13_Sepi

Sepuluh pasang kaki itu melangkah melewati gerbang lapas kembali, suasana hening menghiasi “Sunyi,” celutuk Ainsley.

Langkah mereka terus menapaki, mata memandangi pepohonan besar yang tumbuh bagaikan tersusun rapi “sepertinya kemarin jalan yang kita lewati bagaikan hutan belantara kenapa hari ini pemandangannya indah begini?” Pandangan mata Kaisy memandang kesana kemari.

“Iya ya, baru sadar aku!” Jawab Ainsley, menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.

Bangunan bagiakan perumahan klasik tersusun rapi, masing-masing dari rumah tersebut terdapat halaman seluas sekitaran persegi seratus, masing-masing diantaranya di tumbuhi pohon-pohon kecil.

Mereka terus berjalan melewati bangunan tersebut. Jalan yang mereka lewati adalah jalanan aspal hitam pekat tanpa ada garis marka ataupun rambu-rambu lalulintas lainnya.

Ainsley dan Kays jalan di urutan paling terdepan, mereka berdua berjalan beriringan dan tangan mereka yang saling menunjuk jika menemukan hal yang aneh ataupun menarik pandangan mata mereka.

“Disini sepi ya, gak ada kendaraan sama sekali!”

“Iya. Orang-orang disini juga pada kemana ya? Apa gak ada penduduknya disini?”

Kaisy berhenti mendadak, menatap Ainsley lekat “kamu bodoh atau bagaimana? Coba kamu pikir, kenapa ada penjara jika tidak ada manusia?”

Ainsleypun ikut berhenti, menatap balik Kays lekat. Alisnya terangkat satu, dan keningnya terlihat hampir bersatu.

Sedetik.

Sepuluh detik.

Hampir satu menit “sebentar,” memegang tangan Kasy yang hendak melangkah lagi “kenapa ada penjara jika tidak ada manusia!” mengulang pertanyaan Kaisy dengan pernyataan.

Kaisybaim menaikkan sebelah alisnya melihat Ainsley yang terlihat bingung dengan pikirannya sedangkan rekannya yang lain juga ikut berhenti, menyimak apa yang terjadi dan mereka semua menyadari belum satupun manusia yang terlihat semenjak kaki mereka melangkah, melewati gerbang lapas.

“Untuk apa penjara ada jika tidak ada manusia yang menghuninya dan kenapa penjara harus diciptakan jika manusia telah di bekali akal? Bukankah …!”

“Bukankah untuk menyempurnakan akal, manusia harus mencari ilmu dan mengedepankan adab,” ucap potong Irwin. “Jika adab selaras dengan ilmu menghindap dalam diri manusia, penjara tidak ada gunanya.”

“Apakah itu timbal balik dari harga surga dan neraka dari perbuatan manusia di dunia ini? Dan penjara adalah salah satu hukuman pertama yang wajib dijalani” Tanya lagi Ainsley.

“Hukuman pertama untuk manusia adalah penyesalan yang didasarkan kesadaran,” ucap Abi, melangkah pergi “ayo pergi, membuang waktu adalah wujud dari penyesalan manusia di suatu hari nanti,” malangkah pergi.

"Tunggu dulu," mencoba mengejar Abi yang telah berlalu pergi lebih dulu "kau belum menjawab pertanyaanku.

Dari awal melangkah, Anz tidak ada sepatah katapun keluar dari mulutnya, hanya menyimak percakapan Ainsley dan Kaisy saja. Sudut bibir Anz sedikit tertarik ke atas, tersenyum kala Abi bersuara, seorang kutu buku ternyata sangat menghargai waktu, monolog Anz.

Albert melirik sekilas pada Anz yang tersenyum, memandang Abi yang sudah berjalan duluan sedangkan mereka berada di urutan paling belakang “sayang tersenyum padanya?”

“Aku suka kepalanya, pola pikirnya,” ucap Anz tanpa melihat Albert yang sudah memasang raut wajah datar.

“Oh,” jawab singkat Albert melepaskan tautan tangan mereka dan berjalan lebih dulu, meninggalkan Anz.

Anz kebingungan sendiri melihat punggung lebar Albert menjauh dari dirinya sedang dirinya masih berdiri di tempat. Beberapa saat kemudian, Anz berdecak kesal dan berlari menghampiri Albert “sayang,” panggil Anz “sayang bukan itu maksudku. Kamu salah paham.”

Abi yang tadi sudah jalan paling depan memutar badannya melirik sekilas Albert yang menghempas tangan Anz yang berusaha merangkul kembali tangannya “kekanak-kanakan,” lirih Abi dan berjalan normal kembali.

Di lain sisi Anz masih sibuk mengklarifikasi “sayang dengerin aku dulu, maksudku.”

“MAKSUDMU APA?” Intonasi membentak.

Mereka semua yang berjalan di depan, berhenti dan dengan serentak melihat ke belakang, menatap Albert dan Anz.

“Waw,” teriak takjub Sulaiman “perdana. Pasangan kekasih kita ini bertengkar.”

Anz melihat Albert tajam dan bola matanya yang terlihat berkaca-kca ingin menangis “jangan kekanak-kanakan Al, aku suka pola pikirnya dia, bukan suka sama dia. Paham.” Anz berjalan cepat seorang diri meninggalkan Albert dan rekannya yang lain.

“Aduuuhhhhh, bakalan repot nih.”

“Kamu bisa diam tidak!” Menunjuk dan memandang tajam Sulaiman.

Sulaiman bukannya takut malah ketawa cekikikan sendiri dan yang lain juga ikut tertawa.

“Sayang, maaf,” berjalan cepat menyeimbangi langkah Anz.

“Tenangkan dirimu dulu Al, aku juga akan menenangkan diriku. Kita ini sedang bertugas bukan sedang berkencan. Professional lah, sayang!”

Albert terdiam, tidak tahu harus berkata apa lagi, diam tidak lagi berkata dan mengikuti kemana langkah Anz menapaki.

Langkah mereka semua kini sedang berada di pusat kota, bangunan klasik bermotif batu bata pada setiap bangunan. Pintu bangunan disini berbeda dengan pintu yang mereka lewati tadi, sekarang bentuk pintunya bagaikan ruko.

Ainsley yang berjalan berdekatan dengan Kaisy, menarik lengan Kaisy mendekat padanya yang kemudian berbisik “di sini tidak ada toko pakaian ya?”

“Entahlah,” balas bisik Kaisy.

Orang berlalu lalang, tubuh mereka tinggi-tinggi dan rata-rata dari mereka bertubuh atletis, berkulit sawo matang dan coklat. Terlihat dari mereka berjalan dengan tujuan mereka masing-masing. Mereka  berjalan sendiri-sendiri dan sebagian kecilnya berjalan dengan teman sesama jenisnya.

“Sley,” panggil Kaisy “kayak ada yang aneh ya.”

“Iya.”

“Kalian berdua berhentilah bisik-bisik,” ucap Anz mengingatkan tanpa mengalihkan pandangan dari pernak pernik perhiasan yang sedang ia lihat di salah satu meja kaki lima depan toko besar. “Pak ini berapa?” Bertanya pada seorang laki-laki tubuh tinggi, berkulit coklat, yang semenjak tadi hanya duduk dan hanya mengamati.

Laki-laki itu berdiri dan mendekati, melihat Anz dari ujung kaki sampai kelapa yang tertutupi kecuali muka, telapak tangan dan punggung tangannya.

Anz memelototkan matanya dan mundur cepat sampai punggungnya menabrak Abi yang berdiri tepat di belakangnya “tolong aku,” berbalik badan.

Abi dan Albert beriri berdampingan dan belum menyadari apa yang terjadi, saling memandang bingung yang kemudian melihat penjual perhiasan tersebut hanya memakai sedikit kain di tubuhnya sehingga sesuatu yang berada antara pangkal pahanya sangat menonjol bagaikan terselip benda di dalamnya.

“Sayang kamu gak apa-apa,” Albert buru-buru mengambil alih mendekati Anz sedangkan Abi, mengambil kalung berhias tulisan AR  itu yang masih berada dalam genggaman tangan Anz dan bertanya harga dan membelinya.

“Ti tidak a pa-apa, aku tidak apa-apa,” gagap Anz.

“Tidak apa-apa bagaimana?” melihat wajah Anz terutama bagian bibir yang berubah warna menjadi putih “tidak ada apanya, ini bibir sayang sampai pucat begini. Masih ada yang sakit?”

“Tidak ada,” jawab Anz cepat.

“Kurasa kamu baru pertama melihatnya,” menyerahkan kalung itu kembali pada Anz yang dengan cepat dianguk Anz mengiyakan.

Episodes
1 1_Perkenalan
2 2_Pulau Albrataz
3 3_Maaf
4 4_Perahu
5 5_Bekerjasamalah Kalian
6 6_Perkenalan
7 7_Dua Perempuan
8 8_Salting
9 9_Temani
10 10_Periksa
11 11_Apa yang Mereka Lakukan
12 12_Penjelasan
13 13_Sepi
14 14_Pusat Kota
15 15_Pucat
16 16_Ciuman Pertamaku
17 17_Alarm
18 18_Napi
19 19_Love You Sayang
20 20_Sudah Pada Pulang
21 21_Konslet
22 22_Pesisir Pantai
23 23_Jalanan Buntu
24 24_Arahan Abi
25 25_Luar Nalar
26 26_Bukan Urusanmu
27 27_Kau Betina
28 28_Muntah
29 29_Saya Miskin
30 30_Tidak Sadarkan Diri
31 31_Hutan Belantara
32 32_Parfum
33 33_Nona Betina
34 34_Mohon Ampun
35 35_Jilat
36 36_Celurit
37 37_Memanjakanmu
38 38_Kunci Rantai
39 39_Ini Milikku
40 40_jangan Cari Masalah
41 41_Laki Suka Laki
42 42_Kepala Tanpa Badan
43 43_Gayungku
44 44_Bangunan Bawah Tanah
45 45_Selembar Foto
46 46_Tuanmu Mengambil Wanitaku
47 47_Kembali
48 48_Pendisiplinan
49 49_Ricuh
50 50_Api
51 51_Maafkan Aku Sayang
52 52_Ke Surga
53 53_Kecewa
54 54_Tulisan Stenografi
55 55_Memulangkan Kau
56 56_Jangan Mengotori Tanganmu, Bi
57 57_Isi Peti
58 58_Dibohongi Realita
59 59_Jangan Tinggalkan Kami
60 60_Pemakaman
61 61_Camping
62 62_Pandangan Gelap
63 63_Hutan Lumut
64 64_Penjara
65 65_Memulangkan
66 66_Gramofon
67 AMN_Bab 67
68 AMN_Bab 68
69 AMN_Bab 69
70 AMN_Bab 70
71 AMN_Bab 71
72 AMN_Bab 72
73 AMN_Bab 73
74 AMN_Bab 74
75 AMN_Bab 75
Episodes

Updated 75 Episodes

1
1_Perkenalan
2
2_Pulau Albrataz
3
3_Maaf
4
4_Perahu
5
5_Bekerjasamalah Kalian
6
6_Perkenalan
7
7_Dua Perempuan
8
8_Salting
9
9_Temani
10
10_Periksa
11
11_Apa yang Mereka Lakukan
12
12_Penjelasan
13
13_Sepi
14
14_Pusat Kota
15
15_Pucat
16
16_Ciuman Pertamaku
17
17_Alarm
18
18_Napi
19
19_Love You Sayang
20
20_Sudah Pada Pulang
21
21_Konslet
22
22_Pesisir Pantai
23
23_Jalanan Buntu
24
24_Arahan Abi
25
25_Luar Nalar
26
26_Bukan Urusanmu
27
27_Kau Betina
28
28_Muntah
29
29_Saya Miskin
30
30_Tidak Sadarkan Diri
31
31_Hutan Belantara
32
32_Parfum
33
33_Nona Betina
34
34_Mohon Ampun
35
35_Jilat
36
36_Celurit
37
37_Memanjakanmu
38
38_Kunci Rantai
39
39_Ini Milikku
40
40_jangan Cari Masalah
41
41_Laki Suka Laki
42
42_Kepala Tanpa Badan
43
43_Gayungku
44
44_Bangunan Bawah Tanah
45
45_Selembar Foto
46
46_Tuanmu Mengambil Wanitaku
47
47_Kembali
48
48_Pendisiplinan
49
49_Ricuh
50
50_Api
51
51_Maafkan Aku Sayang
52
52_Ke Surga
53
53_Kecewa
54
54_Tulisan Stenografi
55
55_Memulangkan Kau
56
56_Jangan Mengotori Tanganmu, Bi
57
57_Isi Peti
58
58_Dibohongi Realita
59
59_Jangan Tinggalkan Kami
60
60_Pemakaman
61
61_Camping
62
62_Pandangan Gelap
63
63_Hutan Lumut
64
64_Penjara
65
65_Memulangkan
66
66_Gramofon
67
AMN_Bab 67
68
AMN_Bab 68
69
AMN_Bab 69
70
AMN_Bab 70
71
AMN_Bab 71
72
AMN_Bab 72
73
AMN_Bab 73
74
AMN_Bab 74
75
AMN_Bab 75

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!