3_Maaf

Barisan rapi telah tercipta, para peserta berdiri dalam posisi istirahat ditempat. Raut wajah masing-masing dari peserta tidak lagi bisa bersahabat “izin ndan, keberangkatan kami lusa, kenapa hari ini kami masih harus berbaris seperti ini lagi? Bukannya hari ini kami beristirahat.”

“Kenapa kamu ikutan Al? Bukannya kamu takut, tidak ingin ikut?” Tanya Anz.

“Tidak mungkin aku membiarkan wanita keras kepala yang aku cintai ini seorang diri di sini, nanti siapa yang akan menjaganya? Siapa yang akan menghapus air matanya dan siapa yang akan memeluknya jika ia berada dalam ketakutan dan kesedihan.”

“Aku bisa jaga diriku sendiri tahu,” ucapnya cepat.

“Tahu,” jawab Albert dan kepalanya yang dianguk sekali “tidak selamanya kau bisa menjaga dirimu sendiri sayangku.”

Anz diam tidak menjawab pertanyaan malah beralih mengatakan topik lain “ayo kita makan, setelah itu istirahat.”

Pembinaan disertai kekerasan tercipta, mengatasnamakan pendidikan. Empat puluh lima hari telah terlewatinya waktu, dari tiga puluh empat peserta, tertinggal sepuluh peserta lagi. Kondisi yang cukup menyedihkan, kulit menggelap disertai lebam pukulan di seluruh tubuh. Dua puluh empat peserta yang telah gugur, dimakamkan ditempat, dengan seadanya pemakaman, sekedar jasad tertimbun tanah.

Peserta tersisa membentuk barisan tiga baris lima saf, berdiri tegap, mengangkat tangan, memberi tanda hormat pada salah satu rekan mereka lagi, yang baru saja selesai dimakamkan. Genangan air dari kelopak mata menutupi pandangan mereka pada dua puluh empat gundukan tanah, dihiasi batu serta kayu bertuliskan ukiran nama dan daerah asal peserta.

Panitia dari setiap daerah satu per satu pada berpulangan ke daerah tugas mereka, jika peserta yang dibawanya telah gugur. Sebelas panitia yang tersisa berdiri berhadapan dengan para pesertanya menatap datar para pesertanya itu.

Komandan dari panitia itu yang merupakan panitia yang membawa Anz, berjalan, mengelilingi para peserta “tidak ada diantara kalian yang bisa pulang sebelum misi kami terselesaikan,” menunjuk kearah laut “walaupun kalian mati sekalipun.”

“Binatang,” lirih Anz tanpa sadar.

“Peserta satu, Anz. Lirihan Anda terlalu keras,” berjalan cepat menarik pipa karet sepanjang lima puluh senti meter yang tersimpan diantara sabuk tali pinggangnya dan melayangkan pipa tersebut kearah punggung Anz.

“Akh,” lirih Anz merasakan kebas dan perih kembali diarea punggungnya.

Komandan panitia itu tersenyum dan menatap dalam mata Anz “ketahanan tubuhmu cukup bagus, hanya kau perempuan yang tersisa. Aku rasa kaki kau itu  memberi izin untuk kau bertugas di pulau Albrataz.” Komandan panitia itu kembali berjalan mengelilingi para peserta “kebutuhan yang dibutuhkan pulau Albrataz sudah cukup, sepuluh orang, kalianlah pesertanya.”

Delapan peserta lainnya diam seluruh bahasa, menikmati ketakutan, kesedihan akan ancaman dengan keterbungkaman yang terus menerus yang dilakukan mereka. Sedangkan Anz “apa kalian sengaja membunuh teman-temanku? Lantas mengapa kalian membuka formasi tiga puluh empat jika yang kalian butuhkan hanya sepuluh?” menekan setiap kata, menatap tajam komandan panitia, dan air mata Anz yang sudah mulai menetes setetes demi setetes.

Komandan panitia itu kembali berjalan mendekati Anz, berdiri dekat, yang kemudian menaikkan paksa dagu Anz dengan pipa karet yang digenggamnya “nona Anzela Rasvatham, Anda tidak perlu repot-repot bertanya apa dan mengapa. Justru pertanyaan apa berasal dari saya, apa alasan nona medaftarkan diri. Padahal, nona bisa mencari tahu penempatan tugas kalian nanti dan lagi tidak mudah bertahan sampai dititik ini, hanya yang memiliki kecerdasan, ketahanan dan keberanian yang layak berada disini,” menurunkan pipa karet dari dagu Anz dan mengangkat tangannya, menepuk bahu Anz dan mencengkramnya kuat.

Anz berdesis sakit.

Albert bertugas sebagai danton peserta, melihat Anz sang kekasihnya diperlakukan seperti itu menggigit gigi gerahamnya kuat, melirik sekilas pada Anz dan kemudian melirik tajam pada komandan panitia. Komandan panitia itu tersenyum sinis menatap Albert “pasangan bodoh,” lirihnya.

Komandan panitia itu, berjalan kembali dan berdiri tiga langkah di depan barisan “sekedar pemberitahuan, belum ada negara yang bisa memiliki pulau Albrataz tersebut, masyarakat disana hidup hanya sekedar hidup. Alasan kalian ada disini adalah menjinakkan masyarakat disana dan ambil kekuasaan kepemilikan pulau itu,” ucapnya tegas dan matanya yang berkeliling menatap satu persatu para peserta “kami tidak memaksa kalian mendaftar namun sekarang kalian sudah lulus dan sudah berada di tangan kami, jangan harap kalian bisa kembali sebelum misi kami tercapai,” padangan mata mengarah pada Anz tajam “kami perlu mendidik kalian yang terpilih dan menyisakan yang tersisa untuk menyelesaikan.”

“Pembunuh,” lirih kompak Albert dan Anz.

Komandan panitia dan panitia lainnya terkekeh bersamaan.

“Izin ndan,” ucap salah satu panitia kepada komandan panitia dan menatap sekilas komandannya yang kemudian beralih menatap para peserta “misi yang kalian jalankan nanti tidak ada hubungannya dengan negara, kalian bekerja pada kami, berarti kalian tawanan kami.”

Albert mengepal kuat tangannya dan hendak melayangkan kepalan tangannya itu dengan berujar lantang “Kurang aaaa,” ucap Albert terputus kala tendangan keras menghantam perut bagian ulu hatinya.

Tubuh Albert terseret dan terjatuh, terduduk jauh ke belakang. Albert memegang perut atasnya kuat dengan terbatuk-batuk, cairan kental berwarna merah keluar dari mulutnya. Anz segera beralih keluar dari barisan, membantu Albert.

“Kau urus itu pacarmu. Kepada yang lain silahkan beristirahat, lusa kalian akan diberangkatkan ke pulau.”

Tidak ada jawaban dari delapan peserta lainnya. Mereka langsung terduduk ditempat, pandangan mata mereka kosong tidak tahu harus bertindak apa.

Salah satu dari peserta itu, mendekati Albert dan menyodorkan selembar daun segar “makan ini,”

“Apa ini?” Tanya Anz.

“Daun,” jawabnya enteng.

“Kauuu,” teriak Anz geram.

Albert mengambil daun tersebut dan memakannya pelan. “Tolong antar aku ke tenda.”

Anz mengangguk mengerti lantas berdiri, memapah Albert memasuki tenda yang kemudian Albert dan Anz tidur bersama di satu tandu kecil yang lebar delapan puluh cm dan panjangnya seratus delapan puluh cm “Al, maaf. Maafkan aku yang tidak mendengarkan nasehatmu.”

Albert tidak menjawab, hanya bisa memeluk dan mengusap pucuk kepala Anz pelan.

Suara lirihan isakan tangis terdengar “Anz, kau menangis sayang?”

“Maafkan aku, Al.”

“Tidak perlu meminta maaf. Ini adalah takdir diatas pilihan kita sendiri. Kita dan mereka, teman-teman kita akan terbebas dari jeratan para manusia gila itu. Kita akan mencari solusi dan jalan keluar dari permasalahan ini. Kita akan pulang bersama-sama. Sudah yaaa,” menghapus air mata Anz “sudahlah jangan menangis lagi. Kekuatanku ada di kamu, apapun yang kamu rasakan, aku akan ikut merasakan.”

Dalam dekapan pelukan itu, Anz mengangguk mengerti.

“Istirahat ya,” ujar Albert sembari mencium pucuk kepala Anz lagi.

...***...

Kegelapan langit tanpa adanya matahari yang menyinari. Bulan sabit bersanding dengan para bintang diantara awan dilangit sana.

Episodes
1 1_Perkenalan
2 2_Pulau Albrataz
3 3_Maaf
4 4_Perahu
5 5_Bekerjasamalah Kalian
6 6_Perkenalan
7 7_Dua Perempuan
8 8_Salting
9 9_Temani
10 10_Periksa
11 11_Apa yang Mereka Lakukan
12 12_Penjelasan
13 13_Sepi
14 14_Pusat Kota
15 15_Pucat
16 16_Ciuman Pertamaku
17 17_Alarm
18 18_Napi
19 19_Love You Sayang
20 20_Sudah Pada Pulang
21 21_Konslet
22 22_Pesisir Pantai
23 23_Jalanan Buntu
24 24_Arahan Abi
25 25_Luar Nalar
26 26_Bukan Urusanmu
27 27_Kau Betina
28 28_Muntah
29 29_Saya Miskin
30 30_Tidak Sadarkan Diri
31 31_Hutan Belantara
32 32_Parfum
33 33_Nona Betina
34 34_Mohon Ampun
35 35_Jilat
36 36_Celurit
37 37_Memanjakanmu
38 38_Kunci Rantai
39 39_Ini Milikku
40 40_jangan Cari Masalah
41 41_Laki Suka Laki
42 42_Kepala Tanpa Badan
43 43_Gayungku
44 44_Bangunan Bawah Tanah
45 45_Selembar Foto
46 46_Tuanmu Mengambil Wanitaku
47 47_Kembali
48 48_Pendisiplinan
49 49_Ricuh
50 50_Api
51 51_Maafkan Aku Sayang
52 52_Ke Surga
53 53_Kecewa
54 54_Tulisan Stenografi
55 55_Memulangkan Kau
56 56_Jangan Mengotori Tanganmu, Bi
57 57_Isi Peti
58 58_Dibohongi Realita
59 59_Jangan Tinggalkan Kami
60 60_Pemakaman
61 61_Camping
62 62_Pandangan Gelap
63 63_Hutan Lumut
64 64_Penjara
65 65_Memulangkan
66 66_Gramofon
67 AMN_Bab 67
68 AMN_Bab 68
69 AMN_Bab 69
70 AMN_Bab 70
71 AMN_Bab 71
72 AMN_Bab 72
73 AMN_Bab 73
74 AMN_Bab 74
75 AMN_Bab 75
Episodes

Updated 75 Episodes

1
1_Perkenalan
2
2_Pulau Albrataz
3
3_Maaf
4
4_Perahu
5
5_Bekerjasamalah Kalian
6
6_Perkenalan
7
7_Dua Perempuan
8
8_Salting
9
9_Temani
10
10_Periksa
11
11_Apa yang Mereka Lakukan
12
12_Penjelasan
13
13_Sepi
14
14_Pusat Kota
15
15_Pucat
16
16_Ciuman Pertamaku
17
17_Alarm
18
18_Napi
19
19_Love You Sayang
20
20_Sudah Pada Pulang
21
21_Konslet
22
22_Pesisir Pantai
23
23_Jalanan Buntu
24
24_Arahan Abi
25
25_Luar Nalar
26
26_Bukan Urusanmu
27
27_Kau Betina
28
28_Muntah
29
29_Saya Miskin
30
30_Tidak Sadarkan Diri
31
31_Hutan Belantara
32
32_Parfum
33
33_Nona Betina
34
34_Mohon Ampun
35
35_Jilat
36
36_Celurit
37
37_Memanjakanmu
38
38_Kunci Rantai
39
39_Ini Milikku
40
40_jangan Cari Masalah
41
41_Laki Suka Laki
42
42_Kepala Tanpa Badan
43
43_Gayungku
44
44_Bangunan Bawah Tanah
45
45_Selembar Foto
46
46_Tuanmu Mengambil Wanitaku
47
47_Kembali
48
48_Pendisiplinan
49
49_Ricuh
50
50_Api
51
51_Maafkan Aku Sayang
52
52_Ke Surga
53
53_Kecewa
54
54_Tulisan Stenografi
55
55_Memulangkan Kau
56
56_Jangan Mengotori Tanganmu, Bi
57
57_Isi Peti
58
58_Dibohongi Realita
59
59_Jangan Tinggalkan Kami
60
60_Pemakaman
61
61_Camping
62
62_Pandangan Gelap
63
63_Hutan Lumut
64
64_Penjara
65
65_Memulangkan
66
66_Gramofon
67
AMN_Bab 67
68
AMN_Bab 68
69
AMN_Bab 69
70
AMN_Bab 70
71
AMN_Bab 71
72
AMN_Bab 72
73
AMN_Bab 73
74
AMN_Bab 74
75
AMN_Bab 75

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!