Tiga

Syafiq pulang ke rumah berniat untuk mengambil beberapa bajunya. Hanya ibunya ada di sana karena orang tua lelakinya sudah pergi ke kantor.

Sebelum itu Syafiq duduk di sofa termenung memikirkan kehidupannya. Dia masih belum terima dengan apa yang telah terjadi kepadanya. Apalagi mengingat kata-kata dari Agung, bahwa istrinya itu akan membuatnya hancur karena ulah Syemir.

"Syafiq."

"Eh, Umi ... Lagi ngapain, Mi?" tanya Syafiq.

"Baru selesai nyuci piring." Putri duduk tepat di samping putranya, sejenak dia mengelus kepala Syafiq. "Lagi mikirin apa?"

"Nggak mikirin apa-apa, Mi."

"Istri kamu kemana? Nggak di ajak sekalian?"

"Enggak, Mi."

"Semuanya baik-baik aja 'kan?" Putri menatap anaknya begitu dalam, raut wajah dari Syafiq sangat terlihat bahwa pria itu sedang banyak beban pikiran.

"Dibilang baik juga enggak, Mi. Umi sendiri tau ini pernikahan terpaksa."

"Jangan ngomong gitu ... Umi dan Ayah bangga sama kamu, kamu nggak pernah mengecewakan kami."

Syafiq celingak-celinguk memperhatikan sekeliling mereka. "Emir mana?"

"Dia belum pulang ... Kami udah coba menghubungi dia, tapi nggak ada jawaban apapun."

"Lho ... Terus Ayah ke kantor sendiri dong."

"Ya mau gimana lagi."

Syafiq menghembuskan napasnya dengan kasar. "Ya udah deh ... Syafiq siap-siap dulu, kasian Ayah sendiri kerja."

"Nggak usah, Fiq ... Ayah kamu juga bilang tadi kalau kamu nggak perlu ke kantor dulu."

Syafiq mengernyitkan keningnya.

"Kami mau kamu sama Ana mengobrol lebih dalam dulu. Supaya kalian saling mengenal satu sama lain."

"Nggak ada yang perlu kami bicarakan lagi, Mi. Biarkan pernikahan ini berjalan dengan sendirinya."

"Maafin kami ya. Kamu pasti kecewa sama kami."

"Udahlah, Mi ... Ini semua juga bukan kesalahan Umu ataupun Ayah. Bahkan Syafiq nggak kepikiran untuk menyalahkan Emir. Ini semuanya takdir."

"Nanti kalau ada apa-apa dengan rumah tangga kamu bilang sama kami ya."

"Nggak usah khawatir, Mi. Semuanya akan baik-baik aja kok."

[] [] []

Ditempat lain seorang wanita sudah berpakaian rapi, banyak sekali hal yang menggangu pikirannya. Wanita itu harus pergi berjalan-jalan untuk menghilangkan stresnya.

Begitu Deviana keluar dari dalam kamarnya, gadis itu bertatapan dengan ibunya yang sedang duduk di sofa. Dengan perlahan Deviana melangkah kearah pintu depan.

"Mau kemana kamu, Ana?"

"Keluar, Ma. Jalan-jalan," jawab gadis itu.

"Ana ... Kamu jangan macam-macam diluar, ingat kamu sekarang udah jadi istri orang."

"Ana ingat kok, Ma. Bahkan Ana juga ingat kalau pernikahan ini cuma pemaksaan."

"Ana!"

Ambar berdiri menatap anak perempuannya yang sudah hendak keluar dari dalam rumah.

"Kamu masih marah sama kami karena pernikahan kamu dengan Syafiq?"

"Udahlah, Ma. Pernikahan udah terjadi, itu yang kalian mau."

"Ana ... Kamu harus belajar melupakan Emir, sekarang Syafiq adalah suami kamu yang sah."

"Tanpa Mama bilang Ana memang udah melupakan Emir. Tapi sakit hati Ana sama laki-laki itu nggak akan Ana lupakan."

"Mami mohon Ana. Jangan dendam dengan orang lain sayang. Kamu nggak akan bahagia kalau memiliki dendam di hati."

"Dari kemarin kebahagiaan Ana memang udah hancur."

"Ana, terima Syafiq dengan baik sayang."

"Udahlah, Ma. Ana pergi dulu."

Deviana melenggang pergi dari hadapan ibunya. Ambar khawatir dengan pengakuan dari anak laki-lakinya bahwa Deviana akan membalas dendam pada Syafiq demi memenuhi sakit hatinya dengan Syemir.

[] [] []

"Sayang, bangun."

"Hmmm ..."

Syemir masih tertidur hingga saat ini, rasanya sangat lelah sekali setelah melewati malam panjang bersama istrinya.

"Hei, bangun. Katanya mau pulang hari ini," ucap perempuan itu mengelus-elus kepala Syemir.

Luna masih mengenakan handuk kimono di tubuhnya, dia pun baru saja menyelesaikan ritual mandinya. Wanita itu mencoba untuk mengangkat tubuh Syemir agar lelaki itu segera bangun.

"Bangun sayang. Udah jam sepuluh tau."

Syemir pun membuka matanya menatap sang istri, ia menampilkan senyuman manisnya pada wanita itu. "Kenapa hm?" tanyanya.

Dengan perlahan Syemir duduk menghadap wanita itu, ia menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya saat ini. Tangan lembut Luna mengelus pelan lengan suaminya.

"Gimana tidurnya, nyenyak?"

Bukannya menjawab, Syemir malah senyum-senyum sendiri sambil terus menatap sang istri.

"Ngapain senyum-senyum?" tanya Luna malah malu-malu.

"Makasih ya buat tadi malam."

"Iya ... Sekarang kamu mandi, katanya mau ngajak aku pulang ke rumah."

"Eummm ... Menurut kamu waktunya udah pas nggak kalau hari ini aku bawa kamu pulang ke rumah?"

"Aku sih ngikutin kamu aja. Kalau kamu rasa belum siap, aku nggak apa-apa kok."

Syemir menghembuskan napasnya dengan perlahan, kemudian ia memajukan wajahnya kearah wanita itu.

"Mau ngapain?" tanya Luna mendorong dada Syemir.

Lelaki itu malah memberikan senyuman nakalnya.

"Udah, udah. Mendingan kamu mandi sekarang, aku mau masak dulu."

"Hmmm ... Oke sayang."

[] [] []

Sama seperti dulu-dulu, Deviana terlalu mandiri untuk semua hal, apalagi dalam hal kecil seperti jalan-jalan. Sudah biasa ia melakukannya, bahkan sampai ke luar negeri pun ia jalani sendirian tanpa adanya teman. Tidak ada yang menarik untuk saat ini kecuali jalan-jalan membahagiakan diri sendiri.

Deviana yang tadinya bahagia sekarang malah ingin segera pergi dari tempat itu. Dia melihat mantan calon suaminya jalan dengan seorang wanita.

"Emir!!!"

Pemilik nama pun membalikkan tubuhnya, begitu juga dengan seorang wanita yang ada di sampingnya.

"Ana, Mas."

Luna menggenggam lengan suaminya. Melihat posisi itu Deviana menghampiri keduanya.

Plak!

Di keramaian pusat perbelanjaan Deviana menampar wajah Syemir. Dia tidak terima dengan perlakuan laki-laki itu.

"Ngapain kamu nampar suami aku?"

"Diam! Aku nggak ada urusan dengan kamu." Ucap Deviana dengan tegas. "Tega kamu, Emir. Kamu lari di hari pernikahan kita. Apa kamu nggak mikirin gimana aku?"

"Ana, cukup! Semuanya udah berlalu, kita udah nggak ada urusan lagi."

"Kamu dengerin aku!" Deviana menunjuk wajah pria itu. "Aku akan balas dendam melalui adik mu."

"Jangan kamu ganggu Syafiq. Dia nggak ada kaitannya dengan kita berdua."

"Oh, ya." Senyum sumringah terlihat jelas di bibir wanita itu. "Emir, Emir ... Ternyata kamu belum tau ya, karena ulah kamu, Syafiq mendapatkan masalah."

Syemir semakin tidak mengerti dengan ucapan Devina.

"Aku sudah menjadi istri adik mu."

Lelaki itu membulatkan matanya karena dia sama sekali tidak mengetahui kabar tentang hal itu. Setelah kejadian hari kemarin dia tidak lagi mengaktifkan ponselnya.

"Masalah mu dengan ku, bukan dengan Syafiq."

"Kenapa enggak? Syafiq adik mu." Tidak henti-hentinya Deviana memberikan senyuman kepada pria itu. "Emir ... Sakit hati ku akan ku bawa sampai mati. Kalau aku nggak bisa menghancurkan kamu, aku akan menghancurkan adik mu."

Deviana melenggang pergi begitu saja, Syemir mengusap wajahnya begitu kasar. Sudah berkali-kali Syafiq mengalami masalah karena dirinya, dan sekarang masalah besar akan menghampiri Syafiq lagi.

"Udah sayang. Kamu jangan pikirin wanita itu lagi." Luna mengelus-elus lengan suaminya.

"Umi sama Ayah pasti marah besar sama aku. Apalagi Syafiq, aku sering membuatnya masuk ke dalam masalah ku."

"Tenang aja ... Kayaknya dia cuma ngancem kamu deh. Nggak mungkin dia menyakiti suaminya sendiri."

"Kita harus ke rumah sekarang."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!