Ancaman

    Kenan mengepalkan tangannya, melihat pintu yang di banting oleh Bella saat keluar dari ruangannya. Raut wajah frustasi terlihat jelas diwajahnya saat Kenan menarik dasinya, tak suka dengan cara Bella yang membela Galvin.

    Kenan tidak tahu mengapa, tetapi dirinya memiliki firasat buruk tentang Galvin. Fakta bahwa Galvin datang untuk mengajukan kemitraan pun membuat Kenan semakin curiga. Karena belum pernah bekerja saja dengan Addison Automotive Group sebelumnya, Kenan bertanya-tanya apakah Galvin memiliki rencana lain di balik pengajuan ini?.

    

    Selain itu, Ayahnya— Malvin Kevlar Narendra selalu menolak kerjasama dengan grup tersebut ketika dia menjadi ceo dan Kenan mengganggap nya aneh.

    'Apakah mungkin perusda itu mencurigakan?.' Batin Kenan. Ada sesuatu yang mencurigakan. Dia dapat menemukan informasi tentang siapa pun atau apapun dengan mudah. Tetapi ketika menyelidiki tentang Galvin, Infomasi lelaki itu seakan terkunci dan ditutup rapat, membuat Kenan kesulitan mencari tahu siapa sebenarnya Galvin.

    Orang-orang Kenan bahkan tidak tahu jika Galvinlah direktur pelaksana Addison Automotive Group.

    ***

   

    Kenan pulang ke penthousenya,  langsung pergi menuju ruang kerjanya dan berjalan menuju tempat menyimpan brankas miliknya, membukanya setelah memasukkan kode pin.

    Dahinya mengernyit saat dia mengeluarkan sebuah amplop coklat. Saat membukanya, dia menghabiskan gambar darinya

    Itu adalah gambar wajah Bella. Namun, ada tanda X besar di atasnya yang di tulis dengan cat merah. Tangannya mengepal melihat gambar tersebut.

    'Siapa yang dulu mengirim foto-foto ini?.' Tanya Kenan pada dirinya sendiri. Enam tahun yang lalu sudah berlalu dan Kenan masih belum bisa menemukan pelaku yang mengirimkan ancaman yang akan mengakhiri kehidupan Bella.

    Ancaman berhenti datang pada Kenan ketika Bella tiba-tiba pergi dari kota Brentwood. Kenan berpikir pelaku nya akan mulai mengirimkan ancaman lagi ketika Bella kembali. Namun, ancaman seperti itu tidak di kirim lagi dan sejauh ini belum ada upaya pembunuhan terhadap Bella.

    Kenan bertanya-tanya apakah ada seseorang yang sedang bermain-main dengannya saat itu. Jika memang benar, mengapa mereka bermain-main dengannya? Untuk tujuan apa? Dan mengapa mereka ingin Bella mati? Apakah sekarang mereka masih menginginkan Bella mati?.

    Pikiran Kenan berputar-putar dengan beberapa pemikiran baru ketika dia mencoba untuk mencari tahu apa yang hilang darinya.

   Dan beberapa saat kemudian, bel pintu berbunyi, Kenan pun pergi untuk melihat siapa yang ada didepan pintu. Ketika Kenan melihat bahwa yang mengetuk pintu adalah Marlo— anak buahnya, Kenan pun membukakan pintu dan mengambil parsel dari tangan Marlo.

    "Saya baru saja menerima surat anda dari ruang keamanan, Tuan." Kata Marlo melaporkan.

    "Baik, terimakasih, Marlo." Jawab Kenan, lalu menutup pintu. Ia kemudian berjalan menuju ruang tamu sembari memeriksa bungkusan itu. Lelaki itu diam ketika dia melihat sebuah amplop yang familiar.

    Seseorang telah mengirimkan amplop lain...

    ***

    Keesokan harinya, Bella mengantarkan putrinya untuk pergi ke sekolah karena Nita memiliki tenggat waktu 6anh yang harus di penuhi. Setelah sarapan, mereka berangkat dengan menaiki taksi. Bella tidak berencana tinggal lama di kota Brentwood, jadi dia tidak perlu membeli mobil untuk transportasi nya dan hanya mengandalkan taksi online.

    "Mom... apa salah kalau tidak punya Daddy?." Tanya Stevia tiba-tiba, membuat hati Bella terasa terpuruk.

    "Kenapa kamu bertanya seperti itu, sayang? Apa ada yang mengejek mu?." Tanya Bella, perasaan merasa khawatir. Memikirkan kalau apakah putrinya di intimidasi? Dia tidak tenang memikirkan hal itu.

    "Tidak, aku kemarin melihat temanku yang diantara ke sekolah oleh orang tuanya." Jawab Stevia.

    Namun, kenyataannya teman-teman baru Stevia mengejeknya di sekolah karena tidak punya ayah. Dan karena Stevia tidak ingin ibunya khawatir, dia pun terpaksa untuk berbohong.

    Jantung Bella berdegup kencang, rasa bersalah merayapi dirinya. Dia menatap putrinya. "Maaf, sayang. Akhir-akhir Mommy terlalu sibuk. Tapi mulai sekarang, Mommy akan mengantarkan kamu ke sekolah setiap hari."

    "Tidak apa-apa. Aku tidak masalah kalau bibi Nita yang mengantarku. Aku tau Mommy sibuk. Mommy perlu menghabiskan waktu bersama paman baik itu supaya dia mau jadi Daddy ku." Kata Stevia dengan serius.

    Bella terdiam, dia tidak tau harus berkata apa.  Tampaknya putrinya benar-benar sangat menginginkan Kenan dan itu tidak baik. 'Mungkinkah sebaiknya aku mengenalkannya pada Galvin agar dia melupakan Kenan?.' Batin Bella.

    "Kamu lebih penting dari pekerjaan Mommy. Jadi, mulai sekarang Mommy akan mengantarkan kamu ke sekolah dan Bibi Nita akan menjemput kamu ketika kamu pulang." Kata Bella berjanji, laku membungkukkan badannya dan mencium pipi putrinya itu.

     Stevia tersenyum manis dan membalas dengan mencium pipi Ibunya.

    

    Segera, mereka tiba disekolah dan Bella keluar untuk mengantar Stevia sampai didepan kelasnya. Wanita itu menyadari jika sebagian besar anak-anak diantar oleh kedua orang tuanya. Dan itu semakin membuat hatinya dipenuhi dengan rasa bersalah yang mendalam. Terlihat jelas bahwa Stevia merasa tersisihkan melihat semua keluarga bahagia saat mereka mengantarkan anak-anak mereka.

    "Sampai jumpa, Mommy. Jangan lupa untuk menyapa Paman baik." Kata Stevia melambaikan tangan pada Ibunya.

    Bella tersenyum hangat, meski dia merasa bersalah pada putrinya. Dia membalas lambaian tangan Stevia dan memberinya ciuman. "Mommy mencintaimu."

    "Aku juga mencintai Mommy." Jawab Stevia dan bergegas masuk kedalam kelasnya.

    Sementara itu, Bella masih berdiri di luar selama beberapa waktu, hanya untuk menatap putrinya yang sedang meletakan tas nya dan bersiap untuk duduk. Tetapi tiba-tiba, Bella merasakan bulu kuduknya terangkat. Rasa menggigil yang menakutkan merambat di tulang punggungnya, memberinya perasaan seolah dia sedang diawasi.

    Bella berbalik badan, dia mengernyitkan dahinya karena tidak melihat siapapun di belakangnya. Setelah beberapa saat melihat ke sekeliling, Bella menghilang perasaan itu. Dan kembali ke taksi online yang mengantarnya tadi untuk menuju ke kantor.

    Di saat yang sama, Sofia menerima panggilan dari salah satu mata-matanya.

    "Saya sudah mengikuti Bella seperti yang anda perintahkan. Tetapi sejauh ini,  saya belum dapat menemukan apa pun. Hari ini dia, mengantarkan putrinya ke sekolah dan saya sudah memotret mereka sebelum putrinya masuk kedalam kelas." Kata pria itu pada Sofia.

    Di sebrang sana, Sofia berbinar. Mungkin dia bisa mengetahui siapa ayah dari anak Bella. Karena sejak dia melihat putri Bella, hati Sofia menjadi tidak tenang. Dia tidak bisa menghilangkan rasa tidak nyaman didalam hatinya.

    "Apa ayah anak itu ada disana?." Tanya Sofia pada pria itu.

    "Tidak, saya hanya melihat Bella. Saya pernah melihat dia bersama dengan seorang lelaki, tapi menurut saya dia bukan ayah dari putrinya." Jawab pria itu.

    "Lanjutkan penyelidikan! Aku ingin tahu siapa ayah dari bocah itu!." Perintah Sofia dan langsung memutuskan sambungan telepon mereka.

    Entah mengapa, Sofia merasa resah dengan identitas anak Bella. "Aku perlu tahu siapa ayahnya dan aku tidak akan membiarkan siapapun menghalangi aku menjadi istri Kenan." Kata Sofia pada dirinya sendiri.

    ***

    Kenan baru saja kembali setelah melakukan pertemuan di luar kantor. Saat dia sedang berjalan melewati lobi tiba-tiba suara resepsionis yang terdengar mampu menghentikan langkah kakinya.

    

    "Menurut saya anda salah jika ingin menghubungi CEO kami, karena beliau belum mempunyai anak. Ya, saya memang mendengar perkataan anda. Tapi kami belum pernah mendengar atau mengetahui anak bernama Stevia Caitlin Hamilton. Anak itu bahkan tidak memiliki nama marga Narendra seperti nama CEO kami."

    "Siapa itu?." Tanya Kenan, memilih berjalan mendekati meja resepsionis.

    Wanita itu menjauh telepon dari telinganya dan menoleh kearah Kenan. "Kepala sekolah dari sekolah Internasional Utopia. Dia bilang putri anda telah diintimidasi di sekolah." Balasnya dengan ragu-ragu.

    Kenan mengulurkan tangannya, meminta telepon itu dari resepsionis. Lalu menempelkannya di telinganya. "Apa yang terjadi?."

    "Stevia Catlin Hamilton telah mendapatkan perilaku bullying oleh salah satu teman sekelasnya. Ayah dari teman yang membully Stevia bersikap tidak masuk akal. Dan dia meminta saya untuk menelpon anda." Jawab kepala sekolah tersebut.

    Sikap protektif tiba-tiba muncul dalam diri Kenan. Hatinya berdebar-debar memikirkan putri Bella yang telah di bully di sekolah. "Aku akan segera datang." Kata Kenan kemudian.

    **

    Sementara itu, Stevia menangis dan duduk di ruang kepala sekolah. Pipi kanannya memerah karena telah di pukul oleh Dion Bruce— anak laki-laki yang telah membully Stevia.

    Flashback on beberapa menit sebelumnya.

    Saat itu Stevia sedang mewarnai bukunya, tetapi tiba-tiba Dion mengambil pensil warna milik Stevia begitu saja. "Ini bagus, aku mau pensil warna ini." Kata Dion.

    "T-tapi itu milikku." Jawab Stevia, kedua matanya telah berkaca-kaca. Dion bertubuh jauh lebih tinggi darinya dan sangat suka mengintimidasi. Dia menindas  hampir semua teman-teman sekelas mereka. Namun, Stevialah yang menerima sebagian besar perundungan itu karena anak-anak di kelasnya tahu jika Stevia tidak memiliki ayah.

  "Ini milikku sekarang." Kata Dion dengan memeluk pensil warna tersebut. Anak laki-laki itu hendak pergi, tetapi Stevia tiba-tiba merebut kotak pensil warna yang ada dipelukan Dion.

    Dion tidak terima, dia juga menarik kotak pensil warna tersebut dan terjadilah saling tarik-menarik kotak pensil warna.

    "Mommyku membelikan pensil warna ini untukku! Jadi ini bukan milikmu!." Meskipun Stevia takut pada penindas itu, tetapi dia tidak bisa membiarkan Dion mengambil apa yang telah dibelikan oleh ibunya untuknya.

    Dalam kemarahan yang menguasai dirinya, Dion memukul wajah Stevia dan mendorongnya hingga jatuh mengenai lantai. Gadis kecil itu pun mulai menangis, tetapi ketika guru datang untuk memeriksanya, Dion mengatakan jika Stevia mencuri pensil warnanya.

    Kebetulan orang tua Dion adalah polisi sehingga guru pun takut menyinggung perasaan putra mereka. Dia segera menelpon orang tua Dion dan melaporkan jika putra mereka mendapatkan intimidasi. Kedua anak dibawa ke kantor kepala sekolah dan seorang pria bertubuh besar datang tak lama kemudian. Dia memiliki perut buncit dan wajah yang bulat dengan tinggi rata-rata.

    "Siapa yang menindas putra ku?." Tanya pria itu.

    Kepala sekolah menoleh kearah Stevia dan dia tahu jika sebenarnya Stevialah yang mendapatkan penindasan itu. Lalu dia menoleh kearah ayah Dion. "Putra anda yang telah menindas teman-teman sekelasnya—"

    "Panggil ayah gadis kecil ini. Aku ingin dia dikeluarkan dari sekolah ini karena telah menindas putra ku!." Perintah pria itu menyela perkataan kepala sekolah.

    "Dion ingin mendapatkan pensil warna untuk dirinya sendiri dan menurut saya dia harus belajar menggunakan barang miliknya sendiri dan tidak meminta milik temannya. Lagipula, saya tidak tahu siapa ayah Stevia, namanya tidak terdaftar." Kata kepala sekolah menjelaskan.

    Arnold— ayah Dion mencibir. "Jadi, anak yatim menindas putra ku? Seorang yang tidak memiliki kasih sayang yang lengkap, jelas saja dia tidak dibesarkan dengan benar. Tentu saja kalau anakku menginginkan pensilnya, dia bisa saja membaginya dengan putra ku." Kata Arnold, lalu dia menoleh kearah Kepala sekolah. "Nona Vania, apakah anda melakukan pekerjaan dengan benar? Atau anda ingin diganti?."

Stevia yang menyadari bahwa kepala sekolahnya yang baik hati itu sedang dalam masalah. Dia pun langsung berdiri dari duduknya. "Daddy ku adalah Kenan Kevlar Narendra. Dia adalah CEO Narendra Corporation."

    "Hahahah, dia bukan saja anak nakal, tapi dia juga pembohong yang baik. Bagaimana bisa ayahmu menjadi pemilik sekolah ini, padahal kamu tidak memiliki nama marganya, hah?." Kata Arnold mengejek.

    Sementara itu, Vania tidak suka dengan cara Arnold yang menggunakan pengaruhnya untuk memberikan sikap adil di wilayah sekolah. Putra mereka terus menindas teman-teman sekelasnya dan sebagai orang tua, Arnold justru membiarkannya.

    Pada awalnya pihak sekolah tidak bisa berbuat apa-apa karena bergantung dengan pekerjaan mereka yang selalu dijadikan sebagai bahan ancaman. Tetapi karena Stevia mengatakan tentang siapa ayahnya, Vania pun berpikir secara bijak dan menelpon nomor perusahaan Kenan. Mengingat jika pihak sekolah tidak memiliki nomor telepon pribadi Kenan.

    'Mungkin keluarga Narendra merahasiakan anak ini sejak lahir dari publik karena hasil dari hubungan di luar nikah.' Pikir Vania.

    Beberapa detik kemudian, Vania menghela napas lega setelah mengakhiri panggilan. "Daddy Stevia akan segera datang."

    

    Namun, Arnold justru mencemooh, mengira jika Vania hanya menakut-nakuti nya. Bagaimana seorang Kenan Kevlar Narendra bisa memiliki anak, padahal dia belum menikah?.

    Arnold menoleh kearah kepala sekolah. "Saya ingin anda berlutut dan meminta kepada saya. Maka anda harus mengeluarkan anak nakal ini kalau anda ingin mempertahankannya pekerjaan anda di sekolah ini!."

    "Saya tidak sudi melakukan hal seperti itu. Mari kita tunggu ayah dari anak ini untuk menyelesaikan masalah." Jawab Vania, mengepalkan tangannya.

    "Bohong! Dia tidak punya ayah. Hanya ibu yang selalu mengantarnya ke sekolah." Kata Dion sambil menjilati permen lolipop nya.

    

    "Itu karena Daddy ku sangat sibuk." Balas Stevia, matanya masih terlihat berkaca-kaca. Dia berharap paman baiknya itu akan datang dan membantunya.

    "Baik, karena anda keras kepala, Nona Vania. Saya akan menunggu ayah khayalan dari anak ini. Kalau dia tidak datang, saya akan memecat anda dan mengganti anda dengan guru pilihan saya. Setidaknya saya akan memilih pengganti kepala sekolah yang jauh lebih bijaksana dan tidak seperti anda." Kata Arnold dan Vania hanya menganggukkan kepalanya.

    Beberapa menit pun berlalu dan Arnold mulai tidak sabar untuk menunggu. Dia mengangkat lengannya guna memeriksa arlojinya. "Sepertinya dia tidak datang—"

    Pintu ruang kepala sekolah tiba-tiba terbuka, memperlihatkan seorang lelaki tampan yang tinggi. Melihat seseorang itu, mata Stevia berbinar. "Daddy!." Panggilnya dan berlari kearahnya, gadis kecil itu mengangkat kedua tangannya keatas, memberikan isyarat jika dia meminta untuk digendong.

    

    

    Kenan pun tersenyum dan menggendong Stevia. "Siapa yang menindas putri Daddy, hm?."

    

   Jari telunjuk Stevia segera menunjuk kearah Arnold dan Dion. "Mereka, mereka bilang aku anak nakal karena aku tidak punya Daddy."

    

    Kenan menyadari jika terdapat memar di pipi Stevia dan suhu di ruangan itu terasa menjadi dingin saat Kenan melayangkan tatapan tajamnya kearah Arnold dan putra nya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!