Jodoh Dari Malaysia
Semua berawal dari sebercak darah di seprai.
Pagi itu Yolanda terbangun dari tidurnya dan berteriak mengagetkan seluruh penghuni rumah.
"Aaaaaaa!!!! Mamaaaa!!!"
Jeritan itu segera membuat para pelayan berlarian mendatangi kamar nona kecil mereka. Tak urung sang Papa yang sedari tadi berada di ruang bawah pun segera berlari mendatangi putrinya itu.
"Nona Yola, kenapa?" tanya para pelayan.
Terlihat panik di wajah gadis berusia 12 tahun itu.
"Lihat Mbak Ana! Ada darah di sepraiku dan di piyamaku juga. Ya Tuhaaan .... apa aku terkena penyakit parah yang mematikan??" tanya Yolanda histeris seraya menunjukkan beberapa bercak darah di seprainya.
Melihat itu para pelayan yang berjumlah tiga orang itu tak bisa menahan diri untuk tidak senyum- senyum melihat kepolosan anak dari majikan mereka ini. Sementara Papa Abimanyu melihat hal itu hanya berdehem canggung dan kemudian berbalik ingin kembali ke ruang keluarga.
"Ya ampun, Mbak Ana kirain ada apa. Ternyata cuma 'itu' ...."
"Apa maksud Mbak Ana cuma "itu"? Aku berdarah, Mbak Ana! Berdarah!" kata gadis itu dengan mimik yang dramatis.
"Hmmm .... iya. Tapi itu bukan penyakit. Semua wanita normal mengalaminya. Itu tandanya kamu sudah menginjak masa remaja. Sebentar lagi kamu akan dewasa, Cantik!" kata pelayan bernama Ana itu menjelaskan.
"Tapi ini gimana? Aku harus gimana?" rengek Yolanda yang masih tidak puas dengan jawaban itu.
"Ya sudah. Mbak Ana bantu kamu bersihkan dulu. Nanti Mbak Ana ajarin kamu cara memakai pembalut," kata Ana.
Sementara itu Sang Mama yang mendengar teriakan putrinya itu sedari tadi, baru saja akan mendatangi putrinya Yolanda. Sedari tadi dia mendengarkan teriakan dari lantai kamar atas, namun karena dia sedang sibuk menyirami bunga- bunganya dia baru sempat mendatangi putrinya itu.
"Yola kenapa, Pa?" tanyanya pada suaminya yang sedang menuruni tangga.
"Mama periksa sendiri aja deh. Itu urusan perempuan," jawab Abimanyu, kemudian berlalu meninggalkan istrinya yang bengong akan jawaban itu.
"Urusan perempuan?" gumam Mama heran.
Ya, hari itu adalah hari bersejarah buat Yolanda Gunawan. Hari pertama menstruasinya yang mengubah hampir sebagian besar hidupnya.
Setelah mengurus putrinya dan menjelaskan beberapa hal yang berhubungan tentang menstruasi hingga Yolanda berangkat ke sekolah, Mama Ratih akhirnya dengan tenang duduk menemani suaminya yang sedang menikmati kopi sambil sesekali mengecek ponselnya.
"Akhirnya waktunya datang juga. Apakah memang harus sekarang, Pa? Yolanda masih muda, dia putri kita satu- satunya. Gadis sekecil itu, mana mungkin Mama sanggup menikahkan dia di usianya semuda itu? Tidak bisakah kita tunggu sampai setidaknya dia cukup umur dulu? 17 tahun. Iya, Mama nggak apa- apa kalau Yola sudah 17 tahun. Tapi Yola masih 12 tahun. Anak seumur itu, dia tau apa?"
Abimanyu menghela napas panjang. Dia memahami kekhawatiran istrinya itu.
"Ma, perjanjian yang kelurga kita buat dengan keluarga Nirwan adalah absolute. Tidak bisa diganggu gugat. Ini demi kebaikan bersama dan ikatan persahabatan keluarga Gunawan dan keluarga Nirwan. Selamanya keluarga kita akan tetap berhutang Budi pada keluarga mereka. Sekarang Yola sudah memasuki usia aqil baligh. Artinya dia siap untuk menikah!"
"Tapi Yola masih kecil, Pa! Bagaimana mungkin anak sekecil itu akan menikah? Ayolah Pa! Kita tunda dulu rencana pernikahan ini. Kita saja menikah di usia yang cukup dewasa, kenapa Yola harus mengalami semua ini? Mereka toh tidak akan tahu kalau Yolanda sudah menstruasi kalau kita tidak memberi tahu," bujuk Ratih.
"Ma, cukup! Papa sudah lelah dengan segala masalah hutang budi ini. Papa sudah lama menunduk pada keluarga mereka. Dengan menikahkan Yola dan Ilham, berarti hutang budi selesai. Papa bisa berdiri dengan kepala yang tegak tanpa harus menundukkan kepala lagi di sisi mereka!" Jawab Abimanyu tanpa mau dibantah.
"Tapi Yola masih sekolah. SD Pa! Masih SD! Dan lagi pula dia pun anak kita satu- satunya. Sistim reproduksinya juga belum matang untuk menikah. Belum lagi kalau Yola dibawa ke Malaysia. Bagaimana dengan Mama?? Bagaimana???" tanya Mama dramatis.
"Mama terlalu banyak berpikir. Keluarga Nirwan juga tau kalau Yola masih kecil. Mereka juga tentu tidak akan menuntut sesuatu yang lebih seperti keturunan untuk saat ini. Pernikahan Ilham dan Yola saat ini hanya untuk mengikat dan mempertegas ikatan di antara keluarga kita. Kehidupan rumah tangga yang sebenarnya mereka akan jalani nanti kalau Yola sudah dewasa." Sampai di situ Abimanyu menghentikan kata-katanya sejenak.
"Lagi pula Papa sudah bertemu dengan Ilham, dia anak yang baik dan berpendidikan. Papa yakin dia tak akan melakukan apa pun pada Yola sebelum anak kita dewasa. Lagi pula Ilham tidak lama lagi akan melanjutkan pendidikannya di Berlin," lanjut Abimanyu.
"Percayalah, pernikahan ini untuk sementara hanya untuk ikatan semata. Putri kesayanganmu akan aman sampai dia dewasa. Papa juga nanti akan membicarakan tentang ini pada keluarga Nirwan. Dan yang pasti kehidupan dan pendidikan Yola juga tidak akan terganggu karena pernikahan ini. Dia masih bisa bersekolah seperti biasa, Ma."
Ratih hanya bisa menghela napasnya. Bagaimana pun ini membuatnya galau.
***
Di sekolahnya Yolanda.
"Pagiiii Yola ...."
Yolanda hanya membalas sapaan itu dengan senyum seadanya.
Sapaan teman- teman cowok seperti biasa setiap harinya menghiasi gendang telinga Yolanda. Anak- anak yang sebagian sudah puber itu memang seperti itu. Di usia mereka yang rata- rata berkisar 12-13 tahun, kebanyakan mulai menunjukkan ketertarikan mereka pada lawan jenis. Begitu pun dengan siswa- siswa kelas 6 SD itu. Yolanda di mata mereka memang sangat menarik, cantik, dan juga modis.
Lihat saja mantel bulu yang melekat di tubuh semampainya itu. Belum lagi sepatu dan jam tangan branded serta tas yang belum tentu akan bisa dibeli oleh teman- teman sekelasnya.
Untuk anak seusianya, Yolanda memang memiliki perawakan yang lumayan tinggi dibandingkan teman lain yang sebayanya. Banyak orang- orang yang berspekulasi kalau Yolanda berbakat menjadi seorang model.
Alih- alih menyapa teman- teman cowok yang menyapanya, Yolanda gadis kecil itu malah mendatangi seorang anak laki- laki bertubuh gemuk.
"Ehsan, ape nak kau bikin tu?" Tanyanya dengan logat bahasa Melayu menirukan karakter upin- Ipin.
"Eh, Yo- Yola. Ja- jangan ganggu aku ya?" kata bocah gendut itu dengan nada takut.
Yolanda memang senang sekali mem-bully-nya. Terakhir kali gadis kecil itu dengan gengnya trio centess mengusilinya dengan menaruh beberapa ekor kecoa di dalam tasnya hingga Hafiz berteriak- teriak di waktu jam pelajaran.
"Kenapa memangnya, Ndut? Aku cuma pengen menyapamu, loh!" kata Yola usil.
"Kenape kau selalu ganggukan aku? Aku tak pernah ganggukan kau!" balas Hafiz.
"Kau mau tau alasannya?" tanya Yola.
Hafiz mengangguk. Ya, dia ingin tau alasannya. Kalau memang dia salah, dia berjanji dalam hati akan meminta maaf dan merubahnya.
"Karena aku tak suka kau!" kata Yolanda dengan senyum mengejek. "Kau gendut dan jelek. Pokoknya aku tak suka kau!"
"Lalu kau mau ape?"
Yola memberi kode pada kedua sahabatnya untuk merampas dan menggeledah tas Hafiz.
"Kalian nak buat ape?" tanya Hafiz panik.
"Dimana PR penjaskesmu?" tanya Friska, salah seorang sahabat Yola.
Friska dan Yuri langsung mengaduk- aduk tas bocah gembul itu.
"A- ada di sini! Kau ingin salin ke? Aku akan kasihkan kau tapi jangan ganggu akuuu ...." rengek Hafiz dengan mata yang berlinang.
"Menyalin PR-mu? Kau pede sekali! Aku Yolanda Gunawan tidak pernah mencontek PR orang lain. Aku lebih percaya kemampuanku sendiri," kata Yola bangga.
"Sepertinya ini Yol, PR-nya," kata Yuri.
Yolanda menerima buku itu dan mencari halaman buku yang berisikan PR Hafiz, dan tanpa berperasaan merobek bagian halaman buku itu dan menyimpannya di kantongnya.
"Jangaaaan!!! Jangan robek tugas aku!" jeritnya sambil menangis tersedu- sedu.
"Uppss!!! Sudah terjadi! Maafkan aku Ehsan, eh Hafiz! Aku menyesal!" ledeknya dengan tawa.
"Aku akan laporkan dengan abang aku, kau nanti! Abang aku pasti balaskan kau! Seminggu lagi dia nak datang ke Indonesia!" jerit Hafiz.
"Ku tunggu, Endut! Panggil saja Abangmu itu. Siapa juga yang akan takut?" kata Yola acuh sembari mengibaskan rambutnya.
Hafiz tak mengerti kenapa Yolanda begitu benci dan usil padanya. Padahal orang tua mereka bersahabat. Orang tua Yolanda kelihatannya baik, tetapi kenapa perangai anaknya teramat buruk? Bahkan beberapa kali keluarga mereka saling kunjung mengunjungi sejak keluarga Hafiz pindah dari Malaysia ke Indonesia karena ayah Hafiz diutus sebagai diplomat.
Tapi tunggu sampai abangnya datang, Hafiz tak akan membiarkan gadis tengil itu tenang. Abangnya pasti akan memarahi mereka yang suka usil padanya.
***
Di sebuah kelas Matrikulasi, Pre- University di Kuala Lumpur, seorang pria berusia sekitar 19 tahunan sedang sibuk belajar dengan sungguh- sungguh. Dialah Ilham, lelaki yang hendak dijodohkan dengan Yolanda.
Perhatiannya teralihkan sesaat ketika suara ponselnya berdering. Oh, ini dari Mamah, pikirnya.
Mamah, Papah dan adiknya Hafiz memang sudah pindah ke Indonesia dari sejak beberapa bulan yang lalu. Namun karena Ilham masih harus menyelesaikan pendidikan menengahnya yang sebentar lagi akan selesai, Ilham terpaksa harus tetap tinggal di Malaysia dengan Atoknya.
Karena Cik Gu (Guru) sepertinya tidak hadir di jam mata pelajaran ini, akhirnya Ilham mengangkat panggilan Mamahnya itu dan mengaktifkan speakernya agar ia tetap bisa melanjutkan menulis beberapa tugas lagi untuk besok.
"Iya, kenape, Mah?" tanya Ilham dengan logat melayu tanpa menoleh ke ponsel.
"Ilhaaaam!! Mamah nak kasih kamu kabar bahagia!" jerit Mamahnya ditelepon.
"Pelan sikit, Mah! Kabar bahagia ape?" tanya Ilham masih asyik menulis dengan bolpennya.
"Yolanda, Yola! She is menstruating, Kid! Dia haid! She has matured! Kamu harus ke Indonesia minggu ini. Kalian mesti berkahwin secepatnya!!!"
Jreng!!!! Jrengg!!!
Ilham dengan cepat meraih ponselnya dan menutup speaker ponsel itu. Tapi terlambat! Semua mata teman- temannya di ruangan ini tertuju padanya dan seakan menelanjanginya. Ilham malu sekali!
"Ah, hahaha. Mamah, ape maksud Mamah?" bisiknya sedikit gemas.
Lalu tanpa membuang waktu Ilham meletakkan alat tulisnya dan membawa ponselnya ke luar kelas agar tak ada satu pun yang akan mencuri dengar obrolannya dengan Mamahnya.
"Ilham, Mamah dan Papah dah pernah membicarakan ini dengan kau. Perkahwinan kau dengan putri keluarga Gunawan dah tak boleh diganggu gugat. Kau dan Yola akan berkahwin secepatnya dalam bulan ini sebelum kau bertolak ke Berlin."
"Mamah!!! Bagaimana mungkin Ilham nak berkahwin dengan budak kecil tu? Dah pun tak kenal, macam mana pula kahwin dengan budak kecil? Mamah dengan Papah jangan bergurau dengan Ilham. Macam tak ade kelakar lain je," jawab Ilham.
"Mamah dan Papah tak nak bergurau dengan kau Ilham. Pokoknya dalam beberapa hari, Mamah nak kau datang kat sini. Mamah tak suke dibantah," kata Mamahnya Ilham.
"Tapi, Mah ..."
"Tak ade, tapi- tapi. Dua hari lagi, kau datang kat sini!"
Tuut .... Tuuut ....
Panggilan telepon itu pun mati. Dan Ilham masih terpaku di tempat dia berdiri tadi.
Berkahwin? Haaa? Ini jaman Siti Nurbaya ke?
"Ilham ...."
Sebuah tepukan di bahunya membuat Ilham tersadar dari lamunannya.
"Sonia ...."
Gadis itu tersenyum. Cantik sekali.
"Kau kenape?"
Ilham menggeleng.
"Tak apee," jawabnya lembut.
***
Reader yang baru baca, jangan lupa like dan komentarnya guys ....
Oh, iya author menerima krisan juga khususnya di bahasa melayunya. Siapa tahu di antara kalian ada orang Malaysia, boleh banget kasih masukan. Tapi krisannya yang membangun, ya .... Tidak menerima krisan yang bar-bar. Happy reading!!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 308 Episodes
Comments
Terserah
baca ulang :v
2024-04-15
0
Ni Malaysia KL ni 😂
2021-10-24
1
Erma Wahyuni
kasihan belum sampai umur..tapi klo cuma tuk mengikat ga aaplah
2021-05-26
0