Matahari perlahan-lahan mulai terbenam, meninggalkan jejak sinar jingga kemerahan yang memancarkan keindahan di langit. Cahaya tersebut memasuki kamar melalui jendela, membawa kesan hangat dan damai. Suara burung-burung yang kembali ke sarang mereka mengiringi senja yang mulai turun, menandakan waktu untuk beristirahat telah tiba.
Beby terlihat lelah, tubuhnya terasa lemas dan ingin beristirahat lebih awal. Matanya yang terlihat berat, mengisyaratkan bahwa ia sangat membutuhkan tidur untuk mengembalikan energinya.
Alex dan Nana sudah pergi meninggalkan rumah sakit, tinggalah Beby dan Barra sendirian.
Beby berbaring di ranjang, membelakangi Barra yang masih berdiri di dekatnya. "Kalo kamu mau di sini, jangan bawel. Aku mau istirahat," katanya dengan suara yang lelah.
Barra mengerenyitkan dahi, merasa tidak terima dengan ucapan Beby. "Apa katamu! Aku bawel? Awas kamu ya," katanya dengan nada yang keras.
Namun, Beby tak menghiraukan omelan Barra. Ia coba untuk memejamkan mata, tubuhnya masih terasa lemas.
Setelah beberapa saat tertidur, tiba-tiba Beby terbangun dengan perasaan yang tidak biasa. Saat membuka mata, ia mencari-cari sosok Barra, namun tidak menemukannya di tempat biasanya. Namun, kemudian ia melihat Barra tengah tertidur di atas sofa, dengan wajah yang tenang dan damai.
Mata Beby tak menyia-nyiakan pemandangan indah di depannya itu. Ia menatap lekat Barra, dengan perasaan yang campur aduk. Tampan ya, Barra memanglah tampan, dengan fitur wajah yang sempurna dan tubuh yang atletis. Beby tidak bisa tidak merasa terpesona oleh ke tampanan Barra, dan ia merasa seperti terjebak dalam pemandangan yang indah itu.
"Jelas saja Beby menyukai Barra, ia memang sangat tampan, apa lagi dengan tubuh atletisnya," gumam Beby dalam hati. "Namun sayang, ia mempunyai sifat yang sangat arogan dan sombong. Tenang, Beby, aku akan membuat hidupmu lebih baik dari sebelumnya."
Perlahan, Barra membuka mata, dan melihat Beby menatapnya. "Kenapa kamu menatapku? Aku tampan ya, kamu jatuh cinta lagi sama aku," katanya dengan nada yang sinis.
Beby tersenyum sinis, "Siapa juga yang memperhatikanmu? Ge'er banget jadi orang."
Barra mengepalkan kedua tangannya, merasa geram dengan ucapan Beby. "Lama-lama kamu makin berani ya. Aku sudah meremehkan kamu selama ini."
Beby turun dari ranjang, menatap Barra dengan mata yang tajam. "Kamu baru sadar, makanya jangan hobinya mainin cewek mulu."
Ia berjalan sambil memegangi infus karena tangannya masih terpasang selang infus. Beby berjalan menuju kamar mandi, sedikit kerepotan namun ia tak mungkin meminta Barra untuk membantunya. Mana mungkin orang tak peka seperti dia mau membantu dirinya.
Saat Beby hendak membuka pintu kamar mandi, tiba-tiba Barra meraih infus yang ada di tangannya. Ia memeganginya, Beby seketika terkejut dan mendongak menatapnya. Karena tubuhnya yang pendek membuatnya harus menengadah ke atas jika ingin menatap wajah Barra.
"Mau apa kamu?" tanya Beby dengan nada yang curiga.
"Membantumu lah," jawab Barra dengan nada yang datar. "Tapi jangan salah faham ya, aku melakukannya karena gak mau aja nanti tangan kamu berdarah dan aku di marahi ayah kamu."
Beby menatap Barra dengan mata yang tajam. "Sungguh hanya itu?"
Barra menatap mata Beby. "Iyalah, jangan berfikir yang bukan-bukan."
Barra menatap Beby dengan nada yang tidak sabar. "Sudah sana, kamu ke kamar mandi mau ngapain."
"Aku mau cuci muka," jawab Beby sambil berjalan lebih dulu.
Barra dengan muka masam mengikutinya. Beby membasuh mukanya dengan satu tangan, ia merasa kesulitan. Sedang Barra hanya melihatnya dan bersandar di wastafel. Ia tanpa sadar memperhatikan Beby yang sedang membasuh wajahnya.
"Aku baru sadar kalo wajahnya sangat bersih, dan kulitnya putih," gumam Barra dalam hati. "Itu pipi kayak bakpao."
Setelah selesai, Beby mencari-cari anduk sedang matanya masih tertutup. "Carikan anduk!" ucap Beby sambil memukul pinggang Barra.
"Akhh... Sakit tau," kata Barra sambil memberikan anduk yang tergantung di dekatnya.
Setelah selesai, Beby kembali ke tempat tidurnya.
Tak lama, seorang suster masuk untuk memberikan obat."Tolong makan dulu ya sebelum minum obat," kata suster tersebut sambil memberikan beberapa obat pada Beby.
"Iya, Sus," jawab Beby dengan nada yang tidak sabar.
Setelah memberikan obat, suster itu meninggalkan ruangan. Beby bingung, ia tak suka makanan yang disediakan pihak Rumah Sakit. Rasanya yang begitu hambar membuat Beby ingin muntah. Ia cemberut melihat makanan di depannya, seperti anak kecil yang tidak mau makan sayur.
"Kenapa hanya menatapnya? Cepat makan, apa kamu tidak dengar ucapan suster tadi?" tanya Barra dengan nada yang tidak sabar.
"Aku gak suka. Rasanya hambar," jawab Beby sambil mendorong makanan itu.
Barra menggelengkan kepala. "Jangan manja deh. Kamu mau cepat sehat apa nggak?"
Beby kembali berbaring, seperti anak kecil yang sedang menggembos. "Udah deh, jangan bawel."
Melihat itu, Barra jadi geram. Ia pergi keluar meninggalkan Beby sendirian, seperti orang yang sedang marah dan tidak ingin berbicara lagi.
.
.
.
DUKUNG AUTHOR DENGAN LIKE, KOMENT DAN VOTE.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Fifid Dwi Ariyani
trussukses
2025-02-15
0