Kencan

Bella menghela napas lega ketika dia melihat kearah iPad dan mengetahui bahwa panggilannya tidak tersambung. Entah bagaimana, Stevia dapat menemukan profil Kenan di aplikasi pesan nya dan mencoba melakukan panggilan video dengannya.

    Beruntungnya Wifi di iPad di matikan sehingga panggilan tidak tersambung.

    "Sayang, bagaimana kamu bisa menemukan profil ini?." Tanya Bella, sedikit membungkukkan badannya ketika bertanya pada putrinya itu. Sementara jantungnya masih berdebar-debar karena takut jika Kenan telah mendengar tentang rencana balas dendam mereka.

    "Aku bertanya pada Bibi Nita dan dia membantuku mencarinya." Jawab Stevia, raut wajahnya terlihat sangat polos. "Aku ingin bertanya pada paman baik, kapan dia akan setuju menjadi Daddy baruku."

    Degh! Jantung Bella berdebar. Dia menoleh kearah ibunya dan kemudian tersenyum canggung. Wanita itu kemudian menggendong Stevia. "Mommy akan mencarikan Daddy yang sangat baik untukmu. Sekarang jadilah gadis yang baik dan kembali ke kamar. Karena ini hari Minggu, kamu boleh tidur lagi dan besok kamu bisa langsung masuk sekolah."

    "Baik, Mommy." Kata Stevia. Bella pun menurunkan Stevia dan gadis kecil itu langsung berjalan menuju kamarnya.

    Ketika Bella tengah memandangi putrinya dan tersenyum karena putrinya yang begitu penurut. Katherine berjalan maju mendekati Bella dan menyenggol lengan Bella, membuatnya menoleh. "Mama harap kamu tidak merencanakan dan memberi tahu Kenan tentang Stevia. Mama tidak akan pernah memaafkan kamu untuk itu."

    "Tentu saja tidak! Ada lelaki lain yang aku kenal dan aku yakin Stevia juga akan menyukainya." Kata Bella, hatinya berdebar-debar karena rasa bersalah menghantuinya.

    Bella telah memberitahu putrinya bahwa Ayahnya telah meninggal ketika dia masih berada didalam kandungannya. Tetapi, akankah Stevia membencinya jika dia mengetahui siapa sebenarnya Ayahnya di kemudian hari?

    *

    Beberapa saat kemudian, Bella menerima panggilan telepon dari Galvin. Jantungnya berdegup kencang ketika dia mengingat bagaimana semalam dirinya meninggalkan Galvin dan malah pulang bersama dengan mantan pacarnya yang sangat seksi itu.

    "Hm... Hai Galvin?." Bella menjawab panggilan itu dengan rasa canggung.

    "Bella, apa kamu baik-baik saja? Semalam aku pergi untuk mengangkat telpon selama beberapa menit dan ketika aku kembali, aku menemukan kalau kamu sudah pergi." Kata Galvin di seberang sana.

    Bella menggigit bibir bawahnya, dia tidak tahu harus berkata apa. Bagaimana dirinya memberitahu pada calon pacarnya bahwa dirinya semalam pergi bersama mantannya?. "Hm... maaf, aku terlalu mabuk dan akhirnya aku pulang dengan taksi. Maaf juga, seharusnya aku menunggumu atau memberitahu terlebih dulu."

    "Tidak masalah, Bella. Selama kamu sampai di rumah dengan selamat, aku sama sekali tidak masalah." Jawab Galvin. "Bagaimana kalau kita menjadwalkan ulang jalan-jalan untuk kita berdua? Rasanya kemarin malam tidak berjalan sesuai rencana."

    Bella menghela napas lega. Nampaknya Galvin tidak tahu jika dirinya semalam pergi bersama dengan Kenan. Bella berdehem kecil. "Bagaimana kalau kita bertemu saat jam makan siang? Ada beberapa hal yang perlu aku ketahui tentang dirimu dan acara pesta yang kemarin bukanlah tempat yang tepat untuk kita mengobrol."

    "Tentu, tidak masalah. Aku akan menjemputmu dua jam lagi."

    Bella memutuskan sambungan panggilan mereka dan menghela nafas. Ketika dia bertemu dengan Galvin kemarin malam. Bella pikir Galvin cukup tampan dan keren, tetapi dia terlihat seperti lelaki yang tidak terlalu menunjukkan sisi romantisnya. Bella hanya merasa jika Galvin bisa menjadi teman yang baik. Namun, Bella rela berusaha demi Stevia yang memang sangat membutuhkan figur seorang Ayah.

    *

    "Kelihatannya baju itu bagus untukmu. Mau pergi kemana?." Tanya Katherine ketika melihat Bella baru saja keluar dari kamarnya dengan mengenakan pakaian dua potong berwarna pink pastel dengan sepatu hak tinggi yang transparan.

    

    "Ya, aku ada kencan makan siang."  Jawab Bella. Dia merentangkan kedua tangannya dan berputar. "Ma, penampilanku tidak berlebihan, kan?."

    Bella mengenakan crop top dan rok flowy berpinggang tinggi. Rambut panjangnya di biarkan tergerai dan dia merias wajahnya dengan make up yang natural.

    "Menurut Mama kamu terlihat sangat cantik. Tapi siapa lelaki beruntung dan kapan Mama akan bertemu dengannya?." Tanya Katherine.

    "Namanya Galvin, sejauh ini hanya itu yang masih aku ketahui. Tenang Ma, Mama akan segera bertemu dengannya." Jawab Bella dan bersamaan dengan itu ponselnya berdering. "Ma, sepertinya dia sudah menungguku, aku akan turun sekarang." Katanya.

    Setelah mengatakan selamat tinggal pada putrinya yang sedang bermain dengan pengasuhnya, Bella meninggalkan apartemen dan langsung turun untuk menemui Galvin.

    Tatapan mata Galvin tertuju kearahnya ketika Bella keluar dari gedung dan dia pun tersipu, saat menyadari tatapan panasnya.

    Bella menyelipkan anak rambutnya kebelakang telinga. "Bagaimana dengan penampilan ku hari ini?."

    "Cantik dan aku sangat menyukai apa yang aku lihat sekarang. Mantan pacar mu sangat bodoh karena membiarkan kamu pergi."

    Bella merasakan sesuatu yang mencekam di hatinya setelah mendengar kata-kata itu, tetapi dia memaksakan bibirnya untuk tersenyum. "Kamu sendiri juga tidak terlihat buruk."

    Galvin terlihat sangat tampan dengan mengenakan kemeja polo biru tua dan celana jeans. Dia berjalan memutari mobil dan membukakan pintu untuk Bella. "Ayo pergi dan aku akan menghabiskan sepanjang hari untuk melihatmu."

    "Oh, kamu baik sekali." Goda Bella lalu terkekeh kecil dan mulai masuk kedalam mobil.

    **

    Tidak butuh waktu yang lama bagi mereka untuk akhirnya sampai di restoran mewah. Galvin mengajak Bella masuk dan pelayan mengarahkan mereka ke meja yang Galvin pesan di sudut ruangan, berada didekat jendela dimana mereka bisa melihat pemandangan taman halaman belakang yang indah dan subur, yang di tanami bunga dan sayuran.

    "Jadi, apa pekerjaan mu? Kita belum banyak mengobrol." Tanya Bella setelah mereka duduk dan tak berapa lama makanan mereka pun datang dan disajikan.

    Galvin tersenyum menatap Bella. "Aku bekerja sebagai direktur pelaksana Addison Automotive Group."

   

    Mendengar hal itu, kedua mata Bella terbelalak kaget. Dia tahu tentang perusahaan itu, tetapi dirinya tidak menyangka bahwa Galvin menjadi bagian dari perusahaan tersebut. Dan juga, nama belakangnya...

    "Apa kamu putra pemilik perusahaan itu atau bagaimana?." Tanya Bella, sedikit kecewa karena dirinya kembali terlibat dengan lelaki lain yang berada didalam keluarga yang kaya.

    Galvin terkekeh. Dia mengusap dagunya. "Iya, tapi aku ingin memulai sesuatu sendiri. Aku ingin mulai menjalankan bisnisku sendiri dan bukan dari hasil warisan ayahku. Orang tuaku memang kaya, tapi itu kekayaan mereka. Aku juga tidak bangga dengan aset yang bukan milikku. Aku akan bekerja keras dan memulainya dari awal."

    Bella menganggukkan kepalanya, dia terkesan dengan kemauan Galvin. Dia juga belum pernah bertemu dengan lelaki yang tidak ingin mewarisi kekayaan keluarganya. Bella meraih gelas berisi sampanye miliknya, mengangkatnya dan mengajak Galvin untuk bersulang. "Baiklah, aku akan mendukung tujuanmu. Aku yakin kamu akan berhasil. Karena aku juga memulai semuanya dari awal."

    Keduanya meminum minuman mereka sembari saling berbagi pandangan.

    Dan tanpa sepengetahuan mereka, terdapat seseorang yang bersembunyi tak jauh dari tempat mereka dan diam-diam memfoto mereka.

    *

    Sementara itu, di tempat lain, suasana hati Kenan sedang buruk setelah mengantar Bella pagi tadi. Lelaki itu saat ini berada di lapangan menembak bersama dengan teman-temannya, melampiaskan amarahnya, tetapi tiba-tiba ponselnya berdenting.

    Kenan mengernyitkan dahinya ketika mengetahui bahwa Sofia mengirimkan pesan padanya. Dan karena penasaran, Kenan pun membuka isi pesan tersebut, dia juga sempat membaca nama Bella disalah satu pesannya.

    Seketika hatinya hancur melihat foto Bella yang tengah bersama dengan Galvin, mereka nampak bahagia. Kenan lalu membaca pesan yang berada dibawah foto tersebut.

    Sofia: [Bella, wanita yang selama ini kamu rindukan sedang bersenang-senang bersama dengan lelaki lain di sini].

    Sofia: [Sudah kubilang, Kenan. Aku satu-satunya wanita yang mencintaimu. Aku tidak akan pernah berkencan dengan lelaki lain].

    ***

    Flashback on.

    Ketika Kenan baru saja mengantarkan Bella ke apartemennya. Kenan langsung menghubungi Elmero dan Liam, lalu meminta mereka untuk menemuinya di lapangan menembak.

    Kenan menghabiskan waktu berjam-jam di jarak tersebut, membayangkan jika target yang sedang ia tembak adalah versi remajanya yang dulu sering menyatakan cintanya pada Bella berulang kali. Beberapa pemikiran muncul didalam benaknya.

Kalau saja keadaan terjadi berbeda enam tahun yang lalu, dirinya tidak akan terpaksa melepaskan Bella dan mereka tidak akan berada di dalam posisi di mana Bella bertindak seolah-olah dirinya adalah musuhnya.

    'Ini adalah kesalahanku! Aku telah menyakiti Bella dan sekarang, Bella bahkan tidak mau melihatku.' pikir Kenan dalam hati, rasa sakit menggerogoti hatinya seperti luka yang terus melebar.

   Fokus Kenan saat ini sedang tidak bersama pistolnya. Jadi, dia menembak secara agresif. Hingga bahkan dia tidak menyadari rasa sakit di lengannya karena menembak terlalu lama.

    Elmero dan Liam datang dan mendapati jika Kenan hampir menghabiskan pelurunya  saat dia berulang kali menembaki sasarannya.

    "Wah, aku rasa suasana hatinya sedang buruk." Komentar Liam ketika mereka berjalan mendekati Kenan.

    "Mungkin dia tidak beruntung semalam." Kata Elmero dan mereka berdua pun tertawa.

    Kenan menoleh, menatap kedua sahabatnya itu dengan tatapan dinginnya sembari mengisi ulang senjatanya dengan lebih banyak peluru. "Hati-hati dengan kata-katamu atau peluru berikutnya akan mengenai kepalamu."

    Liam dan Elmero langsung mengangkat tangan mereka, mengaku kalah. Lalu Liam menyeringai. "Kenapa kamu memanggil kita ke sini kalau yang ingin kamu lakukan hanyalah melampiaskan amarahmu? Bukankah seharusnya kamu bersama Bella?."

    "Dia tidak menginginkan aku." Geram Kenan saat dia sasarannya.

    "Maaf kawan, tapi apa yang kamu harapkan? Bahwa dia akan menerimamu kembali dengan tangan terbuka?." Elmero bertanya dan melangkah mundur ketika melayangkan tatapan tajam padanya.

    Lalu tak lama dari Kenan mendapati jika ponselnya berdenting dan ketika di lihat ternyata Sofia yang mengirim foto dan pesan padanya.

    Flashback off.

    Setelah melihat foto itu, rahang tegas Kenan menegang dan dia mengepalkan tangannya saat dia berusaha menahan luapan emosi yang mengalir dalam dirinya. Gelombang kemarahan yang tidak masuk akal meluap dalam dirinya, rasa cemburu melihat wanita yang di cintainya tersenyum pada lelaki lain, Kenan mengancam akan menghabisinya.

    Kenan menyugarkan rambutnya kebelakang, raut wajahnya jelas terlihat frustasi. 'Aku tidak bisa kehilangan dia karena lelaki lain! Dia milikku!.'

    Kenan langsung menekan ikon telepon untuk menghubungi Sofia.

    "Kamu dimana?." Tanya Kenan begitu panggilannya di angkat oleh Sofia.

    "Kenan, kamu tidak perlu menemuiku hari ini kalau kamu sibuk—"

    "Diam! Kamu sekarang ada dimana?." Suara Kenan yang dingin berhasil membuat Sofia diseberang sana merasa ketakutan.

    "A-aku ada restoran Italia yang terkenal dan aku bertemu dengan Bella dan pacarnya. Sudah ku bilang dia wanita jal—"

    Kenan langsung memutuskan sambungan telepon mereka sebelum Sofia menyelesaikan perkataannya.

    Tatapan matanya berubah dingin dan rasa cemburu yang kuat melanda dirinya. Restoran Italia adalah tempat favorit Kenan dan Bella sebelum enam tahun yang lalu. Biasanya mereka akan pergi ke sana untuk memakan pasta di akhir pekan.

    Tempat itu menyimpan begitu banyak kenangan manis mereka berdua. 'Apakah Bella akan melupakan kenangan indah yang kita miliki?.' Batin Kenan.

    Bagaimana pun juga, Kenan tidak bisa membiarkan Bella menghabiskan waktu bersama Galvin. Tidak, meskipun tanpa sepengetahuan nya.

    "Mau kemana? Kita baru saja sampai, kawan." Kata Elmero ketika melihat Kenan meletakkan pistol dan melepaskan sarung tangannya.

    "Sesuatu yang lebih penting perlu aku urus." Jawab Kenan dan berjalan keluar dari lapangan menembak

    ***

    Sementara itu, Bella nampak sedang bersenang-senang bersama dengan Galvin, tetapi tiba-tiba ponsel Bella berdering dan ketika wanita itu melihat kearah layar, ternyata Kenanlah yang meneleponnya. Bella mengernyitkan dahinya, dia mengingat apa yang telah terjadi pagi tadi dan ketika dia harus berdebat kecil dengan ibunya.

    Bella menolak panggilan tersebut dan kembali meletakkan ponselnya di atas meja. Namun, Kenan kembali menelponnya.

    "Apa kamu tidak akan mengangkat panggilan itu?." Tanya Galvin, pandangannya tertuju pada ponsel Bella.

    "Itu tidak penting." Jawab Bella.

    Namun demikian, panggilan demi panggilan terus masuk dan Bella pada akhirnya terpaksa untuk mengangkatnya. Wanita itu memutar bola matanya malas, dan menempelkan benda pipihnya di samping telinganya. "Ada apa?!." Bentaknya.

    "Ayo ke kantor." Suara Kenan menggema dari speaker ponsel, membuat Bella mengernyitkan dahinya.

    "Apa katamu?."

    "Ada keadaan darurat dan hanya Direktur Hukum perusahaan yang bisa menyelesaikan nya."

    "Apa kamu serius?." Tanya Bella dan dia terlihat tidak percaya. "Di hari minggu, Tuan Kenan. Lagipula aku tidak bisa datang sekarang. Carilah orang lain untuk menyelesaikan masalah itu."

    Setelah Bella mengatakan hal itu, terjadi keheningan selama beberapa detik. Tepat ketika Bella mengira jika Kenan sudah mengakhiri panggilan mereka, suara tegas lelaki itu kembali terdengar.

    "Menurutmu apa tugas direktur hukum? Direktur hukum seharusnya ada di tempat untuk menyelesaikan masalah hukum perusahaan. Kamu telah menandatangani kontrak untuk memberikan yang terbaik kepada perusahaan. Aku ingin kamu ke sini, ke kantor sekarang!."

    "Tapi aku sedang bersama—"

    "Sekarang, Bella. Atau aku akan datang menjemputmu dimana pun kamu berada."

    Bella pun akhirnya bingung. Kenan masih mendominasi seperti biasanya. Bella pikir siapa yang mengganggu waktu luangnya dan meneleponnya untuk bekerja. Hanya karena dia bosnya, apakah dia pikir dirinya tidak memiliki urusan?

    Meskipun Bella sangat marah, wanita itu pun tidak punya pilihan untu bersiap pergi. Dia adalah seorang Pengacara jujur yang menangani kontrak dengan serius. Jika perusahaan berada dalam krisis, dia tidak punya pilihan selain pergi ke sana dan menyelesaikan masalah tersebut.

    Bella menatap kearah Galvin yang duduk didepannya, terhalang meja diantara mereka. "Galvin, aku minta maaf, sepertinya waktu bersama kita harus rusak lagi. Aku mohon, maafkan aku."

    Galvin menghela napas. Dia menggelengkan kepalanya dan tersenyum. "Tidak apa-apa. Aku suka Kencan kita terus-terusan rusak. Dengan begini, aku lebih bisa sering bertemu denganmu karena kita akan membuat jadwal ulang."

    Bella tersenyum canggung. "Kita lanjutkan obrolannya lain waktu."

    

    ***

    Tidak butuh waktu yang lama bagi Bella untuk akhirnya sampai di kantor Kenan. Karena sekarang adalah hari minggu, tempat ini sangat sepi. Bella melangkahkan kakinya menuju departemen hukum. Namun, dia mengernyitkan dahinya ketika melihat di sana juga sepi, kecuali Kenan yang sedang menunggu di dalam ruang kerjanya.

    "Dimana anggota tim yang lainnya?." Tanya Bella.

    Kenan menoleh untuk melihat Bella, bola mata birunya yang berwarna biru langit menatap tajam ke arahnya. "Mereka tidak di butuhkan."

   

    "Kenapa? Bukannya kamu bilang ada keadaan darurat?." Tanya Bella, berpikir apakah yang Kenan katakan di telpon tadi benar? Bukankah seharusnya seluruh tim departemen hukum ada disini?.

    "Aku hanya membutuhkan kamu."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!