Di sebuah gerai buku besar di pusat perbelanjaan.
Dafy dengan wajah yang dihiasi penuh senyum berdiri agak jauh di depan sebuah rak buku yang khusus menjual judul dengan rupa sampul yang sama.
Ia sedikit kesusahan untuk menempatkan diri di dalam baris antrian yang memang tidak beraturan. Penuh dengan desak-desakan remaja terutama para gadis.
Mereka berupaya saling mendahului. Berebut mengantri karena takut kehabisan.
Hari ini adalah hari pertama launching buku milik Dafy. Setelah melewati satu dua kali review akhirnya karya barunya yang sudah ditunggu-tunggu dipasarkan.
Animo para penggemarnya masih menggila meski penulis kesayangan mereka itu sudah cukup lama menghilang tanpa memberi kabar. Menandakan setiap cerita di novel-novel sebelumnya sangatlah membekas.
Bait demi bait, kalimat demi kalimat, kata demi kata yang dituliskan selalu berhasil menyentuh dan menyembuhkan luka hati para pembacanya. Mereka semua rindu kepada sang penulis.
Begitu juga dengan karya baru Dafy yang sekarang. Lebih merangsang.
Sebuah judul baru yang langsung digandrungi dan sekaligus akan mengubah tata cara pandang di dunia literasi karya sastra.
Novel ini mendapat ulasan nilai apik dari kritikus-kritikus yang tidak berkutik. Mau tidak mau mereka harus berbicara jujur.
Di keramaian itu sama sekali tidak ada satu orang pun yang mengenali sosok Dafy.
Ia tampak sama seperti orang-orang yang mengantri hendak membeli buku baru itu.
Sebuah buku dengan desain cover berwarna dominan gelap. Ada sebagian warna terang yang terlihat sangat menyala.
Ada titik-titik putih bintang-bintang yang berkilauan. Ada warna kuning terang adalah bulan. Ada warna biru muda yaitu warna air laut yang dilihat dari dekat. Dan warna merah dari sebuah topi yang dikenakan di atas kepala oleh seseorang yang sedang memancing di atas perahu.
Buku baru itu berjudul, “Buah-buah Candu”.
Ingatan tentang kenangan-kenangan itu telah masak sehingga selalu menyebabkan candu kerinduan. Rasa candu itu berupa senyum, tawa, sedih, hingga tangis.
Petik lah buah-buah candu. Karena setelah itu mereka akan mati.
*
Beberapa jam sebelum “Buah-buah Candu” itu resmi diterbitkan.
“Apa kamu yakin tidak ingin memakai nama aslimu?”,
“Kamu sudah punya banyak pembaca, mereka tidak akan berpaling”,
“Jika sekarang kamu mengungkap identitasmu maka keuntungan yang didapatkan bisa jauh lebih besar”,
“Sekarang adalah waktu yang tepat”, kata Pak Norman kepada Dafy.
“Kamu bisa terkenal, masuk TV, ada di acara podcast dimana-mana”,
“Kamu bisa jadi artis, jadi bintang iklan, jadi pemain film, bahkan bisa jadi penyanyi dadakan”, kata Pak Norman menambahkan.
Norman sambil ketawa kecil ketika menyebutkan kata penyanyi. Orang-orang lama di kantor juga tahu kalau Dafy paling tidak bisa untuk bernyanyi.
“Tidak”, jawab Dafy.
Dengan mantap dan tenang Dafy menolak usulan dari Norman. Sama seperti yang sudah-sudah.
Dafy lebih nyaman mempublikasikan karyanya dengan nama pena atau nama samaran.
Dafy ingin bersama memangku ketenangan. Bukannya mencari pujian ketenaran.
Pendirian Dafy sangatlah kuat. Ia adalah seorang penulis yang dengan sengaja tidak mau terbawa arus dan suasana.
Jika penulis lain bilang bahwasanya menulis adalah sebuah kerja keras. Maka Dafy berbeda.
Dafy tidak begitu. Semua ini adalah tentang inspirasi. Bukan berupa tantangan apalagi terpaksa.
Tentang kemauan bukan keharusan. Ujar Dafy selalu kepada siapa pun.
Dafy Kurniawan adalah seorang penulis yang memakai nama pena atau nama samaran. Hanya segelintir nama yang mengetahui siapa jati dirinya.
*
Kembali ke sebuah gerai buku besar di pusat perbelanjaan. Dimana sekarang Dafy sudah mendapatkan “Buah-buah Candu” yang baru saja dibelinya.
Setelah menemukan tempat duduk ia membuka novel syarat petuah itu.
Semenjak karya pertamanya diluncurkan Dafy memang sering melakukan ini. Ia mendatangi tempat jual buku terdekat untuk melihat bagaimana perasaan pembaca-pembacanya secara langsung.
Melihat reaksi mereka begitu girang adalah kepuasan bahagia tersendiri bagi si penulis.
Selain memberikan hiburan dan wawasan yang menarik Dafy berharap cerita yang ditulisnya bisa berdampak baik untuk masa depan. Meskipun itu hanya secuil.
“Bagaimana menurutmu?”,
Tanya seseorang yang tidak dikenal yang tiba-tiba duduk di samping Dafy.
Orang itu bertanya kepada Dafy yang sedang membolak-balik halaman demi halaman isi buku.
“Ceritanya seru sekali”,
“Sangat menarik”, jawab Dady.
“Aku ……”, Dafy menahan bicaranya.
“Sudah berhenti jangan diteruskan. Aku ingin membaca dan mengetahuinya sendiri”, kata orang itu.
“Katanya buku ini juga mau dibuat film”,
“Padahal ini baru hari pertama”, orang itu mengajak bergosip.
“Wow”, respon Dafy.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments