Bab 3: Mengantar ke Kampus

Mobil yang Tristan naiki berhenti di halaman sebuah rumah berlantai dua bercat putih, rumah kediaman Keluarga Arthur. Hansan membukakan pintu mobil. Tristan keluar membawa sebuah buket bunga yang sempat ia beli di jalan serta sebuah paperbag kecil berwarna coklat.

Kedatangannya langsung disambut seorang pelayan yang memandunya untuk langsung memasuki rumah.

"Oh, Tristan .... "

Seorang wanita paruh baya menyambut kehadiran Tristan dengan senyuman.

Tristan memeluk wanita yang merupakan calon ibu mertuanya, Laurent Arthur.

"Sudah lama sekali kamu tidak mampir ke sini. Ayo, duduk dulu!" ajak Laura.

"Tante dengar dari Karina kamu ke Shanghai?"

Tristan mengangguk. Ia menyodorkan paperbag yang dibawanya ke hadapan Laura.

"Saya belikan set perlengkapan teh dari sana untuk Tante. Katanya Tante Laura sangat suka minum teh."

Mata Laura berbinar melihat hadiah yang Tristan bawakan. Ia mengintip isi paperbag itu dan mengulaskan senyuman. Benda itu seperti yang diinginkannya selama ini.

"Kamu memang sangat pengertian, Tristan. Tante sangat menyukainya. Terima kasih," ucapnya.

"Oh, bunga itu juga cantik sekali ...." Laura memperhatikan buket bungan yang Trian bawa. Buket mawar merah yang indah.

"Itu pasti untuk Karina, ya?" tanyanya memastikan.

Trian menjawabnya dengan senyuman dan anggukkan kepala.

"Sayang sekali, Karina masih belum pulang. Sejak kemarin dia pergi katanya mau merayakan ulang tahun temannya. Apa dia tidak mengabarimu?"

Tristan menggeleng.

"Saya juga tidak mengabarinya kalau akan datang. Niatnya mau membuat kejutan."

Laura menampakkan raut kecewa terhadap putrinya. Jarang-jarang Tristan bisa berkunjung ke rumah dan Karina kebetulan sedang tidak ada. Dalam hati ia menggerutu.

"Ah, coba nanti kamu hubungi Karina lagi. Atau nanti kalau dia pulang, tante akan suruh dia menghubungimu."

Tristan mengangguk setuju.

"Mama ...."

Suara lembut seorang wanita mengalihkan perhatian mereka.

Ralina tak jadi meneruskan kata-katanya ketika melihat seorang tamu yang tengah berbicara dengan ibunya. Ia tentu kenal dengan tamu itu, Tristan, tunangan kakaknya.

"Hai, Kak Tristan," sapanya dengan sedikit canggung.

Tristan mengulaskan senyum membalas sapaan itu.

"Ralina, tadi kamu mau bicara apa?" tanya Laura.

"Ah! Itu ... Apa Kak Karina belum pulang? Nomornya tidak bisa dihubungi, Ma," jawab Ralina.

"Kakakmu belum pulang. Hari ini kamu ke kampus naik taksi saja dulu, mobilnya kan dibawa Karina," usul Laura.

Ralina hanya bisa menghela napas pasrah. Lagi-lagi kakaknya memakai mobilnya dengan seenaknya.

"Mobil Karina masih di bengkel, Tristan. Jadi dia memakai mobil adiknya dulu. Minggu kemarin Karina sempat mengalami kecelakaan, mobilnya ditabrak dari belakang. Tapi untung saja dia masih selamat, hanya mobilnya yang sedikit penyok."

Tristan melirik ke arah Ralina yang tampak murung dan kesal.

"Mobil yang untuk mengantar Rafael boleh aku bawa, Ma?" tanya Ralina ragu.

Laura memberikan lirikan tajam ke arah putri keduanya. "Mobilnya belum kembali. Nanti juga mau mama pakai untuk menghadiri acara."

"Apa susahnya kamu sehari saja ke kampus naik taksi?"

Laura berusaha menahan kekesalannya di hadapan Tristan. Baginya, Ralina anak yang sangat menyusahkan dan tidak tahu situasi. Seharusnya Ralina langsung pergi saja mencari taksi di depan kompleks perumahan. Lagipula, Ralina juga sudah tahu kalau mobil satunya biasa untuk mengantar Rafael, putra bungsunya yang masih duduk di bangku SMP kelas 3.

Ralina mengepalkan kedua tangannya. "Kalau begitu, aku berangkat dulu, Ma," pamitnya.

Ia melangkah pergi meninggalkan ibu dan Tristan. Hatinya merasa kesal namun tidak bisa berbuat apa-apa. Seakan takdirnya memang harus selalu mengalah dengan semua orang, baik kakak maupun adiknya.

Ralina menatap jalanan kompleks perumahan mewah yang tergolong sepi itu. Mungkin dia satu-satunya penghuni yang paling sering berjalan kaki sampai pos masuk yang jaraknya 1 kilometer.

Kakaknya sering merusakkan mobil dan sebagai imbasnya, mobil Ralina yang sering dipinjam.

"Kali ini aku pasti akan telat. Seharusnya tadi aku bangun lebih pagi," gumamnya sembari berjalan.

Pagi ini ada mata kuliah yang dosennya terkenal disiplin. Jika mahasiswanya datang terlambat lebih dari 5 menit, maka akan diusir. Ia tidak tahu kalau mobilnya dibawa kakaknya. Karina meminjam secara diam-diam tanpa sepengetahuannya.

Setelah berjalan sekitar 300 meter, sebuah mobil berhenti di depannya. Mobil itu yang tadi terparkir di halaman rumahnya. Mobil milik Tristan.

Tiba-tiba sang sopir keluar dan membukakan pintu mobil. Tampak ada Tristan di dalamnya.

"Ralin, masuk!" pinta Tristan.

Ralina tersenyum kikuk. "Tidak usah, Kak. Aku jalan kaki saja." Ia menolak dengan sopan.

"Masuk!" pinta Tristan sekali lagi.

"Aku akan mengantarmu ke kampus."

Memikirkan konsekuensi yang diterima jika ia telat, Ralina akhirnya mau masuk dan duduk di samping Tristan dengan perasaan yang sangat canggung.

Sesaat setelah Ralina masuk, mobil kembali berjalan. Ralina hanya tertunduk, tak berani menatap ke arah lelaki di sebelahnya.

"Bagaimana kuliahnya? Lancar?"

Ralina mengangguk. Entah mengapa ia merasa sangat tidak nyaman. Meskipun sudah beberapa kali bertemu, ia masih saja risih dengan keberadaan lelaki yang akan menjadi kakak iparnya.

Mereka sudah saling kenal sejak lama. Dulu mereka sempat bertetangga. Selain jarak usia mereka yang cukup jauh, kepribadian Tristan yang pendiam juga membuat mereka tidak dekat. Dulu Ralina akrab dengan adik Tristan yang bernama Teressa. Namun, Teressa sudah meninggal 7 tahun yang lalu.

"Aku dengar kamu berhasil mendapatkan beasiswa penuh," ucap Tristan.

"Ah, kebetulan iya, Kak." Ralina berusaha menjawab meskipun sebenarnya ia tidak ingin ditanya-tanya. Suasana terasa semakin tidak nyaman.

"Hebat."

"Susah untuk lolos beasiswa penuh di kampus X."

"Artinya kamu sangat cerdas," puji Tristan.

"Itu ... Aku rasa hanya kebetulan saja." Ralina berusaha merendah.

"Ini!"

Tristan menyodorkan sebatang coklat impor. Ralina akhirnya mau mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah lelaki yang menyodorkan coklat itu padanya.

"Kamu suka coklat, kan?

"Aku membelinya waktu di Shanghai."

"Itu mengingatkanku pada adikku."

"Seandainya dia masih hidup, dia pasti sudah sebesar kamu."

"Mungkin juga kalian masih jadi teman baik sampai sekarang."

Ralina mengulurkan tangannya menerima coklat pemberian Tristan. "Terima kasih, Kak," ucapnya.

"Kamu nanti kuliah sampai jam berapa?" tanya Tristan.

"Sampai jam satu siang, Kak. Memangnya kenapa?"

"Mau makan siang bersama?"

Ralina tertegun tiba-tiba diajak makan siang. "Aduh ... Bagaimana, ya?" ia ingin menolak tapi tidak tahu alasan yang tepat.

"Aku mau kamu membantu memilihkan hadiah untuk Karina. Sepertinya hanya kamu yang paling tahu seleranya."

Ralina semakin bingung untuk menolak.

"Kalau kamu tidak bisa, ya mau bagaimana lagi ... Niatnya aku ingin membelikan cincin untuknya."

"Aku ingin membahas pernikahan dengannya."

Mendengar perkataan Tristan, Ralina tampak tertarik. Kakaknya memang sangat ingin segera menikah dengan lelaki itu, namun Tristan selalu mengulur waktu dan terkesan ingin menghindar.

"Ya, sepertinya aku bisa membantu Kak Tristan," jawab Ralina.

Tristan mengulaskan senyum. "Jam satu aku akan menjemputmu."

Terpopuler

Comments

martina melati

martina melati

aneh... dmn2 kalo mau nikah itu y pasangan nyari cincin... bgm ukuranny??? kalo dcarikn ukuranny bd kn repotttt

2025-02-09

0

Eka Bundanedinar

Eka Bundanedinar

et dah ibu tiri kah
lah ini udah mulai rasa

2024-12-28

1

Mommy'ySnowy 💕

Mommy'ySnowy 💕

knpa ibunya ralina beda gtu y sikapnya?

2024-12-11

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1: Terjebak Pernikahan
2 Bab 2: Desakan Menikah
3 Bab 3: Mengantar ke Kampus
4 Bab 4: Malangnya Ralina
5 Bab 5: Awal Obsesi
6 Bab 6: Jebakan Karina
7 Bab 7: Hasrat Terlarang
8 Bab 8: Pelindung Rahasia
9 Bab 9: Saling Menguatkan
10 Bab 10: Si Tuan Arogan
11 Bab 11: Diam-Diam Mencium
12 Bab 12: Tersulut Emosi
13 Bab 13: Dating
14 Bab 14: Pertemuan Keluarga
15 Bab 15: Keluarga Sampah
16 Bab 16: Akting
17 Bab 17: Dunia yang Berbeda
18 Bab 18: Mencari Ares
19 Bab 19: Mungkinkah Kita Bisa Bersama?
20 Bab 20: Hari Pernikahan
21 Bab 21: Ancaman
22 Bab 22: Tiba-Tiba Harus Menikah
23 Bab 23: Hati yang Terluka
24 Bab 24: Gagal Malam Pertama
25 Bab 25: Dikira Menyimpang
26 Bab 26: Interogasi
27 Bab 27: Musuh Bebuyutan
28 Bab 28: Putus
29 Bab 29: Kasus Suap Sang Ayah
30 Bab 30: Benih Kebencian
31 Bab 31: Digigit Kucing
32 Bab 32: Otak Sebenarnya
33 Bab 33: Kemalangan Bertubi-Tubi
34 Bab 34: Tolong Aku
35 Bab 35: Menantu Yang Baik
36 Bab 36: Tarif Sekali Bercinta
37 Bab 37: Malam Pertama yang Tertunda
38 Bab 38: Belum Selesai, Sayang
39 Bab 39: Kegemparan
40 Bab 40: Demam
41 Bab 41: Dokter Ansel
42 Bab 42: Persembunyian Karina
43 Bab 43: Anak Sang Mantan
44 Bab 44: Serpihan Masa Lalu
45 Bab 45: Jangan Ganas-Ganas
46 Bab 46: Kangen atau Pengen?
47 Bab 47: Selamat Pagi, Sayang!
48 Bab 48: Belum Bisa Menerima
49 Bab 49: Masih Ada Perhatian
50 Bab 50: Ada yang Marah
51 Bab 51: Haruskah Aku Sopan?
52 Bab 52: Mantan Kekasih Suami
53 Bab 53: Intimidasi
54 Bab 54: Keributan
55 Bab 55: Permintaan Gila
56 Bab 56: Peringatan
57 Bab 57: Aku Tidak Khawatir
58 Bab 58: Ucapan Sampah Bobby
59 Bab 59: Panas
Episodes

Updated 59 Episodes

1
Bab 1: Terjebak Pernikahan
2
Bab 2: Desakan Menikah
3
Bab 3: Mengantar ke Kampus
4
Bab 4: Malangnya Ralina
5
Bab 5: Awal Obsesi
6
Bab 6: Jebakan Karina
7
Bab 7: Hasrat Terlarang
8
Bab 8: Pelindung Rahasia
9
Bab 9: Saling Menguatkan
10
Bab 10: Si Tuan Arogan
11
Bab 11: Diam-Diam Mencium
12
Bab 12: Tersulut Emosi
13
Bab 13: Dating
14
Bab 14: Pertemuan Keluarga
15
Bab 15: Keluarga Sampah
16
Bab 16: Akting
17
Bab 17: Dunia yang Berbeda
18
Bab 18: Mencari Ares
19
Bab 19: Mungkinkah Kita Bisa Bersama?
20
Bab 20: Hari Pernikahan
21
Bab 21: Ancaman
22
Bab 22: Tiba-Tiba Harus Menikah
23
Bab 23: Hati yang Terluka
24
Bab 24: Gagal Malam Pertama
25
Bab 25: Dikira Menyimpang
26
Bab 26: Interogasi
27
Bab 27: Musuh Bebuyutan
28
Bab 28: Putus
29
Bab 29: Kasus Suap Sang Ayah
30
Bab 30: Benih Kebencian
31
Bab 31: Digigit Kucing
32
Bab 32: Otak Sebenarnya
33
Bab 33: Kemalangan Bertubi-Tubi
34
Bab 34: Tolong Aku
35
Bab 35: Menantu Yang Baik
36
Bab 36: Tarif Sekali Bercinta
37
Bab 37: Malam Pertama yang Tertunda
38
Bab 38: Belum Selesai, Sayang
39
Bab 39: Kegemparan
40
Bab 40: Demam
41
Bab 41: Dokter Ansel
42
Bab 42: Persembunyian Karina
43
Bab 43: Anak Sang Mantan
44
Bab 44: Serpihan Masa Lalu
45
Bab 45: Jangan Ganas-Ganas
46
Bab 46: Kangen atau Pengen?
47
Bab 47: Selamat Pagi, Sayang!
48
Bab 48: Belum Bisa Menerima
49
Bab 49: Masih Ada Perhatian
50
Bab 50: Ada yang Marah
51
Bab 51: Haruskah Aku Sopan?
52
Bab 52: Mantan Kekasih Suami
53
Bab 53: Intimidasi
54
Bab 54: Keributan
55
Bab 55: Permintaan Gila
56
Bab 56: Peringatan
57
Bab 57: Aku Tidak Khawatir
58
Bab 58: Ucapan Sampah Bobby
59
Bab 59: Panas

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!