tiga

Setelah berada di perpustakaan,mereka bertiga masuk.Saat masuk suasana perpustakaan begitu sepi,mungkin hanya ada beberapa orang di sana.

Tasya melangkah penuh semangat menuju rak buku dan mengambil sebuah buku tanpa berpikir panjang. Tak lama, ia kembali ke meja baca yang terletak di sudut ruangan, tempat di mana ia akan bersembunyi dan tidur di sana.

Kalista mengamati gerak-gerik temannya yang cantik itu dan menggelengkan kepala, merasa yakin bahwa Tasya hanya akan tidur di sana. Sesuai dugaan, Tasya duduk di meja, menempelkan kepalanya pada buku itu sebagai bantal, dan menutupi wajahnya dengan buku lain. Di sudut ruangan itu, ia berhasil menyembunyikan kelelahannya, bersembunyi di balik jajaran rak buku.

Sementara itu, Kalista memilih berkeliling ruangan, mencari buku yang menarik hatinya. Ia berjalan pelan, menelusuri setiap judul dan menggenggam buku-buku yang menggugah rasa ingin tahunya.

Tak jauh dari Kalista, Alvaro juga melakukan hal serupa. Mata mereka terbuka lebar, berharap menemukan sebuah karya yang akan menambah wawasan dan membuat waktu yang mereka habiskan di perpustakaan ini menjadi tak terlupakan. Dalam suasana yang penuh keingintahuan ini, hati mereka merasa lebih hidup dan lebih terhubung dengan dunia pengetahuan..

Keduanya bergegas ke rak buku yang berbeda. Kalista mengambil salah satu buku dari rak, lalu menyelam dalam tulisan di lembar demi lembar kertasnya. Setelah beberapa halaman, ia menghela napas pelan dan meletakkan buku itu kembali ke tempatnya, kehilangan minat pada cerita yang menurutnya kurang memikat.

Ia melangkah menuju rak lain, menelisik buku-buku yang berjejer, membaca sejenak lalu kembali memasukkannya. Hal itu ia lakukan berulang kali. Di saat mata Kalista terhenti pada rak dengan label "kumpulan novel", ia tak bisa menyembunyikan rasa kagumnya.

Ternyata, perpustakaan sekolah ini lebih lengkap dari yang diperkirakannya. Meskipun koleksi novel tak sebanyak buku-buku lainnya, tetapi tetap mengesankan. Ia tak sering mengunjungi perpustakaan, terkendala oleh jarak dan keengganan untuk bertemu banyak orang. Matanya terpaku pada sebuah novel yang terpajang di rak paling atas. Dengan sedikit berjinjit, ia meraih novel itu—seolah di antara sekian banyak buku, hanya novel itu yang layak mendapatkan perhatian penuh dari Kalista.

"Ini gue yang pendek atau raknya yang tinggi sih?" gerutu Kalista, frustrasi karena kesulitan meraih novel yang ingin ia baca.

Pandangannya berkeliling, mencari bangku kecil yang biasa digunakan untuk mengambil buku yang terletak di rak paling atas. Matanya segera menemukan bangku yang dicarinya di rak sebelah, ia berjalan dan membawanya ke rak tempat novel itu berada.

Dengan hati-hati, Kalista naik ke bangku yang tingginya hanya sekitar tiga puluh sentimeter. Setelah menjangkau, ia menggenggam erat novel impian itu dan perlahan turun dari bangku. Namun nasib malang menimpanya, ia tak sengaja menginjak tali sepatunya sendiri dan kehilangan keseimbangan. Seiring detik-detik menjelang tubuhnya terhempas ke lantai, Kalista memejamkan matanya, membayangkan rasa sakit yang akan ia rasakan saat menghantam permukaan keras.

Kalista menutup rapat matanya, merasa tubuhnya seolah-olah melayang. Namun, seketika itu ia membuka matanya lebar-lebar ketika menyadari bahwa Alvaro lah yang menopang tubuhnya. Waktu seakan-akan terhenti, dengan tatapan takjub Kalista memandang wajah Alvaro yang begitu dekat dengannya.

Dia terpaksa mengakui betapa tampannya laki-laki ini dari jarak seintim ini. Mata cokelat Alvaro yang menarik itu membuat detak jantung Kalista semakin memburu. Apakah mungkin ada sesuatu yang salah? Bisik hatinya, takut bahwa jantungnya terganggu secara tiba-tiba.

"Kal, bangun! Tangan gue udah mulai pegel nih," gumam Alvaro dengan wajah yang mulai merah.

Kalista terkejut dan buru-buru melepaskan diri dari genggaman Alvaro, turun dari kursi. "Maaf," katanya dengan wajah yang memerah karena malu.

Alvaro hanya tertawa ringan, "Ternyata lo berat juga ya."

Memang, satu hal yang lupa Kalista ceritakan tentang Alvaro: dia adalah tipe laki-laki yang bicaranya selalu terus terang. Tanpa menyaring perkataannya terlebih dahulu, laki-laki itu hanya mengungkapkan apa yang ada di pikirannya. Entah apa kata-katanya akan menyinggung perasaan orang lain atau tidak, ia hanya ingin jujur.

"Biarin," ujar Kalista dengan dingin, lalu memalingkan wajahnya, berniat meninggalkan laki-laki itu. Namun, Alvaro segera menahan pergelangan tangan Kalista, mencegah langkahnya.

"Jangan ngambek, gue cuma ngomong, nggak bermaksud menyinggung Lo," ujar Alvaro, mencoba meyakinkan.

Mata Kalista menyipit, tatapan tajamnya menembus Alvaro. "Siapa yang ngambek? Gue cuma mau duduk dan baca buku ini," ujarnya tegas sambil mengangkat novel yang ia pegang.

Merasa kalah, Alvaro akhirnya melepaskan genggaman tangannya. "Oh." Suasana menjadi canggung, dan angin seakan membawa kebekuan di antara mereka berdua.

_____

Beberapa hari berlalu sejak peristiwa di perpustakaan itu, Kalista mulai sedikit menjaga jarak dengan Alvaro. Bukan karena dia merasa marah atau jengkel, melainkan karena jantungnya kerap berdebar ketika berada di dekat pemuda itu. Ia tak mengerti, apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya?

"Kal," panggil Alvaro tiba-tiba, membuyarkan lamunan Kalista yang tengah menikmati makan siangnya.

Ia mendongak, mencoba menutupi rasa gugup yang melanda. "Kenapa?"

Namun, Alvaro tak langsung menjawab. Alih-alih, ia malah duduk di bangku Tasya yang kosong. Tasya hari ini memang tidak masuk sekolah karena ada acara keluarga, sehingga bangku di sebelah Kalista kosong dan siap diduduki.

"Gue cuma nanya, bukan nyuruh lo duduk," ujar Kalista, mencoba untuk bersikap biasa.

Alvaro tersenyum jahil, "Emang gak boleh kalau gue duduk di sini?"

"Boleh," jawab Kalista setengah enggan.

"Yaudah, gue jadi gak masalah dong duduk di sini," sahut Alvaro, merasa kemenangan kecil dalam hati.

"Iya," Kalista menyerah, lalu kembali melahap makanannya, berusaha untuk tidak terpengaruh oleh debaran jantungnya yang kian kencang. Dia menahan napas, berharap kegugupan ini cepat berlalu.

Gadis itu merasa kesal, jantungnya berdebar kencang tiap kali ia berada di dekat laki-laki itu.

"Kal, beberapa hari terakhir ini, gue merasa lo agak menjauh dari gue. Apa lo masih marah soal gue yang mengomentari berat badan lo di perpustakaan beberapa hari yang lalu?" tanya Alvaro dengan rasa ingin tahu.

Kalista menoleh ke arah Alvaro lalu menggeleng, matanya menatap kosong. "Gue nggak marah, kok."

"Terus, kenapa?" desak Alvaro, masih belum puas dengan jawaban Kalista.

Kalista menghela napas, mencari kata-kata yang tepat untuk mengelak. "Gak ada, lo aja kali yang merasa kalau gue menjauh," kilahnya sambil menutup hatinya erat-erat. Tak mungkin ia mengungkapkan perasaan berdebar dalam dadanya tiap kali berdekatan dengan Alvaro.

Laki-laki itu berdecak, matanya mengerling tajam. "Enggak kok, bukan cuma perasaan gue aja . Emang, lo agak menjauh, Kal." Alvaro menghentikan langkahnya sejenak, napasnya tersengal.

"Padahal, gue senang punya teman kaya lo. Walaupun irit bicara, tapi setiap kali kita bahas sesuatu, kita selalu punya kesamaan pandangan."

Dalam diam, hati Kalista terus bergumul dengan perasaan yang tak bisa terucapkan. Ketika waktu tak terasa semakin berlalu, pertemuan mereka seakan menjadi api yang mempercepat laju jantung Kalista yang terus berdebar kencang.

Kalista mengecup bibirnya, berupaya keras untuk menyembunyikan senyum yang hendak terlukis di wajahnya akibat ucapan Alvaro. Di usianya yang baru menginjak lima belas tahun, ini adalah pertama kalinya ia merasakan kebahagiaan karena pujian seorang laki-laki. Akankah tanpa sadar ia mulai jatuh hati pada pemuda di sampingnya itu?

Kalista menggelengkan kepalanya, berusaha mengusir pikiran tersebut yang berkecamuk di benaknya. Suka? Tidak mungkin. Sejak kapan ia tertarik untuk mencintai seseorang? Kalista memang tetap normal; dia menikmati melihat laki-laki tampan. Namun untuk merasakan cinta di usianya yang masih remaja ini, rasanya sangat mustahil.

Selama ini, ia tidak pernah memiliki kedekatan emosional dengan laki-laki manapun, bahkan sekadar berteman pun ia tidak pernah melakukannya. Jadi, bagaimana mungkin ia bisa yakin apakah perasaan yang muncul ini adalah rasa cinta atau bukan?

"Kal." Ucapan Alvaro menghentikan lamunan Kalista, membuatnya tersadar dari lamunannya

"Kenapa?"

"Nih,buat Lo.Anggap aja sebagai permintaan maaf kalau gue punya salah sama Lo.Kalau gue punya salah,bilang aja jangan ngejauh gini.Yaudah,gue keluar ya,"ujar Alvaro.

Laki-laki itu meletakkan sekotak susu rasa strawberry di mejanya.Sebelum benar-benar pergi, laki-laki itu juga sempat mengusap kepalanya sebentar. Kalista menatap tubuh Alvaro yang mulai menjauh, tangannya lalu memegang dadanya yang berdebar kencang.

Tuhan,kalau kaya gini terus, bisa-bisanya jantungnya copot.

Episodes
1 satu
2 dua
3 tiga
4 empat
5 lima
6 enam
7 tujuh
8 delapan
9 sembilan
10 sepuluh
11 sebelas
12 dua belas
13 tiga belas
14 empat belas
15 lima belas
16 enam belas
17 tujuh belas
18 delapan belas
19 sembilan belas
20 Dua puluh
21 Dua puluh satu
22 Dua puluh dua
23 dua puluh tiga
24 Dua puluh empat
25 dua puluh lima
26 dua puluh enam
27 dua puluh tujuh
28 dua puluh delapan
29 dua puluh sembilan
30 tiga puluh
31 tiga puluh satu
32 tiga puluh dua
33 tiga puluh tiga
34 tiga puluh empat
35 tiga puluh lima
36 tiga puluh enam
37 tiga puluh tujuh
38 tiga puluh delapan
39 tiga puluh sembilan
40 empat puluh
41 empat puluh satu
42 Empat puluh dua
43 empat puluh tiga
44 empat puluh empat
45 empat puluh lima
46 empat puluh enam
47 empat puluh tujuh
48 empat puluh delapan
49 empat puluh sembilan
50 lima puluh
51 lima puluh satu
52 lima puluh dua
53 lima puluh tiga
54 lima puluh empat
55 lima puluh lima
56 lima puluh enam
57 lima puluh tujuh
58 lima puluh delapan
59 lima puluh sembilan
60 enam puluh
61 enam puluh satu
62 enam puluh dua
63 enam puluh tiga
64 enam puluh empat
65 enam puluh lima
66 enam puluh enam
67 enam puluh tujuh
68 enam puluh delapan
69 enam puluh sembilan
70 tujuh puluh
71 Tujuh puluh satu
72 tujuh puluh dua
73 tujuh puluh tiga
74 tujuh puluh empat
75 tujuh puluh lima
76 tujuh puluh enam
77 tujuh puluh tujuh
78 Ending
Episodes

Updated 78 Episodes

1
satu
2
dua
3
tiga
4
empat
5
lima
6
enam
7
tujuh
8
delapan
9
sembilan
10
sepuluh
11
sebelas
12
dua belas
13
tiga belas
14
empat belas
15
lima belas
16
enam belas
17
tujuh belas
18
delapan belas
19
sembilan belas
20
Dua puluh
21
Dua puluh satu
22
Dua puluh dua
23
dua puluh tiga
24
Dua puluh empat
25
dua puluh lima
26
dua puluh enam
27
dua puluh tujuh
28
dua puluh delapan
29
dua puluh sembilan
30
tiga puluh
31
tiga puluh satu
32
tiga puluh dua
33
tiga puluh tiga
34
tiga puluh empat
35
tiga puluh lima
36
tiga puluh enam
37
tiga puluh tujuh
38
tiga puluh delapan
39
tiga puluh sembilan
40
empat puluh
41
empat puluh satu
42
Empat puluh dua
43
empat puluh tiga
44
empat puluh empat
45
empat puluh lima
46
empat puluh enam
47
empat puluh tujuh
48
empat puluh delapan
49
empat puluh sembilan
50
lima puluh
51
lima puluh satu
52
lima puluh dua
53
lima puluh tiga
54
lima puluh empat
55
lima puluh lima
56
lima puluh enam
57
lima puluh tujuh
58
lima puluh delapan
59
lima puluh sembilan
60
enam puluh
61
enam puluh satu
62
enam puluh dua
63
enam puluh tiga
64
enam puluh empat
65
enam puluh lima
66
enam puluh enam
67
enam puluh tujuh
68
enam puluh delapan
69
enam puluh sembilan
70
tujuh puluh
71
Tujuh puluh satu
72
tujuh puluh dua
73
tujuh puluh tiga
74
tujuh puluh empat
75
tujuh puluh lima
76
tujuh puluh enam
77
tujuh puluh tujuh
78
Ending

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!