Kini Safira beserta keluarganya pun telah memasuki gerbang pesantren tersebut, dengan disambut baik oleh pengurus pesantren. Mereka dipersilahkan masuk kedalam ruang tamu yang ada di pesantren tersebut. Mata Safira masih saja melihat sekeliling yang ia lewati. Ternyata peantren yang akan ia tempati mulai detik ini dan seterusnya sampai waktu yang belum ia ketahui itu sangat luas, dan bersih. Didepan ruangan yang saat ini ia dan keluarganya tempati ada halaman yang sangat luas seperti lapangan, yang sekelilingnya juga ada bangunan yang bertingkat dua. Mungkin itu adalah kamar - kamar para santri, pikirnya.
Beberapa menit kemudian, setelah dipersilahkan masuk dan duduk di ruang tamu tersebut, datanglah seorang gadis cantik berjilbab, yang umurnya terlihati lebih tua 3-4 tahun dari Safira, mungkin ia adalah pengurus, fikir Safira. Gadis itu tersenyum, lalu duduk dihadapan keluarga Safira.
"Assalamualaikum, maaf ada yang bisa saya bantu Bapak, ibu?" Tanyanya masih dengan senyum di wajahnya.
"Iya, begini, kami mengantar anak kami kesini untuk mondok di pesantren ini nak, apakah bisa langsung diterima disini?" jawab ayah Safira.
"Iya pak bisa sekali, disini bisa menerima kapan pun santri baru, walaupun itu sudah di pertengahan tahun pelajaran sekalipun, disini tidak membatasi atau mengharuskan untuk santri baru mendaftar di awal tahun pak," gadis itu menjeda kalimatnya sebentar, "Dan anak bapak yang mau masuk sekarang ini beruntung, karena kami baru memulai pelajaran awal beberapa hari yang lalu, jadi masih bisa mengejar yang lainnya," Terang gadis tersebut dengan panjang lebar.
"Baiklah kalau begitu, berarti kami datang kesini tidak terlambat ya, Apa syaratnya yang harus kami urus untuk masuk kesini," Tanya sang ayah lagi, karena memang belu tau syarat untuk masuk di pesantren tersebut. Ayah Safira hanya pernah kesini mengantar sahabatnya untuk menemui anak sahabatnya tersebut yang mondok juga dipesantren ini. Karena waktu itu mereka dari luar kota dan kebetulan lewat di daerah pesantren tersebut.
"Sebentar ya pak, buk, saya ambilkan dokumen yang berisi syarat - syarat d pesantren ini," Jawab gadis tersebut, lalu berpamita kepada keluarga Safira.
Setelah peninggalan gadis itu, diruangan tampak hening tanpa ada yang mau memecahkan keheningan.
Setelah beberapa menit, gadis itu pun kembali lagi, dengan membawa map berwarna merah kedalam ruangan tersebut.
"Ini pak, buk, silahkan dipahami, kalau ada yang tidak paham bisa langsung ditanyakan pada saya," Ucap gadis tersebut lalu memberikan map berwarna merah itu pada ayah Safira.
Ayah dan bunda Safira pun membacanya dengan saksama, memperhatikan semua tata tertib di pesantren tersebut. Membaca rincian bulanan yang harus d bayarkan juga. Setelah beberapa menit, mereka pun selesai membacanya. Kini giliran Safira yang membaca peraturan peraturan selama di pesantren tersebut. Ia nampak sedikit terkejut, karena peraturan yang tertera sangat ketat. Salah satu contohnya, tidak di perkenankan membawa hape, tidak diperbolehkan memakai perhiasan, dan masih banyak lagi.
Ternyata gak boleh keluar melewati pintu gerbang itu ya, kalo gak bersama orang tuanya, berart kalo mau keluar nunggu ayah dan bunda datang dong. Apa lagi ini, ortunya gak boleh nemuin anaknya sebelum 40 hari disini. Akhhh apa aku kuat ya, gak ketemu bunda selama itu.
Batin Safira, dan masih mengamati tulisan yang isinya peraturan tersebut.
Apa lagi ini, gak boleh bawa foto laki - laki, walupun itu foto ayah, yahhh padahal aku udah bawa beberapa foto Rama. Akhhh rasanya aku akan benar benar kehilangan Rama. Batinnya lagi.
Setelah selesai membaca, Safira menutup map tersebut dan meletakannya.
"Apa ada yang perlu d pertanyakan pak, buk?" Tanya gadis itu, setelah melihat Safira meletakan mapnya.
"Saya sudah faham, semoga anak saya juga faham," Jawab ayah Safira dan melirikan matanya kearah Safira.
"Kalo boleh tau, mbaknya namanya siapa ya?"
"Saya Sofiya pak, saya disini sebagai pengurus," ucapnya dengan sopan, "Bapak sekeluarga ini dari daerah mana ya, nanti saya akan panggilkan pengurus yang satu daerah dengan anak anda pak," ucapnya lagi.
"Kami dari kota XXX nak Sofiya," Jawab ayah Safira lagi.
"Baiklah, kami akan panggilakan pengurus kamar dari kota XXX, yang mana nanti juga akan jadi kamar untuk putri anda, dan silahkan diisi formulir pendaftaran tersebut,"
Setelah mengucapkan itu, Safiya pun berpamitan keluar lagi, untuk memanggil santri yang dia maksud tersebut.
Dan didalam ruang tamu itu Safira mengisi formulir pendaftarannya.
"Kamu sanggup kan sayang, untuk memenuhi semua peraturan yang ada di pesantren ini?" Tanya sang bunda memulai pembicaraan, karena dari tadi mereka hanya membisu.
Safira mengagguk dengan ragu, "Insyaallah bun, sanggup gak sanggup harus di patuhi, selama itu baik kan bun," Jawab Safira tanpa menoleh kearah bundanya, dan masih fokus untuk menulis pendaftaran.
"Harus sanggup. Jangan sampai melanggar, ayah gak mau kamu melanggar peeaturan peraturan itu. Jangan buat malu kami," Ucap sang ayah dengan nada memperingati.
"Iya yah," jawab Safira dengan nada lesu.
Sang kakak sedari tadi hanya diam dan menyimak sambil memainkan ponsel pintarnya. Karena memang Kakak pertamanya itu pendiam dan sedikit acuh, tidak seperti kak Satria yang selalu menyayangi Safira. Bahkan Safira lebih merasa disayangi oleh Satria, karena memang Satria lebih mengerti Safira.
Setelah kurang lebih lima belas menit, Sofiya pun datang lagi dengan seorang gadis juga, terlihat gadis itu seumuran dengan Safira. Mereka memasuki ruang tamu itu, dan duduk didepan keluarga Safira.
"Pak, buk, ini anak yang saya maksud tersebut, namanya Alya, dia ketua kamar yang akan putri anda tempati, oh ia nama mbaknya siapa ya? Tadi sampai lupa belum nanya," Ucapnya memperkenalkan gadis di sampingnnya.
Gadis itu pun menyalami bunda Safira dan juga Safira.
"Saya Safira kak," Ucap Safira memperkenalkan diri.
"Ohya Safira, disini manggil sesama teman dengan sebutan mbak ya, baik itu masih kecil sekalipun dan kalau untuk ustadzah manggilnya bu, walaupun itu umurnya lebih muda dari kamu" Ucap Sofiya lagi.
"Iya mbak Sofiya,"
Akhirnya mereka mengobrol panjang lebar, mengenai kehidupan di pesantren. Setelah kurang lebih satu jam, Safira beserta keluarganya pun di persilahkan menemui Kiyai yang punya pesantren tersebut atau istilahnya dengan sebutan sowan dalem. Sebelum mereka menemui Kiyai atau sowan, Safira di tunjukan kamarnya dan membawa barang barang Safira dibantu sang bunda, karena memang laki laki tidak boleh masuk kawasan kamar para santri putri, jadi ayah dan kakak Safira tetap berada didalam ruang tamu tersebut.
Setelah selesai sowan dengan Kiyainya, mereka pun kembali ke ruang tamu yang tadi. Terlihat raut kesedihan dimata Safira, karena sebentar lagi orang tuanya beserta sang kakak harus pergi meninggalkannya sendiri disana untuk pulang kerumah.
"Bunda ayah dan kakak pulang dulu ya sayang, kamu pasti bisa, kamu pasti kuat, jangan sedih gitu dong, nanti bunda ikut sedih nak," Nasehat sang bunda, dengan mengelus kepala Safira yang tertutup krudung tersebut.
Safira hanya diam membisu, dan menundukkan pandangannya.
"Gak usah nangis, kaya gak akan ketemu lagi aja. Malu sama temen temen kamu, apalagi kakak lihat tadi banyak yang lebih kecil disini, apa kamu gak malu sama mereka?" Sang kakak yang dari tadi hanya diam kini ikut bersuara.
"Iya kakak kamu benar Fira," Kini sang ayah yang menimpali. "Yaudah kami pulang dulu, nanti kalo lama lama disini, kamu malah minta pulang lagi. Ini juga sudah sore, nanti kami sampai rumah kemalaman," tambah sang ayah lagi.
"Iya nak, gak apa apa kan kami tinggal sekarang sayang?" tanya sang bunda yang masih merasa berat meninggalkan sang putri satu satunya tersebut.
"Iya bun, ayah bener, nanti kalo kalian kelamaan disini, fira malah mau ikut pulang lagi," Safira menjeda kalimatnya, "Fira titip ini ya bun, nanti kalo bunda kesini di bawa ya, oh iya, kalung ku juga belum aku lepas bun, sama cincinnya juga," tambahnya lagi seraya memberika ponsel dan melepas kalung dan cincin emas yang dia pakai dan memberikan pada bundanya. Tapi ada satu cincin yang terbuat dari perak yang tidak ia lepas, karena menurutnya tidak terlalu mencolok dan juga itu adalah cincin pemberian sang kekasih. Dia juga tadi lihat, mbak Sofiya memakai cincin.
Setelah berpamitan dengan pengurus tadi, kini orang tua Safira pun melangkahkan kakinya keluar gerbang. Terlihat sang bunda yang masih setia memeluk sang anak dengan erat, ada sedikit cairan bening yang menetes dari pelupuk matanya. Kalau Safira jangam ditanya, sudah sejak tadi air matanya selalu menetes, sedangkan sang kakak dan ayahnya hanya diam memperhatikan kedua wanita yang disayangi tersebut.
Setelah dirasa cukup, bunda pun melepaskan pelukannya.
"Kamu harus betah disini ya sayang, bunda pulang dulu ya, baik baik disini, jaga diri ya nak, jangan merepotkan teman kamu ya sayang," Kata sang bunda menasehati.
Safira hanya bisa mengagguk saja, karena tak bisa berkata kata lagi. Dia pun menyalami satu perstu orang tuanya dan juga kakaknya, tak lupa juga dengan pelukan sebelum berpisah. Setelah orang tuanya sudah tak terlihat lagi, Safira masuk ke dalam pesantren bersama ketua kamar tadi menuju kamarnya.
Didalam kamar, ternyata sudah banyak yang menyambutnya, mereka terlihat antusias karena kedatangan teman baru tentunya. Merekapun berkenalan satu persatu dengan Safira, setelah dirasa cukup berkenalannya, Safira pun membereskan pakaian pakaian yang ia bawa dari rumah kedalam almari dan di bantu oleh Alya sang ketua kamar.
Kamar yang berukuran 4x4 tersebut ternyata dihuni oleh 25 orang, Safira berfikir hanya di huni empat orang saja, ternyata pikirannya salah.
"Mbak kalo kamar segini di isi 25 orang, trus tidurnya gimana ya?" Itulah pertanyaan yang pertama muncul dari Safira.
"Kita tidurnya di aula mbak, kalo gak di aula, ya di mushola atau ruang kelas mbak. Jadi gak usah khawatir ya, nanti kamu tidur disini dulu sama yang masih baru juga," Jawab Alya.
"Oh gitu ya, pantes aja, aku tadi sempet bingung mbak,"
"Iya, nanti kalo ada yang kamu masih bingung, tanya saya aja ya. Nanti saya antar ke koprasi untuk beli alat tulis dan juga kitab kitab,"
"Lho bukannya kita gak boleh keluar gerbang ya mbak?" tanya Safira masih bingung, karena setaunya toko buku dan kitab ada di luar sana.
"Ya emng gak boleh keluar gerbang, di dalam ada kok koprasinya, nanti aku antar deh,"
"oh oke, aku lanjutin lagi ya mbak, menata baju baju ku,"
"iya, sini aku bantu lagi,"
Mereka pun akhirnya, membereska baju baju Safira lagi sampai selesai. Safira diajak Alya untuk mandi dan bersih bersih, karena jam segitu memang waktunya untuk mandi para santri.
Kini waktu sudah sore, setelah mereka semua melaksanakan sholat asar, Safira diantar oleh Alya untuk ke koprasi membeli buku buku dan kitab yang dibutuhkannya.
Dan mulai malam ini Safira sudah diperbolehkan untuk mulai mengaji dan belajar bersama teman teman yang lainnya.
Semoga Safira bisa menyesuaikan dengan kehidupan barunya ya. Kita doakan saja, Safira kan gadis baik.
Semoga Sang Maha Kuasa juga meridhoi setiap langkahnya.
Perjuangan Safira masih panjang.
❤
❤
❤
**Sampai disini dulu. Jumpa lagi besok ya, semoga bisa up tiap hari.
Salam sayang buat kalian dari aku🥰😘😘**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
🍬🧀Kara
Like like like❤❤
2020-10-06
2
Istri Sah Dewangga ~
Lanjut..
2020-10-05
2
🇮🇩⨀⃝⃟⃞☯Ayodyatama🌹
aamiin ....
2020-09-29
1