Mereka makan dengan penuh canda tawa, walaupun hanya menikmati ubi bakar, tapi keduanya sangat bahagia. Ditambah dengan cahaya lilin yang menerangi ruangan dan aroma ubi bakar yang menggugah selera.
"Besok pagi, ibu akan ke pasar, apa Kevin mau ikut?" tawar Melisa pada Kevin.
"Tentu, bu, Kevin ingin ikut dengan ibu," jawab anak itu dengan begitu cepat. Kevin sangat menyukai ide itu dan tidak sabar untuk pergi ke pasar bersama Melisa.
"Baiklah, jika begitu, setelah makan kita akan tidur, lalu bangun pagi dan pergi ke pasar."
"Iya, bu," Kevin menuruti semua apa yang dikatakan Melisa. Anak laki-laki itu bahkan tidak pernah membantahnya sedikit pun. Ia sangat menyayangi dan menghormati Melisa sebagai ibunya..
Sungguh, bagaimana bisa Alexa tidak menyayangi anak sebaik ini dan justru menyiksanya? Melisa hanya bisa menggelengkan kepala dengan pelan saat mengingat perlakuan wanita itu.
*
*
*
Pagi yang begitu cerah, ibu dan anak ini sudah siap untuk pergi ke pasar. Suasana di sekitar mereka sangatlah tenang dan damai, dengan burung-burung yang bernyanyi di pohon-pohon dan sinar matahari yang hangat memancarkan cahaya ke seluruh permukaan.
Melisa berniat pergi ke pasar karena ingin menjual perhiasan dan juga baju untuk kehidupan mereka ke depannya. Karena tidak ada gunanya juga menyimpan barang-barang itu bersamanya. Setidaknya dengan uang itu Melisa bisa memberikan pakaian yang layak untuk putranya ini dan juga kehidupan yang lebih baik.
"Kita jalan kaki, bagaimana? Ibu tidak memiliki uang untuk naik kereta," ujar Melisa dengan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Tidak apa, ibu, Kevin sama sekali tidak keberatan, asal bersama dengan ibu," jawab Kevin dengan senyum yang lebar. Ia mengambil tangan Melisa dan memeluknya erat,
"Oh, putraku yang manis, ibu benar-benar sangat menyayangimu, malaikat kecilku," ujar Melisa.
Akhirnya, mereka berjalan dengan santai, menikmati pemandangan alam di sekitar mereka. Tapi siapa sangka pasar tersebut lebih jauh dari apa yang dipikirkan oleh Melisa. Hingga ia memilih untuk berteduh di bawah pohon yang ada di tepi jalan tersebut.
"Kamu pasti lelah, sayang, ayo duduk dulu," ajak Melisa dengan menghapus keringat yang telah memenuhi wajahnya.
Sebenarnya yang lelah itu dia, bukan Kevin yang tampak masih segar dan bersemangat.
"Baik, ibu," jawab Kevin dengan senyum yang lebar.
"Apa kaki ibu sakit? Kevin bisa memijatnya jika ibu mau," tawar anak itu. Ia bahkan telah mendekat pada kaki Melisa.
"Tidak perlu, sayang, ibu baik-baik saja," cegahnya dengan cepat.
'Tidak mungkin aku membiarkan tangan semungil itu menjadi tukang pijatku,' pikir Melisa dengan menatap tangan kecil itu.
"Tapi, ibu..."
"Ibu baik-baik saja, kita hanya beristirahat sebentar, lalu kita lanjutkan, ya," jelas Melisa.
Hingga tanpa terasa, cuaca juga semakin panas, membuat gadis itu tampak semakin berat melangkahkan kakinya. Melisa merasa seperti sedang berjalan di gurun pasir yang panas dan kering.
'Aku tidak bisa terus begini, kasian dengan Kevin jika terus begini,' pikir Melisa dengan khawatir.
Hingga beberapa saat, terdengar suara kereta kuda yang akan melewati mereka. Melisa melihat ke arah suara itu dan melihat kereta kuda yang sedang berjalan dengan cepat.
"Tak, tak, tak..." Suara kereta kuda itu semakin keras dan semakin dekat.
Melisa memiliki ide yang tiba-tiba. Ia berdiri di tengah jalan dengan merentangkan kedua tangannya, berharap kereta kuda itu akan berhenti.
"Ibu!!" teriak Kevin saat melihat aksi nekat Melisa.
Ia benar-benar terkejut dengan aksi dari sang ibu. Jika saja kereta itu tidak berhenti, maka akan terjadi sesuatu yang buruk pada ibunya.
Beruntung, sang kusir dengan cepat menghentikan kudanya. Kereta kuda itu berhenti di depan Melisa dan Kevin, dengan suara yang keras dan debu berterbangan.
"Hei, nona, apakah anda ingin mati?" tanya kusir tersebut tampak marah.
"Tentu saja tidak, tuan," jawab Melisa dengan cepat dan sopan.
"Jadi, kenapa anda berdiri di sana jika tidak ingin mati?" tanya kusir tersebut dengan menaikkan satu alisnya.
"Hmm, itu... bolehkah saya ikut kereta tuan? Soalnya saya dan anak saya ingin ke pasar. Apa tuan tidak merasa kasihan? Lihatlah anak saya, masih kecil tapi sudah harus berjalan sejauh ini. Itu tidak baik, bukan, untuk anak saya. Saya mohon belas kasihan anda, tuan." Bujuk Melisa. Matanya berkaca-kaca dengan wajah yang begitu lesu.
Kusir tersebut melihat ke arah Kevin. Ternyata Kevin paham dengan maksud sang ibu, langsung ikut berakting dengan memasang wajah yang polos dan lugu.
"Huh, baiklah, kalian bisa ikut denganku. Naik saja ke belakang."
"Terima kasih banyak, tuan... terima kasih," ujar Melisa dengan cepat merubah ekspresi wajahnya menjadi sumringah.
Pria itu hanya menganggukkan kepalanya. Sedangkan Melisa segera mengajak Kevin untuk menaiki kereta tersebut.
"Ibu benar-benar luar biasa," puji Kevin saat sudah duduk dengan nyaman di atas kereta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Anna
sumpah... mirip komik yg gw baca
kalau alurnya ga salah si ferdinan itu cuma asisten.. ayah dr kevin aslinya org berpengaruh.. cuma dia nyamar.. tuker peran (Duke ny jd asisten.. asistennya jd duke) haha.. bahkan cewe s rambut perak kaga tau, dia kiranya duke ny yaah si cowo yg ia kenal
kalian hrs baca sih.. visual ayahnya kevin.. beh... ganteng bgt maakk...
walau cerita d komiknya absurd sih menurut gw
2025-02-19
2
Ds Phone
itu ibu yang bertanggung jawab
2025-01-23
2
Yuan Li
Ya iyalah ibu dari masa depan
2025-01-27
1