10_Periksa

Sudut bibir Anz sedikit terangkat ke atas, “seandainya aku mendapatkan perhatian seperti itu pada orangtuaku, sungguh aku adalah salah satu anak yang terberuntung di dunia ini.

Bibir yang tersenyum perlahan, teralih, kini kulit kening Anz yang terlihat sedikit hampir menyatu seperti suara Al, monolognya.

Anz bangun dan berdiri, melangkah perlahan memutari atap, mendekati pohon besar yang tumbuh di belakang barak. Anz melompat cepat ke atas pohon besar itu, dan kemudian berpegangan pada ranting-ranting kecil sebelum turun dengan menghayun-hayunkan badannya perlahan yang kemudian meloncat cepat.

Di lain sisi, Albert duduk di lantai, sudah dikelilingi rekan-rekannya, menuturkan kata-kata penyemangat dan kata penenang.

Lelehan air bening terus menerus keluar dari kelopak matanya itu. Setiap perkataan yang terdengar di telinga bagaikan angina lalu, yang ia tahu, kekasih hatinya tidak berada di hadapan matanya.

Anz berjalan santai hendak memasuki barak namun langkah Anz terhenti di ambang pintu, melihat keadaan Albert yang cukup mengenaskan, duduk hanya mengenakan celana di atas lutut tanpa atasan. Duduk bagaikan bayi yang sedang menangis tiada henti bagaikan kehilangan  mamanya.

Anz diam, bingung sendiri melihatnya.

Albert melihat Anz yang berdiam diri di ambang pintu bagaikan anak bodoh, segera berlari mendekat dan memeluk Anz kuat “jangan tinggalkan aku, jangan pernah tinggalkan aku. Aku tidak bisa hidup tanpamu. Menikahlah denganku, kamu adalah milikku, kamu adalah hidupku, kamu adalah semangat hidupku, kamu adalah nyawa dan semestaku. Kamu lebih berharga dari nyawaku, sayangku.”

Anz hanya berdiri diam, tidak membalas pelukan erat Albert namun matanya memandang rekan-rekannya yang sudah ketawa cekikikan.

Perlahan wajah putih Anz berubah menjadi merah dan bibir kemerahannya itu berubah menjadi putih perlahan.

Tubuh yang berada dalam pelukan Albert, melemah perlahan dan melorot dari pelukannya. “SAYANG,” tekan panggil Albert. “Sayang, sayang kenapa?” Dengan sigap Albert mengangkat dan mengendong Anz menuju ranjang dan merebahkan badan Anz perlahan.

Anto berjalan mendekati dan menarik badan Albert ke belakang dengan kasar “peluknya kurang erat,” ucap sinisnya.

Albert tidak menyahuti ataupun memberontak dan membiarkan Anto memegang pergelangan tangan Anz.

“Lix,” panggil Anto.

“Hm,” jawab Felix sekenanya.

“Temanin saya ke klinik.”

Felix mengangguk mengiyakan dan segera bangkit berdiri dari duduknya, berjalan beriringan ke luar barak bersama Anto.

Mereka yang tadi sibuk bernyanyi, bermain gitar, dan ketawa bersama, kini berdiam diri, mengamati, sedangkan Albert dengan muka yang menunjukan penuh kecemasan melangkahkan kaki mendekati ranjang Anz dan duduk di sampingnya. Perlahan tangan Albert terulur mengusap perlahan kening Anz, memperbaiki kain yang menutupi kepala Anz “sayang maafkan aku.”

Keheningan tercipta, kedinginan menyelimuti mereka, Anto dan Felix telah kembali dengan membawa beberapa pil obat di tangannya dan juga beberapa alat. Mereka berdua segera mendekati Anz yang masih memejamkan itu.

Felix mengarahkan tangannya pada bagian dada Anz namun Albert dengan segera menepis tangan Felix kuat “jangan kurang ajar ya, aku aja yang pacarnya belum pernah buka bajunya dia.”

Anto melihat Albert tajam “tolong jangan menganggu proses pemeriksaan,” beralih menatap Felix untuk melanjutkan aksinya.

“HEY. HEY. HEY KALIAN MAU NGAPAIN? JANGAN MACAM-MACAM YA,” teriak Albert.

“Pegang dia,” ucap Anto dan Felix bersamaan dan menunjukan raut wajah datar melihat rekan-rekan mereka yang berdiam diri menyaksikan.

Ainsley dan Kasy maju, memegang lengan Albert dan menariknya ke belakang.

Tangan Felix yang beberapa kali sempat terhempas dengan adanya tepisan dari Albert kini perlahan tangannya itu kembali menuju pada dada Anz dan membuka dua kancing baju Anz yang paling atas.

Anto dan Felix menelan ludah mereka kasar kala melihat kulit putih bersih Anz terpampang jelas dan ditambah lagi gunung kembar Anz yang menyembul sedikit keluar dari baju berwarna hitam bertali satu yang melekat di kulit sehatnya itu.

“Hey,” teriak Albert lagi “kalian jangan mengambil kesempatan ya! Lakukan tugas kalian cepat dan tutup kembali. Itu milikku.”

Abi dari sebelum kedatangan Anz, hanya duduk diam, sibuk dengan buku bacaannya dan kini masih diam namun tidak lagi sedang membaca hanya mengamati, melihat Albert yang terlalu berisik lantas Abi melangkahkan kaki mendekati dan kemudian menghayunkan tangan cepat dan berhenti kala suara Phoom  terdengar.

“Apaansih sih Bi,” lirih Albert yang mengusap-ngusap kepala belakangnya yang terasa berdenyut sakit.

“Berisik.”

Mereka yang melihat tindakan Abi pada Albert hanya bisa menahan ketawa sedangkan Felix sudah memegang satu alat di tangannya berwarna putih panjang lima belas centi meter dan lebar sati inci. Felix memegang alat itu dengan dua tangannya di bagian ujung yang kemudian menariknya, sehinga satu alat putih itu terbagi dua bagian, bagian pertama tetap masih sama seperti bentuk semula dan bagian satunya lagi terlihat bagaikan jarum tipis nan lebar. Felix meletakkan alat tersebut pada bagian antara jepitan ketiak Anz dan membiarkan disitu untuk beberapa waktu.

Sedangkan Anto memeriksa keadaan Anz dengan alat stetoskop. Lingkaran benda bulat menempel langsung pada kulit dada Anz, dari jarak beberapa meter keberadaan Anz, sepasang mata menatap Felix tajam “lakukan cepat, jangan ambil kesempatan dalam kesempitan.”

Abi melirik tajam Albert kembali “berisik. Bisa diam tidak.”

Albert diam tidak bersuara namun hatinya tidak, mengumpat tiada henti dan khawatir setengah mati.

Tidak hanya sampai di situ, Felix juga memeriksa tensi darah Anz. Terlihat Felix menaikkan sebelah alisnya menatap lekat wajah Anz yang masih belum sadarkan diri itu. Lantas dengan segera Felix memasang infus di tangan Anz.

Ainsley dan Kasy yang dengan erat memegang tangan Albert, dengan perlahan melepaskannya, kala melihat jarum kecil mulai menusuk tangan Anz.

“Sayang,” lirih Albert berjalan perlahan mendekati, kala kesempatan sudah ia dapati.

“Biarkan dia istirahat,” ucap Felix yang baru saja selesai memasang infus, yang kemudian membereskan peralatan medis yang di bawanya.

“Jika kondisinya belum stabil jangan pernah kau coba-coba untuk memeluknya. Mengerti,” sambung ucap Anto yang juga ikut serta membantu Felix membereskan alat medis bawaan mereka.

Albert tidak menjawab, tidak melirik bagaikan matanya itu tidak melihat dan telinganya juga bagaikan tidak bisa mendengar.

Langkah Albert terus melangkah, mendekati dan tangannya perlahan terulur membelai kepala Anz kembali dengan usapan lembut penuh kehangatan dan kasih sayang.

Angin malam memberikan kesejukan dan menyirnakan sinar bulan. Dedaunan dari pepohonan terhayun-hayun ringan dikarenakan angin yang terus berhembus. Pandangan mata Irwin menatap Albert yang duduk di atas ranjang Anz, matanya yang menatap teduh dan cairan bening mulai bertetesan dari kelopak mata Albert. Pandangan mata Irwin kembali menyapu pandangan dengan tangannya yang sibuk mengusap lengan yang terasa dingin menusuk dan matanya menatap pintu yang masih terbua lebar.

Episodes
1 1_Perkenalan
2 2_Pulau Albrataz
3 3_Maaf
4 4_Perahu
5 5_Bekerjasamalah Kalian
6 6_Perkenalan
7 7_Dua Perempuan
8 8_Salting
9 9_Temani
10 10_Periksa
11 11_Apa yang Mereka Lakukan
12 12_Penjelasan
13 13_Sepi
14 14_Pusat Kota
15 15_Pucat
16 16_Ciuman Pertamaku
17 17_Alarm
18 18_Napi
19 19_Love You Sayang
20 20_Sudah Pada Pulang
21 21_Konslet
22 22_Pesisir Pantai
23 23_Jalanan Buntu
24 24_Arahan Abi
25 25_Luar Nalar
26 26_Bukan Urusanmu
27 27_Kau Betina
28 28_Muntah
29 29_Saya Miskin
30 30_Tidak Sadarkan Diri
31 31_Hutan Belantara
32 32_Parfum
33 33_Nona Betina
34 34_Mohon Ampun
35 35_Jilat
36 36_Celurit
37 37_Memanjakanmu
38 38_Kunci Rantai
39 39_Ini Milikku
40 40_jangan Cari Masalah
41 41_Laki Suka Laki
42 42_Kepala Tanpa Badan
43 43_Gayungku
44 44_Bangunan Bawah Tanah
45 45_Selembar Foto
46 46_Tuanmu Mengambil Wanitaku
47 47_Kembali
48 48_Pendisiplinan
49 49_Ricuh
50 50_Api
51 51_Maafkan Aku Sayang
52 52_Ke Surga
53 53_Kecewa
54 54_Tulisan Stenografi
55 55_Memulangkan Kau
56 56_Jangan Mengotori Tanganmu, Bi
57 57_Isi Peti
58 58_Dibohongi Realita
59 59_Jangan Tinggalkan Kami
60 60_Pemakaman
61 61_Camping
62 62_Pandangan Gelap
63 63_Hutan Lumut
64 64_Penjara
65 65_Memulangkan
66 66_Gramofon
67 AMN_Bab 67
68 AMN_Bab 68
69 AMN_Bab 69
70 AMN_Bab 70
71 AMN_Bab 71
72 AMN_Bab 72
73 AMN_Bab 73
74 AMN_Bab 74
75 AMN_Bab 75
Episodes

Updated 75 Episodes

1
1_Perkenalan
2
2_Pulau Albrataz
3
3_Maaf
4
4_Perahu
5
5_Bekerjasamalah Kalian
6
6_Perkenalan
7
7_Dua Perempuan
8
8_Salting
9
9_Temani
10
10_Periksa
11
11_Apa yang Mereka Lakukan
12
12_Penjelasan
13
13_Sepi
14
14_Pusat Kota
15
15_Pucat
16
16_Ciuman Pertamaku
17
17_Alarm
18
18_Napi
19
19_Love You Sayang
20
20_Sudah Pada Pulang
21
21_Konslet
22
22_Pesisir Pantai
23
23_Jalanan Buntu
24
24_Arahan Abi
25
25_Luar Nalar
26
26_Bukan Urusanmu
27
27_Kau Betina
28
28_Muntah
29
29_Saya Miskin
30
30_Tidak Sadarkan Diri
31
31_Hutan Belantara
32
32_Parfum
33
33_Nona Betina
34
34_Mohon Ampun
35
35_Jilat
36
36_Celurit
37
37_Memanjakanmu
38
38_Kunci Rantai
39
39_Ini Milikku
40
40_jangan Cari Masalah
41
41_Laki Suka Laki
42
42_Kepala Tanpa Badan
43
43_Gayungku
44
44_Bangunan Bawah Tanah
45
45_Selembar Foto
46
46_Tuanmu Mengambil Wanitaku
47
47_Kembali
48
48_Pendisiplinan
49
49_Ricuh
50
50_Api
51
51_Maafkan Aku Sayang
52
52_Ke Surga
53
53_Kecewa
54
54_Tulisan Stenografi
55
55_Memulangkan Kau
56
56_Jangan Mengotori Tanganmu, Bi
57
57_Isi Peti
58
58_Dibohongi Realita
59
59_Jangan Tinggalkan Kami
60
60_Pemakaman
61
61_Camping
62
62_Pandangan Gelap
63
63_Hutan Lumut
64
64_Penjara
65
65_Memulangkan
66
66_Gramofon
67
AMN_Bab 67
68
AMN_Bab 68
69
AMN_Bab 69
70
AMN_Bab 70
71
AMN_Bab 71
72
AMN_Bab 72
73
AMN_Bab 73
74
AMN_Bab 74
75
AMN_Bab 75

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!