Wek!

"Nduk, kamu setuju saja dengan ajakan Gus Rahman dan Neng Aisyah. Ini demi kabaikanmu! Apa salahnya tah, jika kamu ikut mengaji? Emak sangat setuju jika kamu belajar agama lebih dalam lagi. Emak sudah tua, dan tidak mungkin mengajari kamu membaca Alqur'an. Emak dulu kecewa, hanya menyekolahkan kamu saja, tanpa mendidik kamu menjadi wanita yang suka mengaji," ujar Bu Darmi dengan nada keibuan.

Beliau ingin anak semata wayangnya menjadi wanita Sholehah dan cepat mau menikah.

Yolanda menarik nafas dalam-dalam. Ia mulai memutuskan keputusannya. "Baiklah, saya ikut mengaji di rumahnya Kyai Rozak. Tapi jika Yolanda tidak lelah dan sudah pulang kerja. Kalau aku lelah, lebih memilih tidur," jawab Yolanda dengan kalem.

Ia mau mengaji untuk menggali ilmu agama yang masih setipis tisu.

Melihat Aisyah berhijab, tergerak hatinya untuk ikut memperdalam ilmu agamanya yang masih nol.

Gus Rahman tersenyum tulus. "Alhamdulillah. Ini adalah sebuah hidayah dan nikmat dari Alloh. Ibu Darmi, berkat doa dan perjuangan Ibu, Yolanda mau mengaji. Kalau bisa, besok bisa ke rumah Abah Rozak. Kami siap menanti Neng Yolanda. Yasudah, ini sudah malam, saya dan Aisyah pulang dulu. Terima kasih sudah percaya dengan kami."

Karena Yolanda mau mengaji dan belajar ilmu agama, anak keturunan Kyai kondang tersebut pamit pulang dan akan mengantar Aisyah sampai ke rumah. Ia tidak mau seorang wanita pulang sendirian di waktu malam.

Yolanda melihat dari ambang pintu Aisyah dan Gus Rohman berjalan secara beriringan menuju rumahnya masing-masing.

'Aisyah kok bisa kenal sama anaknya Kyai Rozak? Dari wajahnya, ia menyukai Gusnya tadi. Emang tampan sih? Tapi, apa dia punya uang satu miliar? Ah ... bodo amatlah. Aku ngantuk mau tidur,' batin Yolanda yang sempat membayangkan wajah Gus Rahman yang tampan.

Mengetahui netranya sudah tidak bisa dikompromi, ia mulai mencuci kaki dan tangannya. Setelah selesai ia pamit pada emaknya untuk tidur. Badannya terasa pegal. Netranya tidak bisa dikompromi.

Yolanda mulai tertidur.

***

Pagi pun tiba. Hari ini adalah hari Minggu. Di mana Yolanda libur mengajar Bahasa Inggris.

Yolanda akan memanaskan masakan ikan patin yang kemarin masih banyak.

"Nduk, kamu ikut Emak ke sawah tidak? Emak mau panen ini. Nanti antar Emak ke sawah sambil bawa bekal ya?"

Hari itu kebetulan Yolanda akan menemani Sang Emak ke sawah untuk membawa bekal makanan. Karena di sawah banyak orang yang kerja yang sudah digaji oleh Emak Darmi.

Selain membuat ikan patin, ia juga membuat sayur semur jengkol, sambal terasi dan kerupuk udang. Tidak lupa, Yolanda membuat teh manis satu teko.

Tidak lama masakan yang dibuat Yolanda telah selesai. Akhirnya ia mulai ke ladang bersama Sang Emak.

Lima belas menit kemudian, Emak dan Yolanda sudah sampai di ladang.

"Nduk, kamu tidak perlu ikut bekerja. Yang bekerja Emak saja. Setelah ini kamu boleh pulang," ujar Emak Darmi yang akan terjun ke ladang untuk ikut panen bersama tetangganya.

Yolanda tersenyum. "Saya pulangnya nanti Mak. Yolanda ingin menikmati suasana sawah sambil memetik cabai merah yang nantinya Yolanda akan memanen cabai," jawab Yolanda sambil senyum.

Yolanda menyusuri jalanan sawah yang terbuat dari tanah yang kebetulan tanah tersebut sudah kering. Ia mulai memetik cabai dan ia taruh ke dalam keranjang berwarna hijau yang ia bawa.

Dari jauh seorang pria tampan memandangi Yolanda tanpa kedip.

Dia adalah Suherman. Suherman adalah anak dari pengusaha jengkol dan juragan tanah.

Ia sendiri juga seorang pedagang sembako di salah satu Swalayan ternama yang ia dirikan.

Banyak orang yang tidak tahu, kalau Suherman itu adalah pemuda kaya raya.

Suherman kebetulan juga ingin menengok Ibundanya yang sedang memanen padi di sawah milik Bu Darmi.

Ia jenuh di kota terus berdagang, akhirnya ia refreshing ke sawah untuk menengok sang ibu.

Langkah cepat ia lakukan hingga ia berada di dekat Yolanda yang masih memetik cabai merah keriting.

"Bunda!! Suherman datang! Lihat Suherman sedang bawa apa? Ibu istirahat dulu lah?"

Suherman memanggil sang ibu dengan nada nyaring karena ia baru saja tiba di kota. Pria itu sangat kangen dengan Sang Bunda.

Tidak lama, Bu Rinah mendengar suara anaknya berteriak. Beliau menoleh ke sumber suara.

Raut wajah Bu Rinah tersenyum bahagia. "Ya Alloh, Suherman! Kamu sudah datang?" tanya Bu Rinah yang ternyata adalah tetangganya.

Bu Rinah langsung mengehentikan pekerjaannya dari memanen padi.

Ia langsung menemui anaknya yang baru saja datang dari kota.

"Bunda, aku bawain dodol dan masakan Padang kesukaan Bunda. Ini Herman bawa makanan banyak. Bisa dibagikan kepada semua pekerja di sana!"

Suherman menuding para petani yang sedang memanen padi di ladangnya Bu Darmi.

Yolanda diam bagai patung melihat Suherman yang cuek pada dirinya.

'Aku ini patung apa ya? Aku tidak digubris pria asing itu? Oh, ternyata anaknya Bu Rinah? Aku kok tidak tahu siapa dia ya? Kukira Bu Rinah itu janda dan tidak punya anak?' batin Yolanda penasaran dengan Suherman.

Ia tidak pernah melihat Suherman dan baru kali ini ia melihatnya.

"Neng Yolanda! Kamu jangan melamun! Ikut makan bersama kami yok? Sambil nunggu Ibu-Ibu yang lainnya juga! Man, perkenalkan, ini anak gadisnya Bu Darmi? Cantik bukan?"

Bu Rinah menyapa Yolanda yang melamun memikirkan sikap Suherman yang beda dari pria yang ia temui di kampung tersebut. Beliau memerintah Yolanda untuk persiapan bergabung untuk makan siang.

"Tidak melamun kok, Bu. Maaf. Makasih Bu tawarannya. Saya ikut duduk ya?"

Karena Yolanda sangat penasaran dengan Suherman, ia tidak jadi pulang cepat. Ia ingin mengetahui sejatinya Suherman itu siapa.

"Herman! Kamu jangan diam saja! Lihat, ini ada Neng Yolanda. Wanita cantik, PNS, yang digandrungi oleh banyak pria di kampung ini!" tutur Bu Rinah sambil menata piring untuk mempersiapkan makan bersama dengan para petani.

Herman melirik sedikit ke arah Yolanda. "Memangnya Herman peduli dengan dia? Kenal saja nggak? Mau dia cantik, jelek, toh Herman malas berkenalan dengan dia!" ujar Herman dengan ketus.

Herman sangat benci ketika tiba-tiba dikenalkan dengan wanita asing yang tidak ia kenal.

Bu Rinah melongo. "Loh, kenalan dulu Herman? Siapa tahu jodoh. Kamu nyesel lho kalau Yolanda diambil sama Asep Si Juragan ternak!"

Bu Rinah sangat mengagumi Yolanda karena kepandaiannya dalam segala hal. Jadi, ia ingin mengenalkan Suherman dengan Yolanda.

Yolanda mendengus pelan. "Memangnya saya juga mau kenalan dengan situ! Nggak level lah ya? Paling kamu nggak punya uang satu miliar untuk bisa meminangku!" ujar Yolanda membalas sikap ketus seorang Suherman.

Suherman menoleh ke arah Yolanda. Ia tercengang. "Apa kamu bilang? Meminangmu dengan uang satu miliar? Kenal saja ogah kok, ngasih uang semiliar! Jangan bermimpi, Nona! Levelku itu bukan seperti kamu! Aku suka wanita berhijab seperti Aisyah! Dia lebih cantik darimu! Wek!!!"

Suherman yang duduk bersila di samping Bu Darmi, meledek Yolanda. Ia ingin memberi pelajaran kepada wanita angkuh seperti Yolanda.

Keangkuhan sikap Yolanda, terdengar tidak hanya di kampung, beritanya viral Samapi di Kabupaten kota, sehingga Suherman sangat tahu bagaimana watak Yolanda.

Hati Yolanda benar-benar mendidih. "Cik, sombong sekali kamu, Suherman! Siapa juga yang ingin tahu kalau kamu itu suka sama Si Aisyah! Saya nggak peduli! Yang jelas, aku berkata apa adanya!"

Wajah Yolanda memerah karena ia dihina dan dibandingkan dengan Aisyah.

Ia berdiri dan menghentakkan kakinya karena kesal. Ia ingin segera pulang. Kupingnya panas mendengar ocehan Suherman.

"Yolanda! Ini, masakan Padang ya belum dimakan! Ayo makan bareng bersama kita, kok malah pergi!"

Bu Rinah menjewer kuping Suherman karena telah membuat marah Yolanda hingga wanita itu pulang.

"Ampun Bunda! Habisnya dia itu menyebalkan! Angkuh, dan sok kaya!" ujar Suherman yang senang bisa membuat Yolanda marah dan ngambek.

Yolanda berlari kencang ke rumahnya. Ia menitikkan air matanya dengan tersedu-sedu. Ia tidak terima dibandingkan dengan Aisyah yang seorang hijaber.

Bruk!

Karena ia tidak memperhatikan jalanan dengan fokus, saat sampai depan rumah pak Kyai, Yolanda menabrak Gus Rahman yang baru saja dari masjid.

"Neng Yolanda menangis?" tanya Gus Rahman dengan penasaran.

Yolanda menggelengkan kepala sambil menunduk. Ia takut air matanya terlihat oleh Gus Rahman.

"Ehem!"

Di balik jendela, seorang wanita hijab mendehem ke arah Yolanda dan Gus Rahman. Tangan wanita berhijab tersebut meremas gorden jendelanya hingga gorden tersebut robek tidak berbentuk.

Terpopuler

Comments

Susi Akbarini

Susi Akbarini

waaahh..

conta segi 4 ini sepertinya..
😀😀😀😀😀
soapa jodoh masing2 di akhir yaaa..
❤❤❤❤❤

2024-12-21

2

Susi Akbarini

Susi Akbarini

waduhhh..
yolanda kena karma..

2024-12-21

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!