Lovely

Seorang gadis keluar. Tatapannya dingin. Dan dia adalah, Esmeralda.

Mengapa namanya disebut Esperanda?

"Lama tidak berjumpa, Espe" sapa Franz dengan santai. "Ayah tidak pernah mengajarimu mengusik kakak-kakakmu, nona muda" ujar Sisca menyeringai kesal.

"Ayah? Kakak? Aku tidak pernah menganggap kalian dengan sebutan itu" jawaban Esmeralda membuat Sisca menatapnya tajam.

"Bisakah kau pergi? Jangan ikut campur. Kau tidak mau bukan kau hampir mati lagi di tanganku?" ancam Sisca mengeluarkan senjata miliknya. "Bisakah kalian tidak mengusik kami? Bangsawan bodoh" ledek Esmeralda santai.

"Kau-" ucapan Sisca terputus ketika seseorang mencampakkan dirinya. "Kalian pikir bisa semudah itu?" Sisca segera bangkit dan hendak menghalau Benjamin dan serigala itu.

Namun ketika ia baru saja bangkit, Esmeralda mencekik lehernya. "Berani sekali kau!!" gumam Sisca mencoba memutus leher Esmeralda, dan sebaliknya Esmeralda juga melakukan hal yang sama.

Franz akhirnya turun tangan dan mencampakkan keduanya. Sisca kembali bangkit dan mulai beringas. Namun, "Jangan kau lanjutkan" saran Franz menahan Sisca.

"Apa maksudmu?!"

"Lihat matanya"

Sisca kembali fokus. Esmeralda membalikkan badannya dan, "Sejak kapan matanya menjadi kuning?!" gumam Sisca terkejut. Esmeralda kembali mulai menyerang. Franz yang melihat situasi tidak memihak mereka akhirnya menggendong Sisca dan kabur.

"Sial" gumam Esmeralda kesal ketika kedua vampir itu lolos. Dia hendak mengejarnya namun, "Kau hanya akan mengejar malapetaka" ujar seseorang. Itu Patrick. "Kau tidak tahu mereka seperti apa, Patrick" jawab Esmeralda dengan ekspresi marah.

"Aku memang tidak tahu mereka. Tapi aku tahu akibatnya jika kau mengejar mereka lebih jauh" ujar Patrick menyenderkan tubuhnya di pohon.

Esmeralda berdecak kesal, dan memilih kembali menyusul Benjamin. "Untung saja" gumam Patrick seraya menghela nafas lega.

......................

"Di mana aku?" gumam Joseph tersadar dan segera mengubah posisinya menjadi duduk. "Rumah keluargamu sendiri, sobat" jawab seseorang sedang asik membaca buku.

Seorang pemuda dengan tatapan tenang menjaga Joseph hari itu. Namanya Morenthes Braize. Usianya tidak terpaut jauh dari Joseph. Bisa dibilang mereka cocok disebut kakak dan adik.

"Sejak kapan kau di sini?" tanya Joseph terkejut. "Sejak Ocla menelponku karena dia panik kau tidak kembali ke rumah dari tadi malam" jawab Morenthes dengan santai seraya menikmati secangkir kopi.

"Aku tidak kembali?" gumam Joseph terkejut. "Kau dihipnotis. Aku terkejut mereka bisa melakukannya padamu tanpa perlu menatap matamu secara langsung" jelas Morenthes lagi.

"Lalu apalagi yang terjadi padaku?" tanya Joseph terheran. "Sahabatmu datang menyelamatkanmu. Untung saja dia masih mengingat diriku. Rain sedang keluar kota hari ini" jawab Morenthes.

Joseph tertegun. "Kau merasa dirimu tidak berguna bukan?" tanya Morenthes dengan santai. Joseph terdiam dan menunduk dalam.

"Bagaimana kau tahu?" tanya Joseph penasaran. "Rain menceritakan semuanya. Kau semakin kacau akhir-akhir ini. Cobalah untuk tenang" jawab Morenthes membalikkan halaman buku yang baru.

"Pikiranku tidak karuan. Aku hanya takut salah membuat keputusan" gumam Joseph tanpa sadar. "Kau mengatakan Benjamin naif, tapi kau justru lebih naif" ujar Morenthes menutup bukunya.

Joseph menatapnya terkejut. "Persoalan yang kau hadapi sudah banyak dialami setiap orang. Tergantung padamu cara mengatasinya" tambah Morenthes kembali menikmati kopinya.

"Menghilangkan rasa trauma bukanlah hal yang mudah, Moren. Itulah yang terus terbayang di diriku" jawab Joseph lagi. "Ya, kau benar. Trauma pada masa lalu tidaklah mudah untuk dihapus. Lalu kau tetap ingin menjadi orang yang lemah dengan membayangkan masa lalumu?" tanya Morenthes.

Joseph kembali terdiam. Selain Rain, Morenthes adalah salah satu serigala yang sudah sejak kecil diasuh Justin dan Ocla. Dia serigala bulan purnama, hal unggul darinya adalah ketenangan dan kecerdasannya yang alami.

"Aku sudah memperhatikanmu sejak kecil. Kekuranganmu hanyalah keraguan, sobat" ujar Morenthes tertawa kecil. "Aku takut tidak bisa melaksanakan amanah kakek. Melindungi orang-orang yang berarti bagiku" jawab Joseph terkekeh. Morenthes tidak mengatakan hal yang salah tentang dirinya.

"Kepala suku sangat memanjakanmu. Jadinya kau tumbuh sebagai penakut" ledek Morenthes. Joseph tertawa mendengarnya.

"Aku hanya ingin berguna, seperti kakek semasa hidupnya"

......................

"Benjamin. Apa kau sedang sibuk, nak?" tanya Bernandez beres-beres sebelum berangkat ke kantor. Malam ini ia harus bergegas ke kantor, ada sebuah kasus yang harus ditanganinya.

"Tidak. Ada apa ayah?" tanya Benjamin muncul dari anak tangga. "Pergilah mengunjungi, Joseph. Kau belum menyelesaikan perbincanganmu dengannya bukan?" tanya Bernandez seraya mengenakan seragamnya. Benjamin terdiam ragu.

"Sesekali ikutilah apa keinginannya, jika memang niatnya baik" saran Bernandez. "Niatnya memang baik ayah. Tapi itu juga membahayakan dirinya sendiri" jawab Benjamin terkekeh.

"Aku tahu, nak. Tapi ada hal yang membuatnya memaksa untuk memasang penanda yang aku juga tidak mengerti maksudnya" ujar Bernandez.

"Hal?" gumam Benjamin penasaran. "Pergilah, kau akan tahu jika berbicara dengannya" jawab Bernandez segera.

"Baiklah" gumam Benjamin menyetujui. Bernandez akhirnya berangkat, sementara Benjamin berjalan kaki menuju rumah keluarga Rothrout.

"Jangan mencoba mengejutkanku, Dami" ujar Benjamin tahu Damian mengikutinya dari belakang. "Bagaimana kau bisa tahu aku hendak melakukan itu?" tanya Damian terheran. Kini mereka berjalan sejajar menuju tempat yang sama.

"Kau tidak pernah mengganti parfum yang kau kenakan" jawab Benjamin terkekeh.

Beberapa saat melangkah, mereka akhirnya sampai di rumah keluarga Rothrout. "Sebentar" jawab seseorang dari dalam. Pintu di buka, dan Ocla adalah orang yang membukakan pintu.

"Joseph sudah baikan?" tanya Benjamin penasaran. "Masuklah, dia berada di kamar" jawab Ocla tersenyum. Keduanya memasuki rumah.

Rumah yang tidak berubah bentuknya sejak mereka kecil. Bisa dibilang itu adalah rumah turun temurun.

"Josh" panggil Ocla mengetuk kamar putranya. "Ya? Ada apa, bu?" tanya Joseph dari dalam. "Mereka datang" jawab Ocla. Seakan sudah terbiasa dengan sebutan 'mereka' untuk Benjamin dan Damian, Joseph segera membukakan pintu.

"Hi, sobat"

Beberapa saat setelahnya, "Jadi kau tidak merasa aneh apapun?" tanya Damian terkejut setelah mendengar bagaimana kesaksian Joseph di malam ia dihipnotis Sisca dan Franz.

"Moren menduga mereka adalah vampir keluarga utama bangsawan. Karena kekuatan yang mereka miliki benar-benar aneh" jawab Joseph menambahkan. "Aku terkejut mengetahui mereka bisa menghipnotis dirimu tanpa perlu bertatap muka secara langsung" gumam Benjamin.

"Mungkin karena pikiranku begitu kacau, jadi mereka dengan mudah memasuki pikiranku" Joseph memberikan dugaannya. "Sebenarnya apa yang membuatmu sangat memaksa untuk memasang penanda itu?" tanya Benjamin penasaran.

Joseph terkejut mendengar hal itu. "Kau selalu memberi alasan bahwa kau berniat melindungiku, tapi pasti ada hal lain" ujar Benjamin lagi.

Sejenak Joseph terdiam. "Kakekku dulunya adalah kepala suku sebelum ayah menerima amanah untuk melanjutkan tugas kakek" Joseph mulai menjelaskan.

"Beliau sangat disiplin dan bertanggung jawab. Tapi kakek seorang pria yang lemah lembut. Ayah adalah anak laki-laki tunggal sekaligus anak bungsu. Karena itulah dia menerima tugas kakek. Ketika aku lahir, beliau bersukacita mengetahui aku adalah cucu laki-laki satu-satunya dari ayah"

"Suatu saat ada perang dingin antara Canis dengan bangsawan Ruby. Kakek mengorbankan diri untuk menyelamatkan ayah. Sebelum kakek meninggal, dia memberiku amanah untuk melindungi setiap orang yang berharga untukku. Dan aku melakukannya sampai sekarang"

Penjelasan itu membuka pikiran Benjamin. Inilah alasan utama mengapa Joseph begitu bersih tegas tidak ingin memasang penanda.

"Siapa saja yang kau beri penanda?" tanya Damian penasaran. "Banyak, tapi penanda yang paling dominan berada di rumah keluargamu... Ben" Benjamin yang mendengarnya terkejut.

"Itulah alasan aku enggan melepas penandanya. Karena di antara semua penanda, milikmu adalah dominan sendiri. Penanda yang aku letakkan di rumahmu tidak hanya menyamarkan bau manusia pada tubuhmu dan ayahmu, tapi juga ibumu dan ayah sambungmu"

"Dan mereka juga tidak akan bisa mendeteksi keberadaanmu dan keluargamu, mau apapun yang kau lakukan. Itu semua kudapatkan, karena aku adalah serigala salju"

"Aku sudah lama memasang penanda itu di rumahmu, bahkan sebelum kau pindah dan kembali ke Sitka" penjelasan itu membuat kedua sahabatnya mengerti. "Aku tahu kau akan merasa bergantung, tapi penyesalanku di masa lampau tidak akan sirna. Melihat Damian bukan lagi Damian yang kukenal, membuatku selalu merasa menjadi beban" gumam Joseph menunduk dalam.

"Untung saja kita bertiga berkumpul malam ini. Jika tidak, kita tidak akan tahu beban pikiran masing-masing" ujar Damian terkekeh.

Mereka akhirnya tertawa bersama. "Berterimakasihlah pada Esme, dia menyelamatkanmu lebih dulu" pesan Benjamin mengingat kejadian tadi siang.

"Sungguh?" gumam Joseph terkejut. "Kau bahagia bukan? Wanita yang kau cintai menyelamatkanmu" goda Damian segera.

"Hey, jauhkan percintaan dariku. Aku lelah mendengarnya" jawab Joseph terkekeh. "Aku akan mengatakannya pada Esme"goda Benjamin.

"Oh ayolah"

...****************...

"Hi, Ben" sapa Veronica ketika Benjamin, Damian, dan Joseph tiba tepat waktu. "Hi, apa yang sedang kalian lakukan?" tanya Benjamin memperhatikan aktivitas yang dilalukan Veronica dan Patricia.

"Membereskan tanaman ibu. Bunga ini akan segera kami pindahkan ke kebun di dalam hutan belakang rumah" jawab Veronica terkekeh.

"Kalian ingin memakan sesuatu?" tawar Marella seraya meletakkan tas miliknya di sofa. "Minum saja, aku haus" jawab Joseph terkekeh.

"Kau masih hidup, anjing?" tanya Esmeralda yang baru saja selesai mencuci piring. "Tidak bisakah kau memperbaiki gaya bahasamu?" tanya Joseph tertawa kecil.

"Kalian mau ke mana?" tanya Joseph menyadari Benjamin dan Damian diam-diam meninggalkannya. "Nikmatilah perbincangan hangat ini, sobat" saran Benjamin menyeringai usil.

Dengan cepat keduanya berlalu. "Apa yang terjadi pada pikiranmu sampai mereka bisa menghipnotismu?" tanya Esmeralda mengeringkan piring-piring yang basah.

"Masalah kecil yang sudah selesai" jawab Joseph terkekeh. "Mereka bilang kau menyelamatkanku. Terimakasih" ujar Joseph ragu. "Berterimakasihlah pada serigala purnama itu. Dia bisa mencium aroma mu walaupun kedua vampir itu menghilangkan aroma tubuhmu" jawab Esmeralda menyusun piring-piring yang sudah kering.

"Menghilangkan aroma tubuh? Mereka bukan vampir biasa" gumam Joseph terkejut. "Mereka bisa kembali kapan saja. Waspadalah" pesan Esmeralda.

"Bukankah vampir tidak makan?" tanya Joseph terheran. "Masih ada manusia di rumah ini" jawab Esmeralda yang sudah selesai.

"Benar juga" gumam Joseph baru ingat. "Kau lapar?" tanya Esmeralda membuka kulkas. "Sedikit" jawab Joseph. "Itu bukan jawaban" ketus Esmeralda.

"Ya, aku lapar" jawab Joseph tertawa kecil. "Kau mengenal kedua vampir itu ya?" tanya Joseph penasaran. Esmeralda terdiam.

"Tidak" jawabnya segera. "Nada bicaramu terdengar tidak meyakinkan" goda Joseph. "Kau masih bisa disebut manusia. Jangan tunjukkan bahwa kau benar-benar dianggap seekor anjing" Joseph tertawa puas mendengarnya.

"Ini alasan kenapa aku bisa jatuh cinta padamu. Kau menakjubkan" gombal Joseph usil. "Ya, bahkan seekor anjing mengagumiku" jawab Esmeralda. Joseph tertawa kecil seraya menggeleng-geleng pelan. "Hey, Espe... kau tidak memiliki perasaan yang sama denganku?" tanya Joseph menatapnya.

"Aku tidak pernah memberitahu isi hatiku pada siapapun, sekalipun aku mencintai orang itu" jawab Esmeralda lagi. "Aku selalu menunggumu dengan perasaan yang sama" ujar Joseph terkekeh.

"Jangan menungguku, Josh. Bersamaku, kau tidak mempunyai masa depan" jawab Esmeralda membuat beberapa sandwich. "Memangnya kau tahu apa soal masa depan?" tanya Joseph menatap gadisnya lekat-lekat.

"Masa depan hanya dimiliki manusia saja. Vampir yang sejenis iblis hanya akan berakhir dengan hidup abadi lalu mati dibunuh" jawab Esmeralda.

"Aku tidak menyangka ternyata orang sepertimu juga bisa berpikiran pendek" ledek Joseph menatap langit-langit ruangan. "Kau harus mempunyai keturunan untuk meneruskan keluargamu. Itulah kenapa kau harus memilih wanita yang memiliki masa depan" jawab Esmeralda dengan tenang.

"Jika suatu saat aku mengencani gadis lain, apa kau cemburu? Apa kau akan sedih melihatku menggenggam tangan gadis lain" tanya Joseph antusias. Matanya berbinar.

(Joseph the real cogil)

"Tidak"

"Mengapa begitu?"

"Kau hanya mengencani dan menggenggam tangannya. Bukan menikahinya"

Jawaban itu berhasil membuat Joseph terdiam kaget. Esmeralda membalas godaannya?

"Satu kosong" ledek gadis itu membawa sepiring sandwich. "Hey, kemenanganku yang sebelumnya tidak dihitung? Yang benar saja"

......................

"Mau sandwich?" tawar Esmeralda pada mereka. "Hari apa ini? Tumben sekali" gumam Damian terkejut. Mereka asyik di ruang tamu membahas materi ujian yang akan dikeluarkan nanti.

"Seekor anjing lapar" jawab Esmeralda santai. "Kasar, tapi itu semakin membuatku jatuh cinta" ketus Joseph tertawa puas.

"Aku tidak menyangka seorang semenyebalkan Esmeralda, bisa jatuh cinta" ledek Patricia segera. "Aku terkejut nenek tua di rumah kita sudah memiliki kekasih yang usianya jauh lebih muda darinya" jawaban tanpa dosa.

"Kau-"

"Woah, babe. Ayo lanjutkan soal matematika ini"

Damian berhasil menahan kekasihnya itu. "Bahkan vampir juga bisa jatuh cinta" gumam Sharon terkekeh. Sorenya, Benjamin dan kedua temannya memutuskan untuk pulang.

"Berhati-hatilah di jalan" pesan Marella tersenyum. "Tentu saja, cantik" jawab Benjamin membalas senyuman itu dan memberi kecupan ringan di kening kekasihnya. "Kabari aku jika sudah sampai" pesan Patricia pada Damian. "Yes, babe" jawab Damian.

"Kalian sudah selesai bermesraan?" tanya Joseph bersandar di pintu mobil seraya menyilangkan kedua tangannya dan menikmati pemandangan itu.

"Hahaha. Kau jadi tidak sabaran, sobat" ledek Benjamin menghampiri Joseph diikuti Damian. "Aku ibarat toping di atas kue" jawab Joseph hanya bisa memaklumi. "Bye bye" Benjamin melambaikan tangan ketika mereka sudah berada di dalam mobil.

Marella dan Patricia membalasnya. Patricia lebih dulu masuk. Sementara Marella masih diam di tempat. "Joseph jadi lebih tampan, aku jadi semakin menyukainya" ujat Esmeralda.

"Tunggu, barusan kau bilang apa?"

"Aku tidak mengatakan apapun"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!