Bab 5

"Kita sudah sampai."

Verio berkata sambil menurunkan Ragna setelah menutup pintu apartemennya.

Gadis kecil itu berdiri diam sejenak, matanya menelusuri ruangan dengan ekspresi bingung. Dibandingkan dengan rumahnya di masa lalu, tempat ini terasa sempit. Paviliunnya saja jauh lebih luas dari seluruh ruangan yang ada di sini. Namun, alih-alih mengeluh, kaki kecilnya justru mulai melangkah masuk, menjelajahi tempat tinggal ayah angkatnya dengan tatapan penuh penilaian.

Ragna mendongak menatap Verio, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu. "Apa aku boleh melihat-lihat?" tanyanya polos.

"Hn."

Mendapat izin, gadis itu segera berkeliling, menelusuri setiap sudut apartemen dengan langkah ringan. Banyak benda asing yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Sebuah televisi menggantung di dinding, dapur kecil dengan kompor yang terlihat modern, sofa empuk yang tampak nyaman, dan berbagai peralatan elektronik yang tidak pernah ada di kehidupannya dulu.

"Wah," gumamnya kagum.

Meskipun tempat ini lebih kecil daripada paviliunnya, ada sesuatu yang terasa berbeda. Tidak ada pelayan yang berlalu-lalang, tidak ada etika kaku yang harus dijaga, tidak ada tekanan untuk selalu tampil sempurna. Apartemen ini… terasa nyaman. Rasa nyaman yang bahkan tidak pernah ia rasakan ketika masih menjadi Sekartaji, putri keluarga terhormat.

Verio hanya menatap gadis kecil itu dalam diam, senyum tipis terukir di wajahnya. Ia sempat berpikir Ragna akan mengeluh, mungkin merengek karena apartemennya yang tidak luas, namun gadis itu justru terlihat menikmati suasana baru ini.

Tiba-tiba, suara takjub keluar dari bibir kecilnya. "Pemandangannya indah sekali!"

Ragna melangkah cepat ke arah jendela kaca besar di ruang tamu, matanya berbinar melihat langit siang yang cerah terbentang luas di hadapannya. Ia belum pernah melihat pemandangan dari ketinggian seperti ini sebelumnya.

Dulu, harinya hanya dihabiskan dengan mempelajari etika bangsawan dan berlatih bela diri sebagai pendekar yang menguasai racun. Ia tidak punya waktu untuk sekadar menikmati langit seperti ini.

Verio berjalan mendekat, berdiri di samping gadis kecil itu, memastikan ia tidak terlalu menempel pada kaca atau berbuat sesuatu yang bisa membuatnya terjatuh.

"Kau menyukainya?" tanyanya santai.

Ragna menoleh, tersenyum kecil. "Ya!"

Tatapan Verio melunak. Ia membiarkan gadis itu menikmati momen kecilnya, berdiri di sampingnya dalam diam, tanpa perlu banyak kata.

Ragna masih terpaku menatap pemandangan di luar jendela. Gedung-gedung tinggi menjulang, jalanan yang sibuk dengan mobil berlalu lalang, dan orang-orang yang terlihat kecil dari ketinggian ini. Semuanya tampak seperti dunia yang benar-benar berbeda dari masa lalunya.

Tangannya yang mungil menyentuh kaca jendela, merasakan dinginnya permukaan itu. "Dulu, aku hanya bisa melihat langit dari balik dinding tinggi istana. Tapi di sini… rasanya seperti berada lebih dekat dengan langit," gumamnya pelan.

Verio yang masih berdiri di sampingnya melirik sekilas. "Kau menyukai tempat ini?" tanyanya, suaranya terdengar santai tapi ada sedikit ketertarikan di dalamnya.

Ragna menoleh, matanya yang hijau berkilat cerah. "Aku tidak tahu," jawabnya jujur. "Tapi tempat ini terasa bebas."

Verio mengangkat alis, lalu terkekeh kecil. "Faktanya, tempat ini cukup sempit," katanya dengan nada datar.

"Tapi tidak ada yang mengaturku harus berdiri bagaimana, harus bicara dengan siapa, atau harus makan dengan cara tertentu," balas Ragna dengan nada ringan, lalu kembali menatap ke luar jendela. "Tidak ada yang akan menghukumku hanya karena aku melihat ke arah yang salah."

Verio menatap gadis kecil itu lebih lama kali ini. Ada sesuatu dalam nada suaranya—bukan kesedihan, bukan juga kebahagiaan. Hanya kejujuran yang polos, seolah ia baru pertama kali menyadari perbedaan besar antara kehidupannya dulu dan sekarang.

Sejenak, apartemen itu dipenuhi keheningan yang nyaman.

Lalu, Ragna berbalik dan menatap Verio penuh semangat. "Papa! Aku lapar!" serunya tiba-tiba.

Verio mengerjapkan mata, lalu menghela napas. "Tentu saja."

Tanpa berkata lagi, ia berjalan menuju dapur kecilnya. Tangannya membuka kulkas, mengamati isinya yang… tidak bisa dibilang penuh. Hanya ada beberapa bahan makanan sederhana, beberapa minuman, dan satu kotak sisa makanan dari kemarin.

Ia menutup pintu kulkas dan melirik Ragna yang masih berdiri di dekat jendela, menatapnya penuh harap.

"Apa kau bisa makan makanan instan?" tanyanya tanpa basa-basi.

Ragna memiringkan kepalanya. "Makanan instan?"

Verio mengambil sebungkus mi instan dari lemari dapurnya dan menunjukkannya pada gadis kecil itu. "Ini."

Ragna menatap bungkusan itu dengan penuh rasa ingin tahu. "Apa ini semacam sup herbal?" tanyanya polos.

Verio mengangkat sebelah alis, lalu menyeringai. "Bisa dibilang begitu. Tapi ini jauh lebih sederhana dan lebih cepat dibuat."

Ragna mendekat dan mengamati bungkusan itu lebih dekat. "Kalau begitu, aku mau coba!"

Verio mengangguk, lalu mulai memasak dengan tenang. Sementara air mulai mendidih di panci, Ragna memperhatikan setiap gerakannya dengan penuh antusias, seperti anak kecil yang baru menemukan sesuatu yang menarik.

"Papa sering makan ini?" tanyanya.

"Sering," jawab Verio tanpa berpikir. "Mudah dibuat, murah, dan rasanya enak."

Ragna mengangguk pelan, tampaknya sedang mencerna informasi itu.

Saat akhirnya semangkuk mi instan tersaji di meja, Ragna menatapnya dengan mata berbinar. Uap hangat mengepul dari mangkuk, aromanya menggoda. Gadis kecil itu mengambil sumpit, lalu menatap Verio. "Bagaimana cara makannya?"

Verio menghela napas pendek. "Aku lupa kalau kau belum pernah makan seperti ini."

Dengan santai, ia duduk di kursi seberang Ragna, mengambil sumpitnya sendiri, dan menunjukkan cara menggulung mi dengan sumpit sebelum menyuapkannya ke mulut.

Ragna mengamati dengan serius, lalu mencoba meniru. Beberapa kali mi hampir jatuh dari sumpitnya, tapi akhirnya ia berhasil menyuapkan mi pertama ke dalam mulutnya.

Begitu rasa gurih menyentuh lidahnya, matanya melebar. "Wah! Ini enak!" serunya senang.

Verio hanya tersenyum kecil, lalu kembali makan tanpa banyak bicara.

Di luar, dunia mungkin memandang mereka dengan penuh prasangka. Tapi di dalam apartemen kecil ini, hanya ada mereka berdua—seorang pria yang tidak peduli dengan omongan orang, dan seorang gadis kecil yang menemukan kebebasan di tempat yang tak terduga.

🐾

Verio menyeret koper besar melintasi ruang tamu, sementara sebuah ransel menggantung di salah satu pundaknya. Pria itu berhenti sejenak di dekat sofa, menatap gadis kecil yang terlelap di sana. Napasnya terdengar teratur, wajah mungilnya tampak tenang dalam tidur.

Verio menghela napas, lalu menepuk pelan kepala Ragna. "Bangun."

Ragna mengerang pelan sebelum matanya terbuka perlahan. Ia menggeliat sebentar, lalu duduk tegak di sofa. Mata hijau zirconnya menatap Verio dengan kantuk yang masih tersisa. "Papa?"

"Kita pindah." Ucap Verio santai.

Ragna mengerjap, kebingungan. "Kenapa? Bukankah rumah Papa di sini?" Ia melirik sekeliling apartemen yang baru saja dikenalnya. "Kita juga baru sampai, loh."

"Masa sewa sudah habis." Verio menyeimbangkan koper di satu tangan. "Dan apartemen ini hanya punya dua kamar."

Ragna memiringkan kepalanya. "Lalu?"

Verio menatapnya sekilas. "Kau butuh kamar sendiri."

Gadis kecil itu terdiam sejenak sebelum tersenyum kecil. "Kalau begitu, kenapa tidak beli rumah saja?" katanya ringan.

Verio menatapnya selama beberapa detik sebelum akhirnya menghela napas panjang. "Kau pikir beli rumah itu seperti membeli permen?"

Ragna mengangguk polos. "Kalau ada uangnya, kenapa tidak?"

Pria itu memijat pelipisnya. "Tidak semudah itu, Nak."

Ragna masih menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu. "Tapi Papa punya uang, kan?"

Verio mendengus pelan. "Bukan urusanmu."

Gadis kecil itu terkikik geli, lalu melompat turun dari sofa. "Kalau begitu, ayo kita pindah!" katanya dengan semangat, seolah ini hanyalah perjalanan biasa.

Verio hanya bisa menghela napas lagi. Hidupnya yang tenang kini dipenuhi suara dan tingkah laku seorang gadis kecil yang tak terduga. Tapi entah kenapa, ia tidak benar-benar keberatan.

Verio hanya menggelengkan kepala sebelum meraih koper dan berjalan menuju pintu. Ragna bergegas mengejarnya, langkah kaki kecilnya terdengar ringan di lantai kayu apartemen.

"Ke mana kita pindah?" tanyanya, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu.

"Rumah baru," jawab Verio singkat.

Ragna menatapnya sejenak, lalu mengerutkan dahi. "Papa bilang tadi beli rumah itu tidak semudah membeli permen."

Verio mendengus kecil. "Aku sudah lama mempertimbangkannya."

Ragna mengangguk puas, seolah menganggap ucapannya sebelumnya yang membuat pria itu berubah pikiran. Gadis kecil itu berjalan di samping Verio, sesekali melirik koper besar yang diseret pria itu.

Begitu mereka sampai di lobi, seorang pria tua berkacamata yang mengenakan setelan rapi menghampiri mereka.

"Verio," sapa pria itu dengan suara dalam dan formal. "Kau sudah memutuskan untuk meninggalkan tempat ini?"

"Hm," Verio hanya mengangguk.

Pria tua itu melirik Ragna, yang sedang menatapnya penuh rasa ingin tahu. "Dan ini... anakmu?"

Ragna tersenyum kecil, lalu dengan percaya diri berkata, "Namaku Ragna. Salam kenal, Kakek!"

Pria itu tersenyum tipis. "Salam kenal juga."

Setelah beberapa pertukaran kata singkat, Verio tidak berlama-lama dan segera keluar dari apartemen dengan Ragna yang setia mengikutinya. Mereka masuk ke dalam mobil yang telah menunggu di depan gedung.

Di dalam mobil, Ragna menyandarkan dagunya di jendela, menatap gedung-gedung yang perlahan mereka tinggalkan.

"Papa," panggilnya pelan.

"Hm?"

"Rumah kita yang baru seperti apa?"

Verio melirik sekilas ke arahnya sebelum kembali fokus menyetir. "Lebih besar dari apartemen."

Ragna mengangguk kecil. "Apa kita akan punya taman?"

Verio terdiam sebentar sebelum menjawab, "Mungkin."

Gadis kecil itu tersenyum. "Aku ingin melihatnya."

Verio tidak menjawab, tapi sudut bibirnya terangkat tipis. Perjalanan menuju rumah baru pun dimulai.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!