Melisa berjalan dengan perlahan di belakang pria itu, langkah kakinya terasa berat dan tidak terburu-buru. Ia tidak mengucapkan sepatah katapun, tapi dalam hatinya ia rasanya ingin berteriak pada pria aneh dan angkuh ini.
"Ini dia tempatnya," ujar Melisa saat mereka telah tiba di depan toko obat tabib Li. Suaranya terdengar datar dan tidak bersemangat, tapi pria itu tidak memperdulikannya.
Pria itu mengangguk pelan, tapi tidak mengucapkan sepatah katapun. Ia hanya terus berdiri di sana, dengan wajah yang tidak berubah.
"Berarti saya sudah boleh pergi, kan?" tanya Melisa, dengan harapan bahwa ia bisa segera meninggalkan pria itu.
Tapi pria itu tidak menjawab, ia hanya terus menatap Melisa dengan mata yang tajam. Melisa merasa tidak nyaman dengan tatapan itu, tapi ia tidak bisa menunjukkan perasaannya itu. Hingga pria tersebut mengatakan kalimat yang justru membuat Melisa benar-benar kesal.
"Ikuti aku," pintanya yang lebih seperti perintah itu.
"Loh, tapi anda hanya meminta saya untuk mengantar tadi," ujar Melisa tidak terima.
"Kau tidak terima? Baiklah, jika begitu, maka aku tidak akan jadi menangani ini," ancamnya lalu dengan santai memutar badan hendak pergi dari tempat tersebut.
"Ha? Apa-apaan? Bagaimana dengan tabib Li?" tanya Melisa yang emosi dengan apa yang dikatakan sosok aneh itu.
"Bukan urusanku," jawab pria itu dengan dingin.
"Bajingan," umpat Melisa dengan kesal.
"Jangan mengumpatku seperti itu, bisa saja aku memasukkanmu ke penjara karena telah berlaku kasar pada aparat," peringat pria itu dengan nada yang tegas. Jujur ia sedikit merasa takut dengan ancaman pria itu.
"Jadi, apa mau ikut ke dalam atau tetap pergi? Itu pilihanmu," pria itu menoleh kebelakang pada melisa yang masih membeku di tempat.
Melisa hanya bisa menghela napas panjang, merasa tidak punya pilihan lain.
"Baiklah, saya akan ikut masuk," ujar Melisa dengan begitu pasrah.
Sedangkan pria itu tersenyum tipis sejenak lalu membalikkan tubuhnya dan mulai memasuki rumah itu. Saat ini ia membiarkan Melisa berada di depan sedangkan dirinya sendiri berada di belakang Melisa.
"Krek." Pintu terbuka, menampilkan ruangan yang penuh dengan obat-obatan. Melisa kemudian melangkahkan kakinya perlahan.
"Panggil orang yang kau curigai itu!" perintah pria itu.
"Hmm... Ray? tabib Li?" Melisa terus memanggil nama itu, tapi sayang tidak ada satupun dari nama tersebut yang keluar menyapanya.
"Masuk dan pergi ke dalam, cari mereka!" perintah pria itu untuk yang kesekian kalinya.
"Saya sendiri?" Melisa menunjuk dirinya sendiri.
"Ya," jawab pria itu dengan singkat.
"Hei, bagaimana jika ada sesuatu yang berbahaya di dalam? saya benar-benar akan mati," ujar Melisa dengan menatap pria itu tidak percaya.
"Lakukan saja," pintanya tampak tidak ingin dibantah sama sekali. Melisa yang melihat hal itu hanya bisa mengepalkan kedua tangannya menahan emosi yang akan keluar.Tapi sedetik kemudian ia menghela nafas panjang.
'Oh, ayolah, kenapa pria ini seakan-akan memiliki dendam yang sangat dalam padaku?' pikir Melisa, yang hanya bisa menuruti perintah dari pria aneh itu.
"Ray!" panggil Melisa yang mulai menelusuri toko yang sekaligus rumah itu. Ia menatap seluruh dinding dan juga benda-benda yang ada di situ. Jelas tidak ada yang berbeda dari apa yang ia lihat sebelumnya.
Hingga ia tiba di depan pintu kamar yang masih tertutup rapat. Langkah kaki Melisa entah mengapa mengarahkan dirinya untuk menuju pintu itu.
"Masuklah, lalu lihat, Melisa... aku akan mengabulkan semua yang kau inginkan," suara gumaman terdengar jelas di telinga gadis itu, membuatnya semakin terpaku pada pintu tersebut.
"Ayo buka pintunya..." suara itu kembali terdengar, membuat Melisa memegang handle pintu dengan perlahan.
"Ayo, Melisa, buka pintunya..." suara itu terus terdengar di telinganya.
Tapi sekian detik kemudian, gadis itu justru melepaskan handle pintu itu, lalu memundurkan langkah kakinya perlahan.
"Kau pikir aku bodoh akan membuka pintu ini?" ujar Melisa dengan melipat kedua tangannya.
"Ayolah, jika kau membuka pintu ini, maka aku akan mengabulkan semua keinginanmu," bujuk suara itu.
"Mengabulkan semua keinginan? Apa kau bercanda? Keluar dari kamar itu saja kau tidak bisa sendiri, bagaimana kau akan mengabulkan keinginan, dasar konyol," ejek Melisa. Dia tidak sebodoh itu untuk melakukan apa yang di katakan oleh suara mencurigakan tersebut. Di tambah dengan suasana sepi dan sunyi di tempat itu menambah kesan horor menurut Melisa. Bahkan tidak di pungkiri jika jantungnya berdetak lebih cepat karena takut.
"Puk." Melisa terkejut akibat dari tepukan di pundaknya.
"Akh, ayam terbang makan monyet," ujarnya karena terkejut. Bahkan dirinya hampir melompat karena keterkejutannya.
"Sedang apa disini?" pertanyaan yang begitu saja dilemparkan oleh pria itu.
Melisa menoleh ke belakang, melihat pria menyebalkan tersebut telah berdiri di belakangnya dengan wajah datar yang tidak berubah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Kardi Kardi
eeeeh. AYAM GOBLOK, MAKAN BAKMIIIIIII
2025-03-06
2
kaylla salsabella
pasti yang nepuk si Rey
2024-12-28
1
Yurniati
terus lanjut update nya thorr
2024-12-28
1