Di sebuah ruangan yang sangat megah, dengan dinding yang terbuat dari batu granit dan langit-langit yang tinggi, tampak seorang pria dengan rambut berwarna biru duduk dengan manik mata berwarna senada, tengah menatap dokumen yang ada di atas mejanya. Wajahnya yang tampan dan kuat terlihat tegang, seolah-olah beban dunia ada di atas bahunya.
"Ha... lagi-lagi masalah penyihir hitam dan juga monster. Semua ini benar-benar membuat kepalaku sakit," ujar pria itu dengan memijat pelan batang hidungnya. Suaranya yang dalam dan berwibawa terdengar sedikit lelah.
"Tok, tok!" suara ketukan di pintu ruangan terdengar keras.
"Ya, silakan," ujarnya dari dalam ruangan, tanpa menolehkan kepala.
Sosok gadis dengan rambut berwarna silver itu masuk ke dalam ruangan, dengan langkah yang cepat dan wajah yang tegang. Matanya yang berwarna merah muda terlihat sedikit merah, seolah-olah ia baru saja menangis.
"A-pa kamu sedang sibuk?" tanyanya, dengan suara yang sedikit bergetar.
"Tidak, aku hanya memiliki beberapa pekerjaan seperti biasanya," ujar pria itu dengan senyum manisnya, namun matahari yang terang di luar jendela membuat bayangan wajahnya terlihat sedikit gelap.
"Apa masalah monster lagi?" tanyanya.
"Ya, begitulah Rania, monster bahkan muncul di pemukiman penduduk, mereka banyak memangsa manusia di sana," jawab pria itu dengan frustasi, ia melemparkan pena yang ada di tangannya ke atas meja. "Aku sudah mengirimkan prajurit ke beberapa desa, namun monster-monster ini sungguh pintar karena tidak ada pergerakan apapun lagi setelahnya."
Rania menghela napas dalam-dalam, seolah-olah ia sedang mencoba untuk menenangkan diri. "Huh, ini sudah 5 tahun sejak kemunculan monster-monster itu, sebenarnya apa yang menjadi pemicunya?"
Pria itu menggelengkan kepala, seolah-olah ia tidak tahu jawabannya. "Huh, aku juga tidak mengetahuinya," jawabnya dengan wajah begitu lesu.
Rania berjalan mendekati pria itu, dengan langkah yang cepat dan wajah yang tegang. "Ferdinand, apa kali ini pernikahan kita juga akan ditunda?" kali ini suara Rania sedikit meninggi.
Pria itu menolehkan kepala, dengan mata yang terlihat sendu. "Maafkan aku, tidak mungkin untuk membuat pesta saat masyarakat sedang menderita seperti saat ini, Rania. Aku benar-benar minta maaf," jelasnya, dengan rasa bersalah.
Rania menghela napas dalam-dalam. "Tapi bukankah kita sudah menundanya terlalu lama, Ferdinand?" tanyanya yang tampak begitu kesal.
"Mengertilah, sayang, ini semua tidak semudah itu. Dengan kita mengadakan pesta pernikahan, maka akan muncul gejolak di masyarakat nantinya."
Rania mengangkat wajahnya. "Terus bagaimana denganku, Ferdinand? Apa kau tidak memikirkan bagaimana denganku di mata para bangsawan?" sorot matanya jelas menunjukkan kekecewaan.
"Sebagai calon duchess, kau harusnya mengerti bagaimana kita mementingkan kepentingan masyarakat sebelum kepentingan kita," ujarnya dengan lembut berharap agar wanita ini akan mengerti maksudnya.
"Terserah padamu, Ferdinand. Intinya, aku mau kita melangsungkan pernikahan di tahun ini. Jika kau tidak menikahi aku tahun ini, maka lebih baik kita putuskan saja hubungan ini," kesal Rania, dengan langkah yang cepat dan penuh amarah, meninggalkan Ferdinand dalam keadaan yang penuh rasa bersalah.
Sedangkan pada saat ini, Andrea masuk ke dalam ruangan, wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apapun, seperti sebuah patung yang tidak memiliki jiwa. Ia hanya sedikit menundukkan kepalanya tanpa mengatakan apapun ketika berpapasan dengan wanita itu, membuat Rania hanya menatap sinis padanya.
Ferdinand menghela nafas dalam-dalam, seolah-olah ia sedang mencoba untuk menenangkan diri dari badai emosi yang sedang menghantamnya. "Akhirnya kau datang..." lesunya.
"Hmm," jawab Andrea singkat,
"Bagaimana dengan keadaan desa itu?" tanya Ferdinand dengan cepat.
"Cukup buruk," jawab Andrea, dengan wajah yang tetap datar.
Ferdinand terkejut dan merasa sakit kepala, seperti sebuah pukulan yang tidak terduga. "Huh, astaga! Ke-napa bisa begitu?" tanyanya, dengan suara yang sedikit bergetar.
"Dimakan monster," jawab Andrea, dengan wajah yang tetap datar.
Ferdinand merasa kesal dan frustrasi dengan jawaban yang diberikan oleh pria ini. "Kau benar-benar Andrea, sudah bertahun-tahun kau meminta untuk menjadi pengawalku, tapi selama itu juga kau bertingkah seperti ini," gerutunya, dengan suara yang sedikit meninggi.
Andrea menatap Ferdinand dengan wajah yang tetap datar, seperti sebuah cermin yang tidak memiliki refleksi. "Jadi menurutmu kau bosnya?" tanyanya, dengan suara yang sedikit rendah. Membuat Ferdinand membeku di tempatnya.
"Ti-dak, Anda adalah bosnya yang mulia," jawab Ferdinand dengan cepat, dengan suara yang sedikit bergetar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Kardi Kardi
oouwww. kau bosnyaaaaa. whats up brooooo
2025-03-05
2
Andriyati
nah kemungkinan besar andea ini ada lah seorang pangeran atau tuan duck yang asli
2025-03-03
1
yusuf syaifullah
bukannya Rania sudah diracun sama Alexa ya??
2025-02-06
1