Dua

Ceklek!

Pintu kamar mandi terbuka lebar, Deviana memandangi seorang laki-laki yang tengah termenung di balkon kamar tidur. Bukannya menyapa dia bahkan langsung naik ke atas ranjang.

Syafiq menoleh ke dalam kamar ketika terdengar suara pergerakan dari seseorang. Dia menghampiri wanita itu untuk mengajaknya mengobrol.

"Ana."

"Syafiq diam! Kamu harus ingat, aku melakukan ini semua karena nggak mau membuat orang tua ku malu."

"Kamu pikir aku—"

"Ya ... Aku memang berpikir kalau kamu dan Emir sedang mencoba mempermainkan aku."

Syafiq menggelengkan kepalanya, ia semakin mendekati Deviana.

"Cukup! Jangan melangkah lagi." Larang Deviana. "Kamu harus ingat, di depan semua orang kita suami istri. Tapi ketika sedang berdua, kita adalah musuh."

Syafiq mengerutkan keningnya. "Ha! Aku bahkan nggak kepikiran untuk menganggap kamu sebagai musuhku."

"Oh, ya? Bagus sekali drama yang kalian lakukan saat ini."

"Ana—"

"Diam! Pernikahan kita cuma di atas kertas. Tidak ada malam pertama, tidak ada anak, tidak ada cinta."

"Kamu tau nggak ucapan kamu itu sama dengan menghina keistimewaan ijab kabul."

"Syafiq, Syafiq! Kamu berharap apa dengan pernikahan kita ini?" tanya Deviana. "Malam pertama?"

Deviana tersenyum miring ke arah lelaki itu. "Kamu salah Syafiq ... Aku tidak ikhlas melihat Emir bahagia. Dengan begitu aku akan balas dendam kepada saudara mu melalui kamu!"

Tatapan Deviana begitu tajam kearah Syafiq. Laki-laki itu mencoba untuk tenang dalam kondisi seperti ini. Kalau mengikuti kata hati, malam ini juga dia bisa menceraikan istrinya.

"Aku akan pastikan kamu sendiri yang akan memintaku."

Deviana tersenyum miring, dia pun menarik selimut dan menutup seluruh tubuhnya. "Jangan mimpi! Jangan tidur di tempat ku. Silakan tidur dibawah ataupun di luar kamar."

Syafiq mengerjapkan matanya. Rasanya sakit sekali setiap kalimat yang dilontarkan oleh gadis itu.

Tetapi dia tidak ingin mengecewakan orang tuanya. Dia juga bertekad untuk membuktikan pada Syemir Pahlevi bahwa pernikahan mereka ini akan berjalan dengan lancar.

[] [] []

Menjelang pagi hari Deviana terbangun lebih dulu. Betapa kagetnya dia melihat seorang pria tertidur tepat di sampingnya. Bahkan mereka tidak ada jarak sama sekali.

"Syafiq!"

Bugh!

Sungguh tega Deviana menendang pria itu hingga Syafiq terjatuh ke lantai. Syafiq terbangun dari tidurnya akibat ulah Deviana.

"Kurang ajar kamu. Kamu mau macam-macam sama aku?"

"Ana ... Jangan samakan aku dengan Emir. Aku masih ingat dengan perkataan mu dan janji ku ... Aku tidak akan pernah menyentuh mu sampai kamu sendiri yang akan memintanya."

Syafiq kembali memalingkan wajahnya ketika ia dilempar oleh wanita itu menggunakan bantal. "Jangan harap kamu akan mendapatkannya. Aku benci kamu Syafiq, aku benci keluarga kalian."

Syafiq berlalu pergi begitu saja, waktu subuh sudah beberapa menit berlalu. Dia harus segera melaksanakan sholat seperti biasa.

Sepanjang Syafiq sholat, Deviana menangis sesenggukan. Dia masih belum terima atas kejadian yang sudah membuat hidupnya hancur.

"Lebih baik kamu menangis dalam posisi sholat. Mungkin itu akan lebih baik."

"Diam kamu!"

Bugh!

Lagi-lagi Deviana melemparkan bantal pada pria itu hingga peci yang dikenakan oleh Syafiq terlepas.

"Kamu tau, Ana ... Walaupun kamu membenci pernikahan kita. Kamu akan tetap mendapat dosa karena sudah melakukan itu kepadaku."

"Ah ... Aku benci keluarga kalian."

"Aku akan berdoa pada Allah agar kamu tidak mendapatkan dosa setelah melakukan kekerasan pada ku."

"Kamu dengerin aku ... Sampai aku berhasil menghancurkan keluarga kalian. Aku akan meminta cerai dengan kamu."

"Dan akan aku pastikan, kata cerai tidak akan pernah terwujud dalam hidup mu."

[] [] []

Makan pagi sedang berlangsung, Syafiq sama sekali tidak merasa dia sedang berada di tempat asing. Dikarenakan Ambar memberikan perhatian padanya dengan menyiapkan makanannya.

"Ana ... Kamu jangan kurang ajar sama Syafiq."

"Maksud Mama apa?"

"Kamu pikir Mama nggak tau tadi pagi kamu bentak-bentak Syafiq. Kamu harus ingat, Syafiq adalah suami kamu saat ini."

"Enggak! Kalau Ana nggak memikirkan tentang harga diri Mama sama Papa di depan orang-orang, Ana nggak akan pernah menerima laki-laki ini."

"Deviana! Dengan kamu bersikap seperti ini, sama aja kamu sedang mempermalukan Papa dan Mama di depan suami mu."

"Dia bukan suami ku!"

"Ana!!!"

"Mas." Lirih Ambar saat suaminya berdiri. "Duduk."

Deviana mendorong piringnya ke depan, dia pun segera berlalu pergi dan tidak jadi sarapan pagi.

"Syafiq ... Kami bermasalah dengan Emir, bukan dengan kamu ... Jadi kalau Ana kurang ajar seperti tadi, kamu bisa ajarkan dia cara menjadi istri yang baik."

"Pa, Ma ... Agung mau ngomong sesuatu."

Keduanya menatap anak lelaki mereka.

"Sebenarnya kemarin Kak Ana bilang, dia akan balas dendam dengan Bang Emir melalui Bang Syafiq."

Ambar dan Kamal saling memandang, sikap anak perempuan mereka itu memang sangat keras kepala. Akan sulit rasanya jika dinasehati dalam keadaan yang sudah berantakan ini.

"Selanjutnya kamu akan ngapain?" tanya Kamal.

"Hari ini Fiq mau pulang ke rumah sebentar."

"Bawa istri kamu sekalian. Dendamnya dengan Emir, jadi dia nggak boleh mengabaikan kamu karena kalian sudah suami istri."

"Nggak apa-apa, Pa ... Fiq tau ini semuanya bukan kemauan kita. Fiq juga nggak mau memaksa Ana."

"Kalau Abang nggak keras sama Kakak. Kemungkinan besar Kakak akan menginjak-injak harga diri Abang." Sambung Agung.

Syafiq terdiam tanpa berkata apa-apa, penuturan dari adik iparnya memang sangat betul. Tetapi dia harus bisa meluluhkan gadis itu, barulah dia bisa mengajarkan kebaikan pada Deviana.

"Abang ada kerjaan nggak?" tanya Agung.

"Ada."

"Oh, ya udah lah."

"Kenapa?" tanya Syafiq sekilas memandang Agung.

"Aku rencana mau ajak Abang futsal."

"Sore boleh, tapi kalau pagi sampai siang Abang nggak bisa."

"Kalau malam?" tanya Agung. "Jadwal yang aku booking malam hari."

"Lebih bisa lagi." Sahut Syafiq.

"Oke ... Berarti nanti malam ya, Bang. Biar aku kabarkan sama temen-temen."

"Siap."

Kembali mereka melanjutkan makan pagi. Agung sangat senang dengan kehadiran Syafiq, tidak seperti Syemir yang selalu banyak alasan ketika diajak untuk lebih dekat lagi.

Ambar dan Kamal sangat senang karena Agung tidak ikut-ikutan membenci laki-laki itu. Bahkan sebaliknya mereka berdua terlihat begitu akrab sekali.

"Abang 'kan mau pulang. Aku ikut, minta tolong nanti singgah di kampus."

"Boleh dong."

"Berarti kamu nggak mau ajak Ana sekalian?"

"Nggak usah, Ma. Nanti yang ada dia malah marah lagi."

"Ya sudah ... Janji sama kami jangan pernah ada kata cerai dalam pernikahan kalian. Mama nggak mau karena keegoisan Ana, dia menjanda dengan alasan yang nggak masuk di akal."

"Mama sama Papa tenang aja ... Jujur, Fiq juga masih belum percaya dengan semua ini. Tapi Fiq yakin ini adalah ketentuan Allah. Dia sudah menakdirkan Syafiq dengan Ana."

Pasangan suami istri itu merasa senang, keputusan mereka menikahkan Deviana dengan Syafiq sudah sangat benar. Terlihat dari cara Syafiq berbicara memang dia sangat berbeda dengan Syemir Pahlevi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!