ibunya. Sambil membuka sepatu ia pun berkata. "Mama sama Papa tau. Bang Syafiq benar-benar beda dari Bang Emir ... Kayaknya Kakak nggak bakalan nyesel nikah sama Bang Syafiq."
"Kami juga berharap begitu, Gung." Timpal Kamal. "Tapi kamu tau sendiri 'kan, Kakak kamu itu gimana."
[] [] []
Saat Syafiq sudah menutup pintu kamar mereka. Dia tersenyum ketika Deviana menghampirinya.
Plak!
Syafiq mengusap wajahnya setelah ditampar oleh gadis itu.
"Itu balasan karena kamu udah berani mencium aku."
"Apa salahnya aku melakukan itu? Kamu istriku."
"Istri! Kamu harus ingat Syafiq, aku benci kamu dan keluarga kalian ... Setelah aku berhasil menghancurkan kamu dan Emir, aku akan cerai dengan kamu "
Syafiq menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Jangan kamu sebut itu di depanku. Kita nggak akan cerai."
"Nggak akan kamu bilang?" tanya Deviana.
"Iya, aku nggak akan pernah menceraikan kamu."
Plak!
Syafiq kembali mendapatkan tamparan di wajah. "Jangan pernah kamu lakukan itu lagi. Aku merasa kotor karena udah di cium sama kamu."
Deg!
Deviana gugup saat tangan Syafiq sudah berada di kedua sisi bahunya. Pria itu mendorong Deviana ke belakang hingga keduanya terjatuh di atas kasur.
"Sya-Syafiq ... Kamu jangan macam-macam."
Napas Syafiq memburu, dia tidak terima karena wanita itu menamparnya sebanyak dua kali.
Tatapannya sangat tajam membuat Deviana semakin panik. "Ka-kalau kamu kurang ajar. A-aku akan teriak."
"Teriak! Teriak sepuasnya! Kamu pikir aku takut?" tanya Syafiq dengan nada suara yang cukup tinggi.
"Kamu istriku! Teriak aja! Aku punya alasan sendiri kalau Papa sama Mama mempertanyakan keributan kita."
"Ka-kamu mau apa?" tanya Deviana ketika wajah Syafiq mulai mendekat.
"Syafiq aku mohon, aku nggak mau. Jangan! Jangan sentuh aku."
"Takut?" bentak Syafiq.
Syafiq segera menghindar dari tubuh wanita itu. "Jangan sekali-kali kamu jadi jagoan di depanku. Malam ini juga aku bisa mengambil kehormatan mu."
Syafiq melepaskan sepatu futsalnya, dia pun berlalu pergi masuk ke dalam kamar mandi.
Deviana mencoba untuk menahan diri agar tidak emosi. Napasnya memburu melihat kelakuan Syafiq hari ini.
Wanita itu menoleh kearah pintu kamar mandi. "Kamu main-main sama ku ya. Kita lihat siapa yang akan sengsara di dalam pernikahan ini."
Deviana mendekat kearah kamar mandi, detik berikutnya dia mengunci pintu agar Syafiq tidak bisa keluar. Baru saja dia hendak berbalik badan, gagang pintu sudah bergerak.
"Ana!"
Deviana tertawa puas. "Rasain kamu, makanya jangan main-main sama ku."
"Buka Ana!"
"Buka aja sendiri. Kamu akan mati kelaparan di kamar mandi ini."
"Buka!"
"Enggak. Kamu harus ingat, aku perempuan penuh dendam dengan keluarga mu "
"Ana, buka!!!" Syafiq terus-menerus menggedor-gedor pintu kamar mandi.
"Selamat malam Syafiq. Aku mau tidur."
"Jangan sampai aku emosi Ana! Kalau aku keluar kamu akan menyesal."
"Berisik!!!"
Deviana mengambil earphone dan memasang musik sekeras mungkin agar dia tidak mendengar teriakan dari suaminya dari dalam kamar mandi.
[] [] []
Jam menunjukkan pukul setengah tujuh lewat. Deviana sedang sarapan pagi bersama keluarganya. Terlihat Ambar sudah sibuk untuk menyiapkan makanan kepada keluarga kecilnya.
"Ana, suami kamu mana?"
"Istirahat, Pa. Kayaknya kecapekan."
Ambar menatap putrinya sambil senyum-senyum. "Memangnya kalian ngapain kok sampai kecapekan?"
"Ya ... Tadi malam 'kan Syafiq main futsal sama Agung. Ya pasti kecapekan lah."
"Kak ... Kakak tau, Bang Syafiq beda banget sama Bang Emir."
Deviana mengunyah makanannya sambil mendengarkan perkataan adik laki-lakinya.
"Kakak harus bersyukur punya Bang Syafiq ... Kemarin di tempat futsal ada yang minta kenalan sama Bang Syafiq, tapi dia malah nunjukin cincin pernikahannya."
Seketika saja Deviana menghentikan aktifitasnya makannya. Dia menoleh kearah bawah melihat jari manisnya yang terpasang cicin pernikahan.
"Kamu harus bersyukur, Ana. Mama juga bisa lihat, Syafiq emang beda dari Emir."
"Betul ... Dari cara ngomongnya aja keliatan. Beda sama Bang Emir, dia selalu membanggakan dirinya."
"Udah, ah ... Masih pagi malah bahas laki-laki nggak guna itu. Nanti dibilang lagi aku yang nggak bisa lupain dia. Padahal kalian yang membahas sendiri."
"Pas banget, Ma ... Kakak emosian, Bang Syafiq pendiam, penyabar."
"Pendiam apaan, kasar gitu." Lirih Deviana.
Ketiganya menatap Deviana sambil memperlihatkan senyuman simpul. Wanita itu menggelengkan kepalanya, dia yakin bahwa orang-orang yang bersamanya saat ini sudah salah paham dengan ucapannya tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments