Empat

Siang ini Syafiq sedang menemani ibunya di dapur. Wanita itu tengah memasak makanan untuk makan siang. Baru satu hari berlalu Putri sudah merindukan kehangatan seperti ini. Karena biasanya kedua putranya akan menemaninya memasak ketika Syafiq dan Syemir sedang tidak bekerja.

"Mending kamu pulang, ajak istri kamu ke sini."

"Nantilah, Mi. Suasana hati semua orang lagi nggak baik, yang ada tambah masalah."

"Fiq."

"Hmmm ..."

Sekilas Putri memandang Syafiq, dan ia kembali melakukan aktifitasnya untuk mengiris beberapa siung bawang.

"Gimana malam tadi?" tanya wanita berkerudung itu.

"Gimana apanya, Mi?" tanya Syafiq.

"Malam kamu sama Ana."

"Ya ampun ... Sampai ke sana Umi mikirnya." Syafiq menggeleng dengan perlahan.

"Ya siapa tau kalian berdua khilaf."

"Umi nggak perlu mikirin itu."

"Lho, kenapa enggak? Umi 'kan juga pengen cepat-cepat dapat cucu."

"Umi ku sayang ... Anak mu ini menikah secara mendadak. Dan Syafiq sama Ana nggak saling kenal, nggak pernah komunikasi ... Umi malah mikir kalau Syafiq udah melakukan-" Syafiq kembali menggeleng pelan menghentikan ucapannya.

Putri menghentikan pekerjaannya, dia menatap Syafiq dengan seksama.

"Umi ngapain lihatin Syafiq segitunya? Umi jangan paksa Syafiq harus melakukan-"

"Syafiq."

Ucapan pria itu langsung terhenti.

"Kamu nggak ada niat untuk mengakhiri pernikahan kalian?"

"Umi ada-ada aja. Fiq memang nggak cinta sama Ana, dan Ana pun juga sama ... Tapi Fiq nggak kepikiran untuk cerai."

"Kalau Ana yang memintanya?"

Syafiq terdiam sejenak.

"Apa kamu akan tetap mempertahankan semuanya?"

"Syafiq akan-"

"Assalamu'alaikum ..."

"Waalaikumsalam ..." Jawab Syafiq dan Putri secara serempak.

"Emir!"

Putri menghampiri laki-laki yang sedang berdiri di depan dapur. Lelaki itu pun memperlihatkan senyuman manis untuk ibundanya. Pandangan tajam Putri mengarah pada Luna.

Plak!

"Ma," lirih Syafiq.

Syemir mengusap wajahnya ketika tamparan itu mengenai pipinya.

"Dua puluh delapan tahun adik mu hidup, dan dia selalu mendapatkan masalah karena ulah mu."

Saat tamparan kedua akan mengenai wajah Syemir, lengan wanita itu digenggam oleh putra ke duanya. "Jangan, Umi. Jangan diperpanjang lagi."

"Lihat! Dari dulu adikmu lebih berpikir dewasa dibandingkan kamu."

"Mi, udah."

"Kamu berharap apa?" tanya Putri menatap Luna. "Kamu berharap jadi menantu?"

"Maafin Luna, Umi."

Putri tersenyum miring. "Umi." Lirihnya.

"Maafin Emir, Mi. Emir memang salah."

Putri membalikkan tubuhnya, dia kembali melanjutkan pekerjaannya untuk memasak.

"Umi lagi marah, lebih kamu bawa istri mu ke kamar. Jangan tambahin beban pikiran Umi."

"Maafin aku, Fiq. Aku tau, aku banyak salah."

Syafiq pun juga sama, dia berlalu pergi dari hadapan kedua orang itu. Dia masih kecewa pada saudaranya yang selalu membuatnya terikat dalam permasalahan.

[] [] []

Makan siang sedang berlangsung, tidak ada obrolan apapun dari keempat orang itu. Luna merasa canggung berada di keluarga suaminya, dia seperti seorang tamu yang tidak diinginkan kehadirannya oleh siapapun.

Syafiq Mahadewa malah kasian kepada saudaranya. Ibu mereka sama sekali tidak memperlihatkan kesukaannya dengan kehadiran kedua orang itu.

"Eummm ... Kamu kenapa nggak kerja?" tanya Syafiq. "Kasian Ayah sendirian di kantor."

"Aku pikir kamu kerja hari ini." Sambung Syemir.

"Terus kamu akan pindah dari rumah ini?"

"Enggak ... Kita 'kan udah janji, kalau kita berdua sudah memiliki rumah tangga. Kita nggak boleh meninggalkan Umi sama Ayah." Lirih Syemir. "Itu janji kita sama Ayah dan Umi ... Tapi kalau mereka nggak mengizinkan aku tinggal di sini, aku nggak bisa berbuat apa-apa lagi."

Syemir dan Syafiq memandang ibu mereka yang tengah mengunyah makanan. Wanita itu sadar atas apa yang dilakukan kedua anaknya namun dia enggan menatap satu persatu dari mereka apalagi pada Syemir.

"Nggak usah pergi, masak mau ingkar janji." ujar Syafiq.

"Terus kamu?" tanya Syemir. "Tadi kami ketemu sama Ana di mall."

"Masak sih, tadi aku tinggalin dia di kamar."

"Kalau kamu nggak percaya tanya aja sama istriku."

Sekilas Syafiq memandang iparnya. "Tadi dia sempat bilang keluar, tapi dia nggak bilang pergi kemana."

"Oh," lirih Syemir.

[] [] []

Acara makan siang sudah selesai, pasangan suami istri itu sedang berada di dalam kamar. Luna tidak tau apa yang akan terjadi pada dirinya ketika orang tua laki-laki dari suaminya sudah pulang.

Dalam bayangannya dia akan di usir secara paksa oleh kedua orang tua suaminya.

"Sayang ..."

"Iya sayang."

Luna menghampiri suaminya yang duduk di atas ranjang. "Kenapa hm?"

"Kamu rasa siapa yang bohong. Syafiq atau Ana?"

"Maksud kamu apa?"

"Sekarang gini ... Kita ketemu sama Ana, kamu sendiri udah denger dia mau membalaskan dendamnya melalui Syafiq. Tapi Syafiq bilang Ana udah izin keluar sama dia."

"Oh, iya. Aku baru sadar, Mas."

"Bingung 'kan."

Luna menganggukkan kepalanya. "Mas khawatir sama Syafiq ya?"

"Khawatir lah ... Aku sama sekali nggak pernah berniat buruk dengan adikku itu. Tapi nggak tau kenapa setiap kali aku berbuat masalah pasti imbasnya ke Syafiq."

Luna mengelus lengan suaminya dengan penuh kelembutan. "Mas nggak usah nyalahin diri sendiri. Ingat, ada Allah yang sudah mengatur semuanya."

[] [] []

Setelah mengambil beberapa pakaiannya, Syafiq harus pulang lagi ke rumah mertuanya. Lagi pula tidak baik jika suami istri berpisah atap, walaupun keduanya tidak saling mencintai.

Sesampainya Syafiq di rumah itu, dia segera masuk ke dalam. Namun rumah terlihat sepi, hanya ada Deviana yang sedang duduk di sofa sambil menonton televisi.

"Assalamualaikum ..."

Deviana menoleh kearah bunyi suara, bukannya menjawab dia malah kembali fokus pada aktivitasnya.

Syafiq menggelengkan kepalanya, dia harus bisa sabar menghadapi wanita itu demi janjinya pada orang tuanya bahwa dia tidak akan mengakhiri pernikahan mereka.

Setelah dari dalam kamar Syafiq menghampiri istrinya di ruang tamu. Dia ikut duduk di sana tetapi tidak satu sofa dengan istrinya.

"Mama mana?"

Syafiq harus menghela napasnya demi menahan emosi pada gadis itu. Karena pertanyaan tidak dijawab oleh Deviana.

"Pantes kamu ditinggal sama Emir. Ditanya nggak jawab."

"Kamu bilang apa tadi?" tanya Deviana.

Kini giliran Syafiq yang tidak merespon wanita itu. Dia menatap layar televisi seolah-olah tidak sedang bersama siapapun.

"Syafiq!"

Karena kesal Deviana menghampiri Syafiq, dengan cepat pergerakan gadis itu bisa diketahui oleh Syafiq. Hingga Syafiq bisa menepis tangan Deviana yang hampir saja menampar wajahnya.

"Kamu mau apa?" tanya Syafiq.

"Lepasin tangan aku."

"Masalah mu dengan Emir. Jangan sekali-kali kamu mengangkat tangan kepada ku."

"Iya ... Masalah ku dengan Emir, dan aku akan membuat kamu menebus segala kesalahannya."

Syafiq tersenyum simpul menatap gadis itu.

"Lepasin tangan aku."

"Coba aja kalau bisa."

Deviana mencoba untuk melepaskan genggaman Syafiq pada lengannya. Sekuat tenaga ia melakukan itu namun sia-sia karena tenaganya tidak sekuat Syafiq.

"Lepas!" bentak Deviana.

Syafiq pun menarik kedua tangan Deviana hingga wanita itu menimpa dirinya. Beberapa detik lamanya mereka terdiam. Hingga pada akhirnya Syafiq lengan dan Deviana bisa melarikan diri.

Terpopuler

Comments

Happy Kids

Happy Kids

tapi kalian ga punya adab

2025-02-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!