Bab 1

Pagi itu datang dengan keagungan yang tenang, seolah-olah alam ingin menebus kegaduhan semalam. Matahari perlahan muncul dari balik ufuk, sinarnya menembus sisa-sisa kabut tipis yang masih menggantung di udara. Cahaya keemasan memantul di dedaunan yang basah, tetes-tetes embun berkilauan seperti permata kecil yang dijatuhkan dari langit.

Angin pagi berembus lembut, menyapu harum tanah basah dan membawa kesejukan yang menyegarkan jiwa. Di kejauhan, burung-burung mulai bernyanyi, suaranya menggema lembut di antara ranting pohon yang masih bergoyang ringan, sisa dari badai yang mengamuk semalaman.

Rumah-rumah tampak tenang, jendela-jendela yang tertutup kini mulai terbuka, membiarkan sinar hangat masuk dan menyapu gelap yang tertinggal. Semua terasa seperti awal baru—seperti pagi itu adalah hadiah setelah malam panjang penuh gemuruh, di mana dunia akhirnya menarik napas lega.

Di tengah pagi yang mulai beranjak cerah, Akademi Debocyle berdiri megah di atas dataran kokoh tersusun rapi, dikelilingi kabut tipis yang enggan menyerah pada sinar matahari. Bangunannya menjulang dengan arsitektur yang mencampurkan estetika klasik dan teknologi modern, memberikan kesan kuno namun sarat kekuatan.

Gerbang besi hitam yang dihiasi simbol-simbol misterius tertutup dengan kokoh menjadi palang utama di akademi, menjadi saksi bisu terhadap siswa-siswa dengan langkah tegas dan wajah penuh tujuan.

Lapangan luas di depan akademi sudah dipenuhi aktivitas, beberapa siswa dengan jubah khusus berlatih mengendalikan energi mereka, percikan cahaya, api, dan udara berputar di tangan mereka seperti karya seni yang hidup. Di sudut lain, sekelompok mentor berkeliling, mengamati dengan mata tajam dan sesekali memberi instruksi tegas. Suara dentingan logam terdengar dari area latihan fisik, di mana duel penuh strategi tengah berlangsung dengan tongkat, pedang, atau sekadar kekuatan tangan kosong.

Di puncak menara utama akademi, Kepala Akademi Debocyle, sosok misterius dengan jubah panjang hitam berlapis corak emas, berdiri memandang ke bawah, memperhatikan para calon pemegang kekuatan masa depan dengan mata penuh harapan dan kebanggaan.

Di dalam ruangan-ruangan kelas praktik berbentuk melingkar, siswa-siswa yang lebih muda duduk menghadap hologram besar yang menampilkan skema rumit tentang energi, teori pengendalian, dan batas kemampuan manusia. Akademi ini bukan sekadar tempat belajar, disini adalah pusat pembentukan kekuatan—tempat di mana legenda ditempa, dan hanya yang terkuat serta paling gigih yang akan bertahan untuk mengukir namanya di dinding kejayaan Debocyle.

Akademi Debocyle berdiri seperti istana megah di puncak bukit. Halaman luas, menara berlapis kristal, dan tembok-tembok menjulang yang nyaris menyentuh langit. Bagi kebanyakan orang, Debocyle adalah simbol harapan, tempat lahirnya para pahlawan berkekuatan super. Tapi bagi Alvaro, tempat ini tak lebih dari penjara berlapis emas.

Pagi itu, Alvaro duduk santai di ujung bangku kelas 1-A, jauh dari pandangan langsung sang guru. Umurnya tujuh belas, tapi wajahnya terlihat lebih matang dari anak sebayanya—sorot mata tajam, gerak tubuh tenang, dan suara yang tak pernah meninggi tanpa alasan. Rambut hitamnya dibiarkan jatuh tak beraturan, seragamnya lengkap namun sedikit berantakan dengan lengan tergulung.

Di depannya, Pak Bevan, guru Kode Etik, berdiri sambil menjelaskan panjang lebar tentang "peraturan Akademi Debocyle".

“Kekuatan adalah tanggung jawab besar. Di sini, kita belajar mengendalikan diri. Tidak boleh ada kekerasan, kesombongan, atau penggunaan kekuatan sembarangan. Apa pun alasannya.”

Alvaro mendengus kecil, tapi cukup keras untuk didengar satu kelas. Beberapa teman menoleh, penasaran.

Pak Bevan berhenti. “Ada masalah, Alvaro?”

Alvaro menatap guru itu dengan senyum tipis, wajahnya tenang seperti permukaan air. “Tidak ada, Pak. Cuma penasaran… kalau kami tidak boleh menggunakan kekuatan, lalu untuk apa kami punya kekuatan ini?”

Suasana kelas mendadak hening. Pak Bevan menarik napas dalam, matanya menatap tajam ke arah Alvaro. “Kekuatan yang tak terkendali hanya membawa kehancuran. Saya harap kamu paham itu.”

“Tentu, Pak. Saya paham.” Alvaro tersenyum lagi, lalu menunduk seolah patuh.

Tapi di bawah meja, tangannya bergerak pelan. Sebuah nyala kecil muncul di ujung jarinya—bola api seukuran kelereng, berputar-putar dalam genggaman. Dia tahu ini tindakan bodoh, tapi Alvaro tak peduli. Ada beberapa aturan yang, menurutnya, harus dilanggar.

Lima menit kemudian…

BAAAAAM!!

Sebuah ledakan kecil terdengar dari luar jendela. Beberapa siswa berteriak, dan Pak Bevan tersentak, berbalik dengan wajah panik. Di halaman depan, patung besar pendiri akademi kini diselimuti asap hitam dengan jejak api kecil di dasarnya. Tidak hancur, hanya sedikit gosong—cukup untuk menarik perhatian seluruh sekolah.

“SIAPA YANG MELAKUKANNYA?!” teriak Pak Bevan.

Di sudut kelas, Alvaro bersandar di kursinya, ekspresi wajahnya tenang. Tidak ada senyum nakal atau kepuasan berlebih—hanya tatapan datar, seolah semua ini bukan urusannya.

“Alvaro…,” bisik salah satu siswa di belakangnya. “Kamu yang—”

“Diam.” Suara Alvaro rendah, nyaris berbisik, tapi cukup membuat temannya mematung.

Ketika para guru sibuk berlarian ke halaman, Alvaro melirik keluar jendela. Tujuannya sudah tercapai. Dengan sedikit ‘gangguan kecil’, ia berhasil menunda pertemuan pagi ini—pertemuan yang katanya akan membahas "eksekusi murid yang gagal ujian kekuatan minggu lalu".

Alvaro tak pernah peduli dengan gelar atau reputasi akademi. Tapi dia peduli pada orang-orang yang tak mampu membela diri. Dan kadang… aturan harus dilanggar untuk melakukan hal yang benar.

“Apa pun alasannya,” gumamnya pelan, menirukan ucapan Pak Bevan tadi.

Tidak ada yang tahu kenapa Alvaro selalu bertindak di luar aturan. Mereka hanya melihat tindakan, bukan alasannya. Itu lebih baik, pikir Alvaro. Karena selama mereka sibuk memandangnya sebagai si "pembuat masalah", mereka tidak akan pernah menyadari siapa musuh sebenarnya di balik tembok Akademi Debocyle.

Lorong akademi masih dipenuhi kepanikan. Ledakan kecil tadi telah mengundang kerumunan guru dan siswa yang berlarian ke sana kemari. Namun, di tengah hiruk-pikuk itu, Alvaro tetap bersandar di bangkunya, wajahnya setenang biasa.

“Kalau kau tak bergerak cepat, kau bisa dianggap pelakunya, Alvaro.”

Sebuah suara berat dan tenang terdengar dari belakang. Alvaro menoleh. Berdiri di sana, sosok dengan bahu lebar dan tubuh tegap—Gale.

Dari penampilan luarnya saja, Gale sudah mencuri perhatian. Rambutnya berwarna coklat gelap yang selalu dibiarkan sedikit berantakan, seperti pria yang tak peduli pada penampilan. Namun, sorot matanya tajam dan berwibawa. Ia mengenakan seragam Akademi Debocyle dengan rapi, dengan jubah tipis bergaris emas yang menandakan statusnya sebagai salah satu siswa unggulan.

Alvaro mendengus kecil. “Kau bicara seperti aku harus takut.”

Gale tersenyum tipis, tatapan matanya menusuk namun ramah. “Tak peduli seberapa keras kau bermain-main dengan api, kalau kau tertangkap basah, aku tak bisa membantumu kali ini.”

“Kau? Membantuku?” Alvaro menekuk bibirnya sinis. “Sejak kapan ksatria macam dirimu punya urusan dengan si ‘pembuat masalah’?”

“Sejak kau berhenti berlagak seperti satu-satunya orang yang memiliki dendam di dunia ini.” Suara Gale rendah namun tegas, seolah setiap kata adalah pedang yang menusuk langsung ke dada Alvaro.

Alvaro menatap Gale beberapa detik. Ada sesuatu yang selalu membuatnya diam ketika berhadapan dengan pria ini. Bukan karena Gale lebih kuat—meskipun Alvaro tahu kekuatan Gale ada di atas rata-rata siswa lainnya—tetapi karena Gale memiliki sesuatu yang jarang dimiliki orang lain: ketenangan seorang ksatria sejati.

Tiba-tiba suara langkah tergesa-gesa mendekat. Beberapa guru mulai mendatangi kelas, mata mereka mencari siapa pun yang mencurigakan. Alvaro siap berdiri dan berjalan pergi, tetapi sebuah tangan kokoh mendorong pundaknya kembali ke bangku.

“Duduk di situ,” bisik Gale. “Aku yang urus.”

Sebelum Alvaro bisa membantah, Gale sudah berdiri di hadapan para guru dengan tenang. Tatapannya lurus dan suaranya mantap, tidak bergetar sedikit pun.

“Pak, ada yang perlu saya bantu?” Gale bertanya sopan namun penuh wibawa.

Salah satu guru menatapnya curiga. “Apa kau tahu sesuatu soal ledakan itu, Gale?”

“Tidak, Pak.” Gale menggeleng singkat. “Saya baru saja kembali dari ruang latihan. Tapi saya bisa ikut membantu mencari pelakunya, kalau itu yang Bapak mau.”

Alvaro mengerutkan kening di tempat duduknya, menatap punggung Gale dengan campuran kagum dan kesal. Pria itu selalu tahu bagaimana berbicara dengan para guru, seolah setiap kata yang keluar dari mulutnya adalah kebenaran yang tak bisa diganggu gugat.

Guru itu akhirnya mendengus. “Baiklah. Pastikan tidak ada siswa yang berkeliaran. Kami akan menyelidiki lebih lanjut.”

“Dimengerti, Pak,” jawab Gale sambil membungkuk kecil.

Begitu para guru pergi, Gale berbalik, langkah kakinya berat namun mantap menuju Alvaro. Sesaat, mereka bertatapan—Gale dengan senyum kemenangannya, Alvaro dengan ekspresi sebal.

“Cukup berkesan, ya?” Gale berujar santai sambil menyandarkan dirinya di meja Alvaro. “Satu hari tanpa kekacauan darimu adalah hari yang aneh.”

“Aku tak minta diselamatkan, ksatria,” balas Alvaro datar.

Gale terkekeh kecil. “Aku tahu. Tapi seseorang harus menjaga punggungmu, Alvaro.”

Untuk pertama kalinya sejak pagi itu, Alvaro tersenyum tipis, meskipun ia buru-buru menyembunyikannya.

Terpopuler

Comments

Syari Andrian

Syari Andrian

dari sini aku masih bingung karakter nya gimana.. Alvaro pendendam? sisi lain membela teman yang lemah, atau gimana?... hmm otak ku sakit mikirimnya/Scream//Scream//Scream//Scream/.....

ok next

2025-02-11

1

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Bab 1
3 Bab 2
4 Bab 3
5 Bab 4
6 Bab 5
7 Bab 6
8 Bab 7
9 Bab 8
10 Bab 9
11 Bab 10
12 Bab 11 : Hutan Hitam & Api Hitam
13 Bab 12 : Semangat baru dengan kepatahannya
14 Bab 13 : Bounty? Kayak bajak laut aja
15 Bab 14 : Keluar dari Hutan Hitam
16 Bab 15 : Makhluk Hutan Hitam
17 Bab 16 : Keluh Kesah Investigator
18 Bab 17 : Sisi Lain Hutan Hitam
19 Bab 18 : See You Later, Heather
20 Bab 19 : Charissa's Charm
21 Bab 20 : Manusia atau Monster?
22 Bab 21 : Relax di Ruang Aman Cadangan
23 Bab 22 : Sedikit Cerita Menggelitik
24 Bab 23 : Pemerintah Mulai Bergerak
25 Bab 24 : Bertemu Pendiri Akademi
26 Bab 25 : Fakta Lagi, Misi Lagi
27 Bab 26 : Menuju Akademi Lama
28 Bab 27 : Sampai di tujuan
29 Bab 28 : Misi Dimulai
30 Bab 29 : Di Laboratorium
31 Bab 30 : Hollowborn
32 Bab 31 : Terus Maju
33 Bab 32 : Tak Terhentikan
34 Bab 33 : Mereka Dimana-mana
35 Bab 34 : Robot Penjaga
36 Bab 35 : Kegagalan dari Singularitas Biologis
37 Bab 36 : Pertarungan Melawan Evolusi Tak Terbendung
38 Bab 37 : Darah dan Baja
39 Bab 38 : Langkah di Tengah Kekacauan
40 Bab 39 : Situasi Semakin Memburuk
41 Bab 40 : Pilihan Pahit
42 Bab 41 : Jerat Kata dan Luka
43 Bab 42 : Berlian yang Tak Lagi Bersinar
44 Bab 43 : Kedatangan Sang Direktur
45 Bab 44 : Yang Kita Simpan dalam Diam
46 Bab 45 : Wajah yang Ingin Kembali Kulihat
Episodes

Updated 46 Episodes

1
Prolog
2
Bab 1
3
Bab 2
4
Bab 3
5
Bab 4
6
Bab 5
7
Bab 6
8
Bab 7
9
Bab 8
10
Bab 9
11
Bab 10
12
Bab 11 : Hutan Hitam & Api Hitam
13
Bab 12 : Semangat baru dengan kepatahannya
14
Bab 13 : Bounty? Kayak bajak laut aja
15
Bab 14 : Keluar dari Hutan Hitam
16
Bab 15 : Makhluk Hutan Hitam
17
Bab 16 : Keluh Kesah Investigator
18
Bab 17 : Sisi Lain Hutan Hitam
19
Bab 18 : See You Later, Heather
20
Bab 19 : Charissa's Charm
21
Bab 20 : Manusia atau Monster?
22
Bab 21 : Relax di Ruang Aman Cadangan
23
Bab 22 : Sedikit Cerita Menggelitik
24
Bab 23 : Pemerintah Mulai Bergerak
25
Bab 24 : Bertemu Pendiri Akademi
26
Bab 25 : Fakta Lagi, Misi Lagi
27
Bab 26 : Menuju Akademi Lama
28
Bab 27 : Sampai di tujuan
29
Bab 28 : Misi Dimulai
30
Bab 29 : Di Laboratorium
31
Bab 30 : Hollowborn
32
Bab 31 : Terus Maju
33
Bab 32 : Tak Terhentikan
34
Bab 33 : Mereka Dimana-mana
35
Bab 34 : Robot Penjaga
36
Bab 35 : Kegagalan dari Singularitas Biologis
37
Bab 36 : Pertarungan Melawan Evolusi Tak Terbendung
38
Bab 37 : Darah dan Baja
39
Bab 38 : Langkah di Tengah Kekacauan
40
Bab 39 : Situasi Semakin Memburuk
41
Bab 40 : Pilihan Pahit
42
Bab 41 : Jerat Kata dan Luka
43
Bab 42 : Berlian yang Tak Lagi Bersinar
44
Bab 43 : Kedatangan Sang Direktur
45
Bab 44 : Yang Kita Simpan dalam Diam
46
Bab 45 : Wajah yang Ingin Kembali Kulihat

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!