9 Drama Telur

"Hay cantik, siapa namanya? Ini beneran yang bantu-bantu Oma?" sapa Oma dengan sangat ramah, pandangannya penuh kehangatan pada Abel.

"Iya, O-Oma. Aku Ana," jawab Abel gugup, suaranya lirih.

"Ana, usianya berapa?" tanya Oma lagi, penuh penasaran.

Auriga yang berdiri di samping mereka terus memperhatikan Abel dengan seksama. Dia tidak ingin wanita asing itu mengatakan sesuatu yang mencurigakan, tetapi baru sadar kalau dia belum memberitahu Abel tentang usia yang harus dia katakan.

"28, usianya 28, Oma." potong Auriga cepat, memastikan situasi terkendali.

What! 28? Oh Tuhan, dia melihatku 10 tahun lebih tua. Abel sedikit panik di dalam hati, berpikir apakah wajahnya begitu tua di hadapan pria ini.

"Oh, 28? Ya, bagus. Begini, Oma itu butuh teman buat ke toko kain, keluar kota. Kadang ada pesanan-pesanan, biasanya kebaya nikah atau permintaan baju-baju kebaya buat acara penting. Biar Oma udah tua gini, Oma masih dipercaya loh buat baju-baju acara besar," cerita Oma, nada suaranya penuh kebanggaan.

Abel mendengarkan dengan saksama, meski sesekali melirik ke arah Auriga, memastikan dirinya tidak melakukan kesalahan.

"Tapi ya gimana, kadang Opa itu nggak izinin. Katanya Oma udah tua, mending di rumah aja. Tapi ya namanya passion, gimana mau berhenti," lanjut Oma sambil tertawa kecil, tampak menikmati pembicaraannya.

Auriga hanya mendesah pelan, sudah hafal dengan kebiasaan neneknya yang keras kepala namun penuh semangat itu.

Di sisi lain Abel masih merasakan kegugupan namun juga penasaran dengan Oma yang tampaknya menyenangkan. Semoganya paling tidak berada di sini tidak akan seburuk yang dia bayangkan.

“Oma, ponsel Oma bunyi, aku dengar suaranya,” sela Auriga, mencari kesempatan untuk berbicara dengan wanita asing itu agar dia tidak salah bicara. “Ah, Ana, letakkan barang-barangnya di kamar. Saya akan mengantar kamu.” lanjutnya sambil melirik Abel, berusaha memberi kode bahwa dia ingin bicara empat mata.

“Oh, itu Opa yang telepon,” jawab Oma sambil melangkah pergi. “Baiklah, Ana, pergilah ke kamar. Pakai yang di atas sebelah kiri, itu kamar asisten Oma yang lama.”

“Di atas?” Auriga langsung protes. “

“Ya, kamar Aurora, bukan kamar kamu. Lagian, Aurora sekarang hamil besar, mana mungkin dia naik ke atas. Dia butuh kamar bawah,” jawab Oma sambil menggerutu.

Oma berlalu menuju kamarnya, meninggalkan Auriga dan Abel di ruang tamu. Setelah memastikan Oma tidak mendengar, Auriga menatap Abel tajam.

“Ini dengar baik-baik,” katanya serius. “Bersikaplah seperti orang normal. Usahakan apapun yang Oma butuhkan kamu bisa lakukan. Kalau nggak tahu caranya, cari di internet. Oma itu biasanya bertanya-tanya tentang berita, cara-cara menggunakan sesuatu yang di usianya mungkin sudah sulit, dia akan minta ditemani jalan pagi atau keluar kota, dimasakin makanan ringan, atau dibantu hal-hal kecil seperti menyiapkan obat. Jangan bikin masalah.”

Normal? aku keliatan tidak? oh ya ceritanya aku kan terdampar di sini karena nggak normal.

"Iya." Angguk Abel kepalanya.

Auriga menatap Abel lebih dekat, membuat wanita itu sedikit gemetar. “Saya akan kirimkan ponsel ke kamu, jadi pastikan semuanya berjalan lancar. Mengerti?”

“I-iya, Mas,” jawab Abel gugup, hampir berbisik. Tatap mata saya..... Tatap mas... Sial jantung gue!

“Mas? Stop panggil saya Mas!” tegur Auriga dengan nada kesal.

Abel menunduk, merasa takut sekaligus bingung. “La-lalu, saya harus panggil apa?”

Auriga terdiam sejenak, tampak kebingungan dengan jawabannya sendiri. “Ya, ya! Terserah. Mas juga nggak apa-apa.” Ingat Auriga semua asisten di sana memangginya dengan kata mas.

Abel mengangguk pelan, menahan tawanya, cieee di izinin manggil mas, awas nyaman di panggil mas sama gue... Nggak papa deh di anggap dia makhluk 28 tahun rela gue mah, asal mas bahagia aja.

Plak

Abel, sadar! Menjijikkan Tau!

Mengikuti langkah Auriga menaiki tangga, Abel memegangi tas kecil miliknya yang diselempangkan di pundak kanan, sementara tangan kirinya sibuk membawa beberapa tas belanjaan yang dipilih Cecil.

Tas-tas itu tidak terlalu berat, tapi Abel sudah mengeluh dalam hati. Tapi dalam benaknya sekarang ada satu hal yang membuatnya merasa sedikit lega ponselnya. Benda itu ia sembunyikan di lapisan terdalam tas kecilnya, aman dari penglihatan siapa pun. Ia tahu, jika seseorang mencoba membuka tas itu, harus benar-benar membongkarnya hingga ke dasar untuk menemukan ponsel tersebut.

Rumah Oma terlihat besar dan megah. Meski tak sebesar rumahnya sendiri, rumah ini memiliki gaya klasik yang memberikan kesan hangat dan menenangkan. Mata Abel tak henti-hentinya mengamati setiap sudut rumah itu, dari ukiran di dinding hingga langit-langitnya yang tinggi. Namun kekagumannya tiba-tiba terhenti.

“Auh!” Abel terpekik kecil saat kakinya terselip.

“Hati-hati,” tegur Auriga cepat sambil menoleh. “Ada bagian lantai yang rusak di sini.”

Sebuah celah di lantai marmer tangga hampir membuat Abel kehilangan keseimbangan. Dalam refleks yang cekatan, Auriga meraih lengannya, menarik Abel agar tidak terjatuh.

Abel tertegun. Wajahnya mendongak, dan tanpa sadar pandangannya bertemu dengan mata Auriga yang dingin. Mereka berdiri begitu dekat, jarak di antara mereka hanya sejengkal. Dalam sepersekian detik, pikiran Abel melayang ke arah yang konyol. Ia membayangkan adegan film India, di mana sang perempuan jatuh ke dada prianya, disertai musik dramatis.

Cielahh kirain cuma di tontonan aja, ini ngalamin langsung!

Namun kenyataan langsung membuyarkan semua itu. “Gunakan matamu!” Auriga mendesis dingin, suaranya penuh teguran. Wajah Abel memerah, seolah tertangkap basah tengah melamun hal aneh. Auriga membantu Abel berdiri tegak kembali, lalu melepaskan pegangannya.

“Biasakan fokus! Apapun itu, fokus!” ulang Auriga, kali ini dengan nada lebih tegas.

Abel mengangguk kecil, merasa malu sekaligus kesal pada dirinya sendiri. “Iya, Mas,” gumamnya pelan. Tapi dalam hatinya, ia memaki kekonyolan imajinasinya barusan.

“Itu, di sana kamarnya,” ujar Auriga dengan nada dingin, menunjuk salah satu pintu di lantai atas. Tanpa banyak bicara lagi, ia berbalik dan turun tangga dengan langkah cepat, meninggalkan Abel yang masih mematung.

“Gini aja? Gue ditinggal?” Abel bergumam, menoleh ke arah pria itu yang sudah menghilang di balik tikungan tangga. Rasanya ia seperti barang kiriman yang hanya dititipkan begitu saja. “Pria aneh,” gumamnya sambil mendengus kecil.

Auriga memang terburu-buru. Cecil sudah menunggunya di lantai bawah, dan hari ini jadwalnya padat dengan pekerjaan yang menumpuk. Dalam benaknya, masalah wanita asing itu kini sudah selesai. Setidaknya, untuk sementara. “Masalah selesai sementara waktu,” pikirnya, berusaha menyingkirkan urusan wanita asing itu dari kepalanya.

Sementara itu, Abel melangkah masuk ke dalam kamar yang disebut-sebut sebagai miliknya. Kamarnya cukup besar dengan ranjang empuk yang terlihat nyaman. Setelah menyusun barang-barangnya seadanya, ia menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, membiarkan keletihan merayap di tubuhnya.

Abel meraih ponsel dari dalam tas kecilnya. Tangannya gemetar sedikit saat membuka layar ponselnya, dan pikirannya langsung melayang pada sang ayah. “Besok ulang tahun aku, Pa,” batinnya. “Papa pasti sedih.”

Ia menatap layar ponselnya dalam diam, seakan mencari keberanian untuk mengetik pesan atau mungkin menelepon. Tapi ia hanya terdiam, memutar ulang kenangan di kepalanya. “Papa... Abel udah 18 tahun, izinin Abel ya sekali ini aja. Nggak jadi anak kesayangan Papa, nggak jadi Abel yang papa mau.” Bibirnya gemetar saat mengucapkan kata-kata itu dalam hati. “ lAbel aneh ya, Pa? Lakuin hal kayak gini.”

Matanya mulai terasa panas, tapi ia menahan tangisnya. “Maafin abel ya, Pa.”

Tak lama kemudian, suara lembut Oma memanggil Abel dari bawah. “Ana, turun dulu, kita makan siang bareng!”

Abel turun dengan langkah ragu. Di bawah, Oma menunggunya dengan senyum ramah, mengajaknya menuju ruang makan belakang. Ruangan itu terasa hangat, penuh dengan aroma makanan yang baru saja selesai dimasak.

“Ana, kamu suka makan ikan?” tanya Oma sambil menuangkan air ke gelas.

“Suka, Oma. Oma juga suka?” jawab Abel dengan senyum kecil, berusaha bersikap sopan.

“Suka sekali. Tapi Oma kalau makan harus ada telur juga. Eh, loh, ini telurnya nggak ada!” Oma mendadak berseru, menatap meja makan seolah ada sesuatu yang hilang. Lalu, dengan nada ceria, ia berkata, “Ana, bantu Oma ya. Tugas pertama kamu gorengin telur mata sapi dua.”

Abel terpaku sejenak. “Demi apa… goreng telur?” batinnya. Ia menarik napas panjang, mencoba tetap tenang meski pikirannya penuh dengan rasa panik. “Sumpah, gue nggak pernah masak. Bahkan bikin mie instan yang katanya instan dan gampang aja dibantu orang.” Abel menatap tangan kosongnya, mengingat bagaimana di rumah dulu, semua urusan dapur selalu diurus oleh pembantu.

Tapi ia tak ingin membuat Oma curiga. Jadi, dengan senyum penuh kepura-puraan, ia mengangguk cepat. “Oke, Oma. Aku buat sekarang.”

Abel segera menuju dapur, sambil memutar otak. “Telur mata sapi tuh kayak gimana ya? Bentuknya tahu, caranya nggak.” Ia membuka kulkas, mengambil beberapa telur, lalu berdiri mematung di depan kompor. “Astaga, gimana sih ini? Nyalainnya gimana? Minyaknya berapa banyak? Gue harus cari cara...”

Dengan cepat, ia masuk ke kamar mandi lalu merogoh ponsel dari saku. Jari-jarinya mencari nomor Ode.

Abel : Kasih tau gue cara buat telor mata sapi.

Ode langsung menghubungi Abel dan Abel segera mengangkatnya, "Abel? hey gimana sekarang akhirnya aktif juga."

"Cepat kasih tau gue, gimana! hal apa yang harus gue lakukan pertama kali." Bisiknya.

"Mata sapi, cuma buat mata sapi lo nggak bisa?"

"Cepat ode! berisik, gue nggak butuh komentar lo saat ini, kasih tau gue sekarang caranya!" Abel panik. "Gue di tungguin! ini menyangkut hidup dan mati."

"Astaga lebay banget, lo dengar! Ambil telor, pecahin..."

"Pancinya gimana?"

"Ya,panci penggorengannya lo siapin dulu. Baru pecahin telor."

"Gue Nggak bisa! telornya pasti ancur!"

Ode menghela napas dia jengah sekali dengan Abel, dia ini memang lain dari yang lain, "Ambil telor...."

"Udah, terus?"

"Terus dekatin sama kepala, lo. Ya. bentur di kepala lo biar pecahnya presisi nggak hancur."

"Kepala?"

"Terserah Abel, terserah! Mau di kepala pundak, lutut, kaki terserah! Cuma tinggal lo pecahin di mana terserah, masukin sedikit minyak ke penggorengan lalu masukin telornya setelah itu garam seujung kuku."

“Oke, Minyak sedikit, pecahin telur... duh, ini kok cipratannya kayak mau bakar rumah!” Abel tersentak mundur saat minyak sedikit meletup-letup, tapi ia tetap berusaha menyelesaikannya. "Garam seujung kuku? kuku yang sebelah mana?"

"Astaga Tuhan pantas saja dia di takdirkan jadi anak kaya, bentuknya kayak gini."

"Buruan ode sialan!"

"Lo dengar! lo dengar! Minyaknya jangan banyak-banyak." Ode pun mulai menjelaskan dengan benar dan pelan agar Abel mengerti, benar-benar menguras emosi dan tenaganya.

Hingga setelah beberapa menit penuh perjuangan, ia akhirnya berhasil membuat dua telur mata sapi. Bentuknya mungkin tidak sempurna, tapi cukup layak untuk disajikan.

Dengan penuh kebanggaan kecil bercampur lega, Abel membawa piring berisi telur itu ke meja makan. “Ini, Oma. Telurnya sudah jadi.”

Oma menatap telur itu dan tersenyum lebar. “Wah, bagus! Terima kasih, Ana. Kamu cepat belajar ya. Kalau gitu, ayo makan.”

Abel duduk di kursinya dengan napas masih sedikit berat. “Goreng telur aja gue ngos-ngosan. Gimana nanti kalau disuruh masak yang lain?” pikirnya. Tapi melihat senyum hangat Oma, ia merasa setidaknya usahanya tidak sia-sia.

Terpopuler

Comments

mams dimas

mams dimas

ini Oma dari siapa sih..

2024-12-31

0

yanti auliamom

yanti auliamom

anak yang Deket dan di penuhi kasih sayang papa dengan porsi yang pas. Karena ga terlalu di manja semua di turuti juga. masih penuh tanggung jawab. Keren sih. akan jadi anak berkepribadian baik. setia.

2024-12-13

1

Luvi Anggraini Suparno

Luvi Anggraini Suparno

Ngakakk bgt aku Bell,,,ode banyakin stok sabarr ya ngadepin ulah anak majikanmu...wkwkkk

2024-12-12

1

lihat semua
Episodes
1 1 ABEL OBSES
2 2 SATU LANGKAH
3 3 Tidak Sesuai Rencana
4 4 LANJUTKAN!
5 5 Kamu siapa?
6 6 RUMIT
7 7 Solusi Sementara
8 8 Calon Mantu?
9 9 Drama Telur
10 10 Jangan Baper!
11 11 Kesempatan
12 12 Jatuh Dari Angan
13 13 Di mana dia?
14 14 Membuat Masalah
15 15 Misi Berhasil?
16 16 Lebih dari Cukup
17 17 Lolipop Spesial
18 18 Buka Mata
19 19 Kalah?
20 20 Titik Kembali
21 21 Ke semula
22 22 Membingungkan
23 23 Arabella?
24 24 Wajah di Antara bayang
25 25 It's You,
26 26 Usaha Menangkap
27 27 HANTU!
28 28 Badai Depan Mata
29 29 Caught!
30 30 0 -1
31 31 Come Back
32 32 Sayang?
33 33 Pedas?
34 34 Carolina Reaper
35 35 Pelipur Lara
36 36 Enggak Butuh!
37 37 Keras Kepala
38 38 Serba salah
39 39 Memalukan.
40 40 Polisi!
41 41 Piatu
42 42 Mimpi?
43 43 Terlalu Sempurna
44 44 Tidak Sudi Terinjak.
45 45 Ide
46 46 Ambigu
47 47 SURPRISE
48 48 KAMU
49 49 Mari...
50 50 OM-OM?
51 51 LIMA PULUH SATU
52 52 LIMA PULUH DUA
53 53 LIMA PULUH TIGA
54 54 LIMA PULUH EMPAT
55 55 LIMA PULUH LIMA
56 56 LIMA PULUH ENAM
57 57 LIMA PULUH TUJUH
58 58 LIMA PULUH DELAPAN
59 59 LIMA PULUH SEMBILAN
60 60 ENAM PULUH
61 61 ENAM PULUH SATU
62 62 ENAM PULUH DUA
63 63 ENAM PULUH TIGA
64 ENAM PULUH EMPAT
65 ENAM PULUH LIMA
66 ENAM PULUH ENAM
67 ENAM PULUH TUJUH
68 ENAM PULUH DELAPAN
69 ENAM PULUH SEMBILAN
70 TUJUH PULUH
71 TUJUH PULUH SATU
72 TUJUH PULUH DUA
73 TUJUH PULUH TIGA
74 TUJUH PULUH EMPAT
75 TUJUH PULUH LIMA
76 TUJUH PULUH ENAM
77 TUJUH PULUH TUJUH
78 TUJUH PULUH DELAPAN
79 TUJUH PULUH SEMBILAN..
80 DELAPAN PULUH
81 DELAPAN SATU
82 DELAPAN PULUH DUA
83 DELAPAN PULUH TIGA
84 DELAPAN PULUH EMPAT
85 DELAPAN PULUH LIMA
86 DELAPAN PULUH ENAM
87 DELAPAN PULUH TUJUH
88 DELAPAN PULUH DELAPAN
89 DELAPAN PULUH SEMBILAN
90 SEMBILAN PULUH
91 SEMBILAN PULUH SATU
92 Extra Part 1
93 Extra Part 2
94 Extra Part 3
Episodes

Updated 94 Episodes

1
1 ABEL OBSES
2
2 SATU LANGKAH
3
3 Tidak Sesuai Rencana
4
4 LANJUTKAN!
5
5 Kamu siapa?
6
6 RUMIT
7
7 Solusi Sementara
8
8 Calon Mantu?
9
9 Drama Telur
10
10 Jangan Baper!
11
11 Kesempatan
12
12 Jatuh Dari Angan
13
13 Di mana dia?
14
14 Membuat Masalah
15
15 Misi Berhasil?
16
16 Lebih dari Cukup
17
17 Lolipop Spesial
18
18 Buka Mata
19
19 Kalah?
20
20 Titik Kembali
21
21 Ke semula
22
22 Membingungkan
23
23 Arabella?
24
24 Wajah di Antara bayang
25
25 It's You,
26
26 Usaha Menangkap
27
27 HANTU!
28
28 Badai Depan Mata
29
29 Caught!
30
30 0 -1
31
31 Come Back
32
32 Sayang?
33
33 Pedas?
34
34 Carolina Reaper
35
35 Pelipur Lara
36
36 Enggak Butuh!
37
37 Keras Kepala
38
38 Serba salah
39
39 Memalukan.
40
40 Polisi!
41
41 Piatu
42
42 Mimpi?
43
43 Terlalu Sempurna
44
44 Tidak Sudi Terinjak.
45
45 Ide
46
46 Ambigu
47
47 SURPRISE
48
48 KAMU
49
49 Mari...
50
50 OM-OM?
51
51 LIMA PULUH SATU
52
52 LIMA PULUH DUA
53
53 LIMA PULUH TIGA
54
54 LIMA PULUH EMPAT
55
55 LIMA PULUH LIMA
56
56 LIMA PULUH ENAM
57
57 LIMA PULUH TUJUH
58
58 LIMA PULUH DELAPAN
59
59 LIMA PULUH SEMBILAN
60
60 ENAM PULUH
61
61 ENAM PULUH SATU
62
62 ENAM PULUH DUA
63
63 ENAM PULUH TIGA
64
ENAM PULUH EMPAT
65
ENAM PULUH LIMA
66
ENAM PULUH ENAM
67
ENAM PULUH TUJUH
68
ENAM PULUH DELAPAN
69
ENAM PULUH SEMBILAN
70
TUJUH PULUH
71
TUJUH PULUH SATU
72
TUJUH PULUH DUA
73
TUJUH PULUH TIGA
74
TUJUH PULUH EMPAT
75
TUJUH PULUH LIMA
76
TUJUH PULUH ENAM
77
TUJUH PULUH TUJUH
78
TUJUH PULUH DELAPAN
79
TUJUH PULUH SEMBILAN..
80
DELAPAN PULUH
81
DELAPAN SATU
82
DELAPAN PULUH DUA
83
DELAPAN PULUH TIGA
84
DELAPAN PULUH EMPAT
85
DELAPAN PULUH LIMA
86
DELAPAN PULUH ENAM
87
DELAPAN PULUH TUJUH
88
DELAPAN PULUH DELAPAN
89
DELAPAN PULUH SEMBILAN
90
SEMBILAN PULUH
91
SEMBILAN PULUH SATU
92
Extra Part 1
93
Extra Part 2
94
Extra Part 3

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!