Suasana hening kembali meliputi ruangan itu, seperti sebuah keheningan yang menyergap semua orang di dalamnya. Udara terasa berat dan tebal, seolah-olah penuh dengan ketegangan yang tidak terucapkan. Hingga pria berkacamata itu hendak mengatakan sesuatu, tapi dengan cepat Melisa memotongnya, seolah-olah ingin mencegah pria itu mengucapkan kata-kata yang tidak diinginkan.
Melisa berdiri tegak, matanya memandang pria berkacamata itu dengan penuh tantangan.
"Apa salahnya anda mengurus beberapa pengawal untuk menyelidikinya, dari pada berdebat dengan saya dan membuang-buang waktu?" Melisa bertanya, dengan nada yang begitu sinis, seolah-olah menuntut jawaban dari pria berkacamata itu.
Pria berkacamata itu tampak terkejut dengan kata-kata Melisa. Ia tidak terbiasa dengan orang yang berani menentangnya seperti itu. Ia merasa seperti telah ditampar oleh Melisa, dan ia tidak tahu bagaimana harus bereaksi.
Ruangan itu terasa semakin hening, seolah-olah semua orang di dalamnya menahan napas, menunggu jawaban dari pria berkacamata itu. Melisa tetap berdiri tegak, matanya tidak berkedip, seolah-olah menantang pria berkacamata itu untuk bereaksi.
"Anda benar, nona. Saya akan meminta beberapa orang kesatria untuk pergi menyelidikinya," ujar pria yang merupakan pimpinan kesatria itu memecah ketegangan dari dua orang itu.
"Tunggu," Kali ini lagi-lagi pria dengan kacamata yang menyebalkan itu kembali berbicara. "Aku yang akan pergi, jadi tidak perlu mengutus kesatria," ujarnya dengan nada yang begitu tegas.
Sedangkan pemimpin kesatria tampak terkejut, berbeda dengan Melisa yang menatap malas pada pria itu.
"Baiklah, jika begitu, maka saya izin mengundurkan diri," ujar Melisa yang ingin segera pergi dari tempat itu. Lagipula ia telah mengatakan semua yang ia ingin katakan.
Tapi langkah gadis itu terhenti kala suara pria dengan nada dingin itu kembali bersuara.
"Kau tidak boleh pergi!"perintahnya membuat langkah Melisa terhenti.
"Ha, kenapa?" tanya Melisa, wanita itu menaikkan alisnya.
"Kau akan pergi bersamaku ke tempat yang kau katakan itu!" lanjutnya yang membuat suasana menjadi tegang.
"Kau gila?" refleks Melisa, emosi yang telah ia pendam sejak lama membuatnya mengatakan apa yang ada di dalam otaknya.
Kedua orang pria itu langsung terdiam dengan tatapan terkejut. Karena ini adalah dunia dengan kasta yang dijunjung tinggi. Pria berkacamata ini jelas lebih tinggi kastanya dibandingkan dengan Melisa, tapi gadis itu justru dengan berani menghina pria itu dengan mengatakan pria itu "gila".
"Hahaha, ayo, tuan, saya akan mengantar anda," ujar Melisa memecah suasana hening itu.
"Bukankah kau tadi tidak mau?" tanya pria itu dengan tatapan yang menyebalkan menurut Melisa.
"Kapan saya berbicara seperti itu? Hahaha, tentu saja saya akan dengan senang hati mengantar anda," tawanya dengan terpaksa bahkan benar-benar terasa sangat canggung. Sedangkan dalam hati ia benar-benar ingin menendang pria yang semena-mena ini.
"Hmm," pria itu tidak memperdulikannya lagi, tapi justru berjalan menuju pintu keluar.
"Kenapa kau hanya diam?" ujar pria itu yang melirik pada Melisa yang saat ini hanya diam tanpa mengikutinya.
"Ya?" bingung Melisa.
"Cepat ikuti aku!" tegasnya.
"Baik, tuan," ujar Melisa dengan mengikuti langkah kaki pria itu. Sedangkan pimpinan kesatria hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan pelan dan menghembuskan nafas kasar melihat tingkah dari dua orang tersebut.
Sesampainya di luar ruangan, Melisa melihat bahwa kesatria itu menjaga Kevin dengan cukup baik.
"Ibu...!" teriak Kevin saat Melisa datang padanya.
"Iya, sayang,"nadanya terdengar begitu lembut. Lalu mengelus rambut hitam tersebut seperti biasa.
"Terima kasih telah menjaga putra saya, tapi bisakah saya meminta tolong lagi untuk menjaganya. Saya masih ada keperluan sebentar," ekspresi Melisa benar-benar penuh harap saat menatap pria itu.
"Tidak apa, nyonya,"jawabnya dengan ramah.
Mendengar hal itu Melisa bisa bernafas lega sebelum akhirnya menatap sang putra. "Dan Kevin, ibu akan pergi sebentar lagi, jadi jangan nakal, ya, dengarkan apa yang dikatakan paman kesatria."
"Baik, ibu, Kevin akan mematuhi paman kesatria."
"Ibu sayang Kevin," ujar Melisa.
"Baiklah, saya titip putra saya lagi, ya, dan ini jika dia mungkin menginginkan jajan, dan selebihnya bisa untuk anda," Melisa lalu memberikan pria itu 5 koin emas.
"Ini terlalu banyak, nyonya," tolak kesatria itu.
"Tidak apa, anggap saja sekalian bentuk terima kasihku padamu," ujar Melisa. Kesatria itu akhirnya menerima koin tersebut dengan penuh syukur.
Sedangkan dari jauh, pria berkacamata itu hanya bisa memperhatikan bagaimana gadis itu berbicara dengan seorang kesatria dan juga anak kecil. Tapi anak itu tidak begitu terlihat karena tubuh Melisa yang menghalangi.
'Sampai kapan dia akan berlama-lama di sana?' batin pria itu.
"Tidak bisakah kau lebih cepat?" kesal pria itu. Ia bahkan berteriak kali ini.
Sedangkan Melisa hanya bisa menghela nafas panjang mendengar perkataan pria itu yang terdengar menyebalkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Kardi Kardi
hmmm. paman ksatrianya di bayarrr....
2025-03-06
2
igarashi niona
melisa yang memakai, polisi yang keringat dingin 😂
2025-02-14
1
Berlian Nusantara dan Dinda Saraswati
raja kh yg lgi nyamar
2025-02-27
0