Safira sedang berdiri di lapangan penggeledahan, memimpin timnya untuk mengamankan barang bukti dari sebuah kasus besar. Dip tengah kesibukannya,dia melihat seseorang berdiri di kejauhan.
Safira terkejut "Febry?"
Febry berjalan mendekat dengan raut wajah cemas namun penuh tekad. Safira meninggalkan timnya sejenak dan mendekati Febry.
Safira menatap Febry dengan bingung "Kenapa kamu ada di sini? Apa yang terjadi?"
Febry menghela nafas "Aku..aku rindu kamu, Saf. Aku nggak bisa terus begini,jauh dari kamu"
Safira terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis.
"Aku juga rindu kamu, Feb. Tapi ini bukan waktu yang tepat. Aku lagi di tengah tugas penting " Ucap Safira dengan nada lembut.
Febry menunduk "Aku tahu. Maaf kalau aku mengganggu. Tapi aku cuma mau lihat kamu"
Safira menatapnya dengan campuran rasa haru dan kebingungan. Dia tidak menyangka Febry akan datang sejauh ini hanya untuk menemuinya.
Setelah Safira selesai dengan tugasnya,dia dan Febry pergi makan malam bersama di sebuah restoran kecil.
Safira tampak lebih rileks,dan Febry merasa ini adalah momen yang tepat untuk berbicara.
"Saf,aku harus bilang sesuatu..."Ucapnya dengan ragu.
Safira tersenyum "Apa? Kamu kelihatan serius banget"
Tapi saat Febry melihat senyuman Safira, keberaniannya perlahan memudar.
Dia tidak sanggup membayangkan kehilangan Safira jika dia mengungkapkan kesalahannya.
Febry menggeleng "Nggak. Nggak apa-apa. Aku cuma mau bilang........aku senang bisa liat kamu lagi"
Safira tersenyum lebih lebar "aku juga senang kamu datang,Feb. Terimakasih sudah menyempatkan waktu"
Febry merasa lega sekaligus bersalah. Dia tahu dia telah memilih jalan yang salah,tapi hatinya terlalu takut untuk kehilangan Safira.
Setelah beberapa hari bersama Safira, Febry kembali ke Serang. Dia merasa hatinya semakin terbelah,di satu sisi dia mencintai Safira dengan tulus. Tapi di sisi lain,hubungannya dengan Amara masih berjalan.
Amara tersenyum saat melihat Febry di kantor "Kamu sudah pulang? Aku kangen,Feb"
Febry tersenyum tipis "Ya,aku baru sampai tadi pagi"
Amara menyadari perubahan dari Febry,tapi dia tidak bertanya lebih jauh. Bagi Amara, kehadiran Febry di sisinya sudah cukup.
Hari-hari Febry berubah menjadi perjuangan untuk menjaga kedua hubungan itu tetap berjalan. Dengan Safira,dia menjadi sosok yang penuh perhatian setiap kali mereka saling menghubungi. Dengan Amara,dia berusaha memberikan waktu agar Amara tidak kesepian.
Namun,beban emosional itu semakin berat. Febry sering terbangun di tengah malam dengan rasa bersalah yang menghantui.
Febry berbicara pada dirinya sendiri "sampai kapan aku bisa Terus begini? Aku nggak mau kehilangan Safira,tapi aku juga nggak tahu gimana caranya berhenti"
Febry terjebak dalam kebohongan yang dia ciptakan sendiri. Setiap langkah yang dia ambil terasa seperti menambah jarak antara dirinya dan kebenaran.
.
.
Malam itu, Hardian sedang berjalan di sekitar pusat kota setelah menyelesaikan tugasnya. Dia baru saja selesai bertemu dengan seorang informan ketika dia melihat Febry keluar dari sebuah restoran bersama seorang perempuan.
"Itu Febry ...tapi siapa perempuan itu?" Gumamnya dalam hati.
Hardian memperhatikan lebih jauh saat Febry dan Amara tertawa bersama.
Dia melihat Febry memegang tangan Amara dengan lembut, sesuatu yang tidak biasa di lakukan oleh seorang teman biasa.
Hardian mengernyit "Safira harus tahu tentang ini"
Dengan perasaan tidak enak, Hardian menghubungi Safira.
Safira mengangkat telepon "Halo, Hardian? Ada apa malam-malam begini?"
Hardian bicara dengan hati-hati "Saf,aku nggak tahu gimana harus bilang ini. Tapi tadi aku lihat Febry di kota.....dia nggak sendirian "
"Dia sama siapa?" Tanyanya bingung.
"Sama seorang perempuan. Mereka kelihatan cukup.....dekat" Ucap Hardian.
Safira terdiam. Kata-kata Hardian seperti pukulan telak di dadanya.
Safira berusaha tegar "Aku akan cari tahu sendiri, Hardian. Terima kasih sudah memberi tahu aku"
Safira memutuskan untuk tidak langsung menuduh Febry. Dia ingin memastikan sendiri kebenarannya.
Selama beberapa hari berikutnya,dia mengatur waktu untuk mengunjungi Febry tanpa memberi tahu sebelumnya.
Sampai pada suatu malam, Safira tiba di kos Febry tanpa pemberitahuan.
Saat itu,pintu kos Febry sedikit terbuka,dan suara tawa perempuan terdengar dari dalam.
"Jangan bilang itu benar......"Ucap Safira dalam hati dengan gemetar.
Safira Mendorong pintu kos pelan-pelan,dan pemandangan di depannya menghancurkan hatinya.
Febry dan Amara sedang duduk di sofa, Amara bersandar di bahu Febry.
Safira terkejut, suaranya bergetar "Febry...."
Febry langsung berdiri ketika melihat Safira di ambang pintu.
Wajahnya pucat, sementara Amara terlihat bingung dan sedikit terkejut.
"Safira....aku....aku.....aku bisa jelasin...."Ucap Febry gagap.
Safira menahan air mata "Nggak perlu, Feb. Apa yang aku lihat sekarang sudah menjelaskan semuanya"
Amara melihat ke arah Febry "Feb,siapa dia?"
Safira memalingkan wajahnya, berusaha menahan diri untuk tidak menangis di depan mereka.
Safira berbisik "Aku pikir aku mengenalmu Febry, ternyata aku salah"
Tanpa menunggu jawaban, Safira berbalik dan pergi. Febry mencoba mengejarnya,tapi Safira sudah terlalu terluka untuk mendengar penjelasan apa pun.
Di balik kepergiannya , Safira merasa hatinya hancur berkeping-keping.
Sementara Febry ,yang hanya bisa berdiri terpaku, menyadari bahwa dia telah kehilangan sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya.
Febry berdiri di depan pintu kosnya, menatap punggung Safira yang semakin menjauh.
Dadanya terasa sesak, seperti ada beban besar yang menghimpitnya.
"Feb........aku nggak tahu dia bakal datang "Ucap Amara pelan.
Febry menghela nafas,marah pada dirinya sendiri "ini semua salahku, Amara"
Amara berdiri menghampiri Febry dan mencoba menyentuh lengannya,tapi Febry menepisnya.
"Kamu harus pergi sekarang"
Amara tersinggung dengan ucapan Febry "Feb,aku di sini karena kamu juga. Jangan bertindak seolah aku yang salah"
Febry menatap tajam "Aku nggak bisa mikirin itu sekarang. Aku harus cari Safira"
Tanpa mendengar protes Amara , Febry segera mengambil jaketnya dan berlari keluar untuk mengejar Safira.
Safira berjalan cepat menuju mobilnya,air mata mengalir di pipinya.
Namun, langkahnya terhenti ketika mendengar suara Febry memanggil namanya.
"Safira, tunggu!" Seru Febry dengan suara penuh penyesalan.
Safira berbalik dengan mata merah "Apa lagi, Febry? Mau kasih alasan? Mau bilang aku salah paham?"
Febry menggeleng "Aku nggak punya alasan, Saf. Aku salah,tapi aku nggak mau kehilangan kamu"
Safira tertawa "Takut kehilangan aku? Kamu udah memilih Feb,dan jelas aku bukan pilihanmu"
Safira membuka pintu mobilnya dan masuk sebelum Febry bisa menjawab.
Dengan air mata yang terus mengalir,dia menyalahkan mesin dan pergi meninggalkan Febry di tengah malam yang dingin.
Setelah pulang ke rumah, Safira tidak bisa menahan rasa sakitnya lagi.
Dia menghubungi Hardian yang langsung datang tanpa banyak bertanya.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments