ancaman

Safira dan Febry masih berjalan berdampingan.

"Ay,kamu tahu nggak?aku suka banget sama satu hal dari kamu" Ucap Safira.

Febry melirik penasaran "Apa tuh?Bilang aja,jangan malu-malu"

"Kamu nggak pernah bikin aku merasa sendirian. Bahkan waktu aku ngerasa harus ngejaga jarak,kamu selalu ada. Itu bikin aku kuat"

Febry terdiam sejenak,lalu tersenyum hangat "ya,itu tugas pacar,kan? Aku cuma mau jadi tempat kamu pulang,apa pun yang kamu hadapi di luar sana"

Mereka terus berjalan, menikmati malam.

sampai akhirnya mereka berhenti di depan sebuah taman kecil.

Febry menatap Safira,lalu tiba-tiba tersenyum nakal.

"Eh,kamu lapar nggak? Gimana kalau kita cari angkringan? Makan nasi kucing,biar kamu nggak terlalu jaksa jaksa banget"

Safira tertawa "Sayang!Apa hubungannya jaksa sama nasi kucing?"

"Nggak ada,aku cuma mau lihat kamu makan sambil nyengir karena pedes"

Mereka akhirnya mampir ke sebuah angkringan di pinggir jalan,duduk berdua sambil menikmati makanan sederhana.

Suasana jadi lebih santai,dan Safira merasa beban yang dia rasakan selama ini perlahan lahan menghilang.

Hari hari setelah pembicaraan di cafe itu terasa lebih ringan bagi Safira dan Febry.

Mereka mulai saling terbuka.

Safira menceritakan beberapa kasus yang pernah dia tangani tanpa detail rahasia,tentu saja Febry mendengarkan dengan rasa bangga sekaligus khawatir.

Namun, semuanya berubah ketika suatu malam telepon Safira berbunyi.

Safira mengangkat telepon dengan nada formal "Halo, Safira di sini"

Suara di telepon datar,tapi menyeramkan "Jaksa Safira,kamu pikir kamu bisa terus melawan kami? Hati hati dengan orang di sekitarmu. Jangan sampai mereka yang jadi korban karena kelakuanmu"

Safira terdiam, tubuhnya menegang. Dia langsung mematikan telepon dan memeriksa nomor yang masuk. Tidak di kenal, nafasnya memburu.

"Mereka mulai lagi..."Bisiknya ke diri sendiri.

Dia mencoba menenangkan diri,tapi wajah Febry langsung terlintas di pikirannya.

ketakutan yang dia pendam selama ini kembali menghantui.

Keesokan harinya, Safira memutuskan untuk menemui Febry. Dia tidak ingin menyembunyikan apa pun lagi,tapi kali ini dia harus memastikan Febry siap menghadapi resiko yang mungkin datang.

Di sebuah taman.

Safira duduk di bangku taman menatap Febry "Ay,aku harus bilang sesuatu"

Dahi Febry mengernyit,menyadari nada serius Safira "Ada apa lagi,Sayang?"

"Semalam aku dapat ancaman,Dari orang yang mungkin terlibat dengan kasus yang sedang aku tangani.mereka bilang...mereka bisa menyerang orang-orang di sekitarku" Ucap Safira.

Febry terdiam,menatap Safira dengan serius "Jadi aku juga dalam bahaya sekarang?"

Safira mengangguk pelan "iya,itu sebabnya aku butuh kamu lebih hati-hati. Jangan mudah percaya sama orang asing. Jangan ke tempat tempat yang nggak aman"

Febry menghela nafas, mencoba untuk tetap tenang "Sayang,aku tahu ini berat buat kamu. Tapi......aku nggak bakal lari. Kalau mereka mau nyerang,biar aku yang hadapi. Aku nggak bakal ninggalin kamu"

Mata Safira berkaca kaca,dia tersenyum lemah "kamu nggak ngerti ay. Orang orang ini nggak main main. Aku nggak mau kehilangan kamu"

Febry menatap Safira dengan tegas "Dan aku nggak mau kamu kehilangan fokus karena khawatir sama aku. Kita bisa hadapi ini bareng,kamu percaya sama aku"

Safira terdiam, hatinya bergemuruh. Dia tahu Febry tulus,tapi dia juga tahu dunia yang dia hadapi penuh bahaya. Meski begitu, untuk pertama kalinya,dia merasa tidak sendiri.

Sementara itu,di sudut lain kota, seseorang sedang memantau gerak gerik Safira. Ancaman yang semalam terdengar di telepon mulai menunjukan taringnya.

.

.

.

Malam itu terasa lebih sunyi dari biasanya di rumah dinas Safira. Dia duduk di meja kerjanya mencoba fokus pada berkas kasus yang menumpuk,tapi ancaman itu terus terngiang di pikirannya.

Safira meraih ponselnya dan menulis pesan singkat.

"ay,kamu udah sampai di kosan? Semuanya aman kan?"

Febry membalas dengan cepat.

"Udah kok,aman sayang. Kenapa? Kamu baik baik saja kan?"

Safira menatap layar ponselnya,jari jarinya berhenti sejenak. Dia ingin bilang "aku nggak baik baik aja" tapi dia tidak ingin membuat Febry khawatir. Akhirnya dia hanya membalas.

"aku baik baik aja. Cuma pengen tahu kamu aman"

Setelah meletakkan ponselnya,Safira berdiri dan berjalan ke balkon.

Udara yang dingin menyapu wajahnya,tapi rasa gelisah di dadanya tidak kunjung hilang.

Tiba-tiba,suara ponselnya kembali berbunyi. Safira segera meraihnya,dan rasa dingin menjalari tubuhnya saat melihat nomor tak dikenal di layar.

Safira mengangkat telepon dengan nada tegas "Siapa ini?"

Suara d telepon datar dan penuh ancaman "Kamu masih belum paham,ya? Ini peringatan terakhir,jaksa Safira. Hentikan apa yang sedang kamu lakukan,atau orang orang di sekitarmu akan menanggung akibatnya"

Safira menahan nafas dan mencoba untuk tetap tenang "kalau kamu pikir ancaman ini bisa bikin aku mundur,kamu salah besar"

Suaran di telepon tertawa pelan "kita lihat seberapa beraninya kamu kalau orang yang kamu cintai jadi target"

Telepon terputus, Safira menatap layar ponselnya, nafasnya memburu. Dia tahu ancaman ini bukan main main.

Pikiran Safira langsung melayang ke Febry.

Dia tidak bisa membiarkan apapun terjadi padanya.

Dengan cepat, Safira meraih jaket dan kunci motornya lalu keluar dari rumah menuju kosan Febry.

Di kosan Febry.

Febry membuka pintu,kaget melihat Safira berdiri di depan "Sayang? Kamu ngapain malam malam ke sini?"

Safira terlihat gelisah,dia langsung masuk tanpa menjawab "aku harus pastikan kamu aman. Tadi ada telepon ancaman lagi,aku khawatir jadi langsung ke sini"

Febry terdiam,lalu menatap Safira serius "jadi,ini soal kasus kamu?"

Safira mengangguk "Iya,aku tidak tahu mereka siapa. Tapi mereka nggak main main,aku nggak bisa biarin mereka sampai ke kamu"

Febry mendekat ke Safira, menatapnya dengan lembut dan memeluknya "Sayang,aku udah bilang,aku nggak bakal ninggalin kamu .kalau mereka datang,aku bakal hadapi mereka"

Suara Safira bergetar "ay,aku serius ini bukan soal keberanian. Ini soal nyawa kamu,aku nggak bisa hidup kalau sesuatu terjadi sama kamu"

Febry menarik Safira ke dalam pelukannya,dia bisa merasakan tubuh Safira sedikit gemetar,sesuatu yang jarang sekali dia lihat dari seorang sekuat Safira.

Febry berbisik "Kita akan cari cara bareng bareng. Tapi aku nggak mau kamu hadapi ini sendirian"

Safira terdiam di pelukan Febry, rasa takutnya sedikit mereda. Dia tahu Febry benar. Kali ini dia tidak bisa sendirian.

Namun,di sudut gelap jalan dekat kosan Febry, seseorang sedang memperhatikan dari dalam mobil dengan kaca gelap.

Sebuah pesan di kirimkan dari ponsel orang itu.

"target perempuan dan laki lakinya sudah terpantau. Tunggu perintah selanjutnya"

.

.

.

Bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!