Hingga tanpa terasa, mereka berempat telah menikmati makanan itu dengan penuh canda tawa. Melisa juga bersyukur karena sepertinya dua orang itu cukup menikmati makanan yang ia buat.
"Terima kasih atas makanannya, nak. Besok-besok kamu harus datang lagi ke sini. Aku dan juga Raymond pasti akan menyambutmu dengan senang hati," ujar tabib Li, dengan begitu hangat.
"Benarkah? Hmm, saya pasti akan datang ke sini bersama dengan Kevin lain kali," balas Melisa, dengan tersenyum senang.
Kemudian setelah semua orang selesai menyantap hidangan. Melisa ingin membersihkan piring-piring tersebut akan tetapi Raymond menghalanginya dengan alasan bahwa itu adalah tugasnya. Hingga akhirnya tanpa terasa sudah terlalu lama ia berada disana. Bahkan matahari juga hampir saja tenggelam. Melihat hal tersebut Melisa memutuskan untuk kembali ke rumah.
"Apa kalian akan pergi secepat ini?" tanya Raymond, tampak tidak senang. Suasana di sekitarnya terasa sedikit berubah.
"Kami memang harus pergi karena saat ini sudah cukup sore. Lagi pula, kami akan membeli beberapa barang lagi. Jika lebih lama di sini, aku takut mungkin kami tidak dapat kereta untuk pulang," jelas Melisa, terdengar begitu tenang dan damai.
Mendengar hal itu, Raymond hanya bisa pasrah. Siapa sangka wanita itu benar-benar sangat baik, tidak seperti yang ia pikirkan sebelumnya.
"Huh, baiklah. Jika begitu, maka hati-hati di jalan," pasrah pria itu.
"Ya, terima kasih. Kami akan pergi dulu, dah..." ujar Melisa dengan melambaikan tangannya pada tabib Li dan Raymond.
"Ibu, kali ini kita akan kemana?" tanya Kevin, penasaran.
"Tentu saja, membeli mainan untuk Kevin, hehehe," ujar Melisa, wanita itu benar-benar tidak sabar untuk membelikan beberapa mainan untuk Kevin bahkan rasanya ia begitu bersemangat.
"Benarkah, bu?" tanyanya, dengan suara yang terdengar antusias.
"Tentu saja, kan kita sudah membicarakannya sebelum pergi dari sini," ujar Melisa.
"Kevin sayang ibu," anak itu benar-benar sangat senang kala mengetahui bahwa sang ibu sudah sangat menyayanginya.
"Ibu juga sayang Kevin," Melisa tersenyum lembut mendengar perkataan Kevin.
Mereka berjalan dengan santai, dengan sedikit membelah kerumunan yang cukup ramai. Melisa benar-benar tidak habis pikir, bahkan di jam segini orang-orang masih sangat ramai.
"Ibu, tadi paman Ray memberikan kertas pada Kevin," ujar anak itu, membuat Melisa terdiam sejenak.
"Apa isi kertasnya?" tanyanya dengan cukup penasaran.
"Tidak tahu, bu. Kevin tidak tahu cara membaca," ujar anak itu, terdengar begitu polos dan tidak berdosa.
Astaga, Melisa melupakan tentang pendidikan anaknya. Tapi masih wajar, sih, karena Kevin baru berusia empat tahun.
"Ini, bu," ujar anak itu, lalu memberikan selembar kertas padanya.
"Terima kasih," Melisa mengambil benda tersebut, lalu dengan cepat membuka kertas itu. Melisa menyipitkan matanya saat tidak mengerti dengan apa maksud dari apa yang berada disana.
'Hati-hati dengan orang dengan tanda bintang hitam di tubuhnya.'
Hanya itu yang tertulis di sana, membuat Melisa benar-benar bingung.
'Apa maksudnya?' pikir Melisa.
"Ibu, apa yang tertulis di sana?" tanya Kevin, penasaran.
"Itu paman Ray bilang bahwa Kevin jangan dibelikan mainan, hahaha," bohongnya.
"Ibu...." rengeknya.
"Oh ya, ayo kita segera pergi sebelum hari semakin sore," ajak Melisa mengalihkan perhatian.
"Ayo, bu," jawab Kevin yang sudah melupakan mengenai surat tersebut.
*
*
Hingga akhirnya Melisa dan Kevin tiba di sebuah toko mainan yang terletak di pusat kota. Suasana di sekitarnya terasa begitu ceria dan menyenangkan, dengan suara-suara riang yang terdengar dari dalam. Toko mainan itu sendiri terlihat sangat besar dan luas, dengan rak-rak yang penuh dengan berbagai jenis mainan yang menarik.
"Pilih apapun yang Kevin mau, maka ibu akan membelikannya," ujar Melisa dengan begitu yakin. Saat ini ia memiliki banyak uang jadi beberapa mainan tidak akan membuatnya miskin.
"Benarkah, bu?" tanya Kevin memastikan. Karena setaunya bahwa mainan memiliki harga yang mahal.
"Tentu saja, sayang. Ibu kaya, hahaha... ups," Wanita itu menghentikan tawanya saat menyadari jika orang-orang menatap ke arahnya.
"Baiklah, sekarang mulai belanja!" seru Melisa,dia bahkan terlihat jauh lebih bersemangat dari pada sang putra. Ia mengambil tangan Kevin dan memulai perjalanan mereka di dalam toko mainan.
Kevin menatap ibunya bingung karena tampak Melisa yang lebih bersemangat daripada dirinya. Sedangkan Melisa memperhatikan sekelilingnya, melihat berbagai jenis mainan yang menarik dan membuatnya ingin memilikinya semua.
"Wah, boneka ini lucu. Aku mau, ah..." ujarnya, saat melihat boneka beruang yang lucu dengan bulu berwarna merah muda. Ia mengambil boneka itu dan memeluknya erat, merasakan rasa yang begitu lembut.
"Wah, kotak musik ini benar-benar lucu. Dari dulu aku ingin beli... baiklah, ini juga akan kubeli," ujarnya, dengan sangat senang. Ia mengambil kotak musik itu dan memasukkannya ke dalam keranjang belanja mereka.
Kevin hanya bisa tersenyum sambil menggelengkan kepalanya pelan. Sebenarnya, yang anak kecil itu dia atau justru sang ibu? Ia melihat ibunya yang sedang sibuk memilih mainan, dan merasakan kebahagiaan yang tak terhingga karena dapat berbelanja bersama dengan ibunya.
"Oh ya, Kevin sayang, apa yang kamu pilih?" tanya Melisa, saat menyadari jika dia kesini untuk membeli mainan untuk Kevin bukan untuk dirinya.
"Ini, bu," Kevin menunjukkan sebuah mainan pedang kayu, membuat Melisa kembali terdiam. Ia melihat mainan itu dengan mata yang penuh kekaguman, tapi sedetik kemudian ia mengernyitkan dahinya saat menyadari jika tidak ada benda lain yang di bawa oleh Kevin.
"Hanya itu?" tanyanya, memastikan.
"Ya, bu..." jawab Kevin, disertai dengan anggukan kepala.
"Oh, tidak boleh. Kamu harus mengambil minimal tiga barang," ujar Melisa dengan mengangkat tiga jarinya.
"Tapi, Bu..." gumam Kevin, sejujurnya ia hanya membeli satu karena takut jika sang ibu justru marah padanya.
"Tidak ada tapi-tapian, sayang. Ayo bersikaplah seperti anak-anak dan bermanjalah pada ibu," Jelas Melisa. Raut Melisa seakan-akan menunjukkan bahwa itu adalah perintah.
"Hmm, baiklah, bu," ujar Kevin, lalu berlari ke arah rak mainan yang di dominasi mainan anak laki-laki. Ia melihat sekelilingnya, melihat berbagai jenis mainan yang menarik dan membuatnya ingin memilikinya semua.
Melisa tersenyum melihat anaknya yang begitu bahagia. Ia memutuskan untuk membiarkan Kevin memilih mainan yang sesuai dengan keinginannya, dan siap untuk membelikan apapun yang dipilih oleh anaknya.
*
*
*
Beberapa saat kemudian, mereka telah selesai memilih mainan, lalu pergi untuk membayar. Pemilik toko tersenyum melihat begitu banyak barang yang dibeli.
"Wah, ternyata kakak beradik yang cantik dan tampan," ujar pemilik toko dengan ramah, sambil memandang Melisa dan Kevin dengan bergantian.
"Kakak beradik?" Melisa terkejut, dengan suara yang terdengar begitu heran.
"Maaf, tapi saya ibunya," jelas Melisa, dengan begitu tenang.
Suasana terasa sunyi sementara, penjaga toko tersebut terdiam.
"Maafkan saya, nyonya, atas kekeliruan saya," ujar pemilik toko dengan sopan, sambil menundukkan kepala dan meminta maaf.
"Tidak apa, tenang saja, jadi berapa semua ?" Melisa tersenyum ramah, sambil mengangkat tangan dan memberikan isyarat bahwa tidak ada masalah.
"Anda sangat murah hati, nyonya... totalnya 57 perak, nyonya," jelas pemilik toko, sambil memandang Melisa dengan mata yang penuh kesenangan.
"Ini..." Melisa dengan cepat memberikan 1 koin emas yang memang dibawanya. Penjual itu dengan cepat memberikan 43 koin perak sebagai kembalian.
"Besok-besok, jangan lupa untuk kembali ke toko saya, nyonya," pemilik toko tampaknya menyukai Melisa.
"Hmm, tentu saja, terima kasih... ayo, Kevin," ujar Melisa, sambil memanggil Kevin dan meninggalkan toko itu.
Melisa dan Kevin meninggalkan toko itu, tapi Melisa mempercepat langkahnya dengan wajah datarnya yang terlihat mengkhawatirkan sesuatu. Suasana di sekitarnya terasa sedikit berubah.
'Tanda bintang hitam ada di pergelangan tangan pemilik toko mainan ini. Sebenarnya, apa maksud dari tanda bintang hitam?' pikir Melisa, sambil memandang ke belakang dan melihat pemilik toko yang masih tersenyum.
*
*
*
Sedangkan di sisi lain, saat ini Raymond tengah berdiri di depan sebuah cermin yang begitu besar di dalam kamar yang cukup gelap. Ia membuka baju itu, lalu melemparkannya dengan sembarang arah, sehingga baju itu terjatuh di lantai yang terbuat dari kayu. Tubuh indah dengan otot-otot terpampang jelas di sana, tapi ada satu yang menjadi perhatian, yakni tanda bintang hitam yang ada di bahu kanannya.
"Ku harap dia baik-baik saja," gumamnya, lalu memegang tanda itu dengan tangannya yang kuat dan berotot.
"Kenapa memberi tahu rahasia tanda bintang pada wanita itu?" ujar suara yang tiba-tiba saja terdengar di telinganya.
"Dia adalah orang baik," ujar Raymond, dengan suara yang terdengar begitu tenang dan damai.
"Hahaha, apa sekarang kau punya hati? Ingat, Raymond, kita harus menghancurkan dunia ini. Bukankah kau juga setuju jika dunia ini benar-benar sangat memuakkan? Orang-orang ini hanya makhluk serakah yang tidak akan pernah puas. Jadi, ayo kita habisi mereka, lalu bangsamu bisa tinggal di dunia ini," suara tersebut terdengar pelan.
Raymond tidak mengatakan apapun, tapi itu seperti tanda setuju darinya. Ia memandang lurus kedepan dengan mata yang penuh kebencian dan kekejaman. Manusia memang sudah seharusnya dimusnahkan, tapi berbeda dengan Melisa dan juga Kevin. Kedua orang itu benar-benar adalah sosok yang sangat baik.
"Aku benar-benar akan membantumu menghancurkan dunia, tapi aku tidak bisa menyerang teman-temanku," tegas Raymond, dengan suara yang terdengar begitu keras dan tegas. Ia memandang cermin itu dengan mata yang penuh keberanian dan kepercayaan diri.
"Baiklah-baiklah, itu terserah padamu saja," suara itu terdengar begitu jauh lalu menghilang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
💛i'm SPONGEBOB💛
bukan nya perak Thor,kerana emas itu lebih mahal dari perak
2025-01-26
3
💛i'm SPONGEBOB💛
manusia itu BYK bro,gk peduli berapa byk yg mati,yg hidup ttp byk
2025-01-26
2
Ds Phone
macam mana kau nak musnah kan semua nya
2025-01-23
1