Bab 15

Pagi harinya

Anin menuruni anak tangga. Matanya menatap malas kearah mertua dan adik iparnya, yang ternyata telah berdiri di samping tangga.

Seakan tak ingin memperdulikan keberadaan mereka. Anin memilih melangkah pergi.

"Mata kamu buta?"

Ucapan mertua nya yang membuat langkah kaki Anin terhenti.

Sontak Anin membalikkan tubuhnya, dan berkata. "Kalau aku buta, nggak bakal aku bisa turun dari tangga tanpa tongkat." Jawa Anin.

"Dasar...."

Sebelum Nita berbicara. Langsung di sela sekaligus di beri tatapan tajam oleh Anin. "Belum kapok tadi malam." Tukas Anin.

Membuat Nita terdiam. Dan menggerutu kesal.

"Anin! Memang kalau rumah ini udah punya kamu, terus kamu bisa hina kami seenak jidat kamu. Iyah!" Sahut mama mertua.

"Em, aku kira seperti itu. Bukannya kalian dulu sering kayak gitu yah. Bedanya aku masih punya hati nurani, sedangkan kalian nggak punya."

Seakan kalah talak dalam berdebat mertua dan Adik ipar Anin terdiam seribu bahasa.

"Dari pada kalian banyak ngomong hal yang nggak berfaedah, mending kalian nyapu. Atau nggak gitu belajar masak. Karna aku nggak bakal ngizinin ada pembantu di rumah ini." Imbuh Anin.

Tanpa menunggu jawaban dari kedua wanita itu. Anin bergegas melangkah pergi keluar rumah.

Sedangkan mertua dan juga adik iparnya merasa sangat geram dengan prilaku Anin yanh semakin menjadi.

*******

Di mall

Senyum man menawan Anin tunjukkan pada sekitar pemandangan barang-barang yang terlihat bagus.

Drrttt

Drrttt

Tanpa menatap layar ponsel Anin menekan tombol hijau di layar ponsel nya.

"Em, hallo!"

"Mbak Anin!"

Suara adik kandungnya. Membuat Anin menatap kearah layar ponsel.

Dengan malas Anik menyauti panggilan adiknya itu. "Ada apa?"

"Kok ada apa sih?" "Uang bulan aku mana mbak?"

"kamu sehat kan?"

"Maksud mbak?"

"Kalau kamu sehat. Kerja, jangan cuman minta uang mbak aja. Emang mbk ini ATM berjalan kamu?"

Tak ada satuan dari arah panggilan adik nya. Membuat Anin menatap kembali layar ponsel. Dan bergumam. "Prasaan masih ke sambung kok." "Hallo! Arin! Kamu denger mbak nggak sih? Kalau nggak denger mbak matiin. Mbak lagi sibuk."

"Iyah aku denger."

"Bagus kalau gitu, berarti denger soal kamu harus kerja. Bukan cuman minta uang ke mbak aja."

"Mbak Anin, pelit banget sih. Emang mbak Anin lupa? Kewajiban mbak Anin sama aku dan ibuk itu apa?"

"Nanti mbak mampir ke rumah, kita bicarain di rumah aja."

"Apa? Tapi.... "

Panggilan langsung di akhiri secara sepihak oleh Anin.

Sambil memperlihatkan wajah kesal. Anin bergerutu tak karuan. "Kewajiban, semua orang selalu mengatakan kewajiban. Seakan dunia ini aku yang bertanggung jawab. Nggak sekalian kewajiban keamanan bumi ini aku sekalian yang atasi."

Tak ingin terlalu lama berceloteh karna adiknya tadi. Anin segera melakukan hal utama yang tadi malam sudah ia rencanakan. Yaitu merubah penampilan nya. Sekaligus kembali meneruskan pendidikan yang sempat tertunda.

Anin melangkah ke sebuah toko baju yang terbilang memiliki brand ternama.

"Selamat datang buk!" Sapa seorang pegawai di toko itu.

Dibalas senyumman ramah oleh Anin. Seraya berkata cukup elegan. "Ambilkan saya semua baju termahal dan juga terbaik disini."

"Baik buk silahkan! Saya antar di ruang VIP kami."

Langkah kaki Anin mengekor di belakang pegawai toko.

******

Kantor Adriel

Di tempat lain Adriel sedang menghadiri rapat penting.

Ketika pria itu sedang fokus untuk mendengarkan penjelasan dari sekertaris nya yang tak lain adalah Jessica. Tiba-tiba suara ponselnya berbunyi.

Ting

Ting

Ting

Ting

Seakan pesan chat spam terdengar. Hingga membuat ruang meeting menatap kearah Adriel.

"Kalian teruskan!" Ucap Adriel.

Meeting pun di lanjut kembali.

Merasa tak enak hati akan kegaduhan yang ia ciptakan. Adriel menatap pesan yang terkirim di ponselnya. Dan.....

"Apa?" Suara Adriel membuat meeting kembali terhenti.

Semua mata memandang kearah Adriel.

Sedangkan Adriel tak menghiraukan pandangan mereka semua. Matanya masih menatap ke layar ponsel.

"Ma-maaf apa ada yang ingin pak Adriel katakan?" Tanya Jessica.

Tanpa menatap Jessica. Pria itu memilih beranjak dari tempat duduknya, sambil mengatakan. "Jessica kamu atur semua urusan disini. Aku ada urusan penting yang harus aku urus, sekarang."

"Apa?" Sejenak pandangan Jessica mengarah ke semua orang di ruang meeting. "Emm... Maksud saya baiklah pak."

Adriel pun melangkah pergi dari ruang meeting. Meninggal kan Jessica yang masih menatap kearahnya dengan penuh rasa penasaran.

Di luar ruangan

Adriel mencoba menghubungi nomor Anin. Tapi nihil tak ada jawaban dari Anin. Hanya suara operator yang terdengar dari ponsel.

Sementara Adriel berusaha menelfon istrinya. Suara pesan seakan spam tak henti-hentinya terdengar.

Ting

Ting

Ting

"Shittt... " Umpat Adriel. "Apa Anin sudah gila? Beli apa aja dia sampai kehabisan uang segini banyaknya?"

Lagi-lagi Adriel tetap mencoba untuk menghubungi Anin. Berharap untuk di angkat telfonnya. Akan tetapi, untuk kesekian kalinya suara operator yang hanya terdengar.

Adriel pun berinisiatif menelfon ke telfon rumah.

"Hallo!"

"Nita! Dimana kakak ipar kamu?"

"Ngapain kakak nanya aku? Emang aku pembantunya?"

"Sekarang dia di rumah nggak?"

"Nggak! Istri kakak itu, kelayapan udah dari tadi pagi. Terus.... "

Belum sempat Nita melanjutkan ucapannya. Suara Adriel untuk mengakhiri panggilan pun terdengar. "Yaudah kalau gitu. Kalau dia pulang kamu hubungi kakak yah."

"Apa? Tapi... "

Panggilan langsung di akhiri secara sepihak oleh Adriel.

"Pergi tapi nggak izin suami dulu. Nggak biasanya Anin kayak gitu." Gumam Adriel.

Tak lama Jessica keluar dari ruang Meeting. Dan menghampiri Adriel.

Jessica berucap dengan suara yang penuh kelembutan bahkan terdengar nyaman untuk di dengar. "Kamu kenapa mas? Aku lihat tadi mas kayak sedang gelisah. Ada masalah?"

"Iyah"

"Kamu bisa cerita sama aku. Tapi... Nggak disini, mending kita ke ruangan kamu aja." Saran Jessica pada pria di depannya.

Merasa kalau memang kini dirinya sedang butuh sebuah telinga untuk mendengar keluh kesah nya. Adriel pun mengiyakan ucapan Jessica.

"Yaudah Ayok!" Sahut Adriel.

Mereka berdua pun berjalan kearah ruangan Adriel.

Tanpa di sangka, ternyata ada seseorang yang memperhatikan gerak gerik Adriel dan Jessica.

Terlihat bukan seperti antara bos dan sekertaris. Akan tetapi terlihat seperti orang yang sedang saking khasmaran.

Jebrett

Jebrett

Orang itu memfoto kebersamaan Adriel dan Jessica yang tak enggan untuk bercanda layaknya sepasang kekasih di kantor.

Sampai tak heran banyak yang berasumsi istri yang di sembunyikan identitasnya oleh Adriel adalah Jessica.

Hanya saja Jessica berpura-pura berkedok menjadi sekertaris. Apalagi keluarga Jessica yang terbilang dari keluarga kaya. Akan tetapi memilih menjadi sekertaris di perusahaan Adriel.

Sedangkan orang yang mengambil foto tadi. Tanpa di ketahui siapapun, seraya berkata bangga. "Kalau bu Anin lihat foto ini, pasti dia senang."

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Rukayah J

Rukayah J

Kriel takut

2025-02-26

1

Uthie

Uthie

bagus 👍😏

2025-01-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!