Tiga

Suasana rumah begitu sepi karena mamah dan juga papahnya masih berada di kantor.Sandra memilih untuk berdiam diri di kamarnya,ia hanya termenung membiarkan lagu-lagu berputar di ponselnya.

Sandra menatap dalam-dalam pigura foto yang terpajang rapi di kamarnya,lagi yang diputar seakan selaras dengan suasana hatinya."Apa kabar kak?", monolog Sandra pada seseorang di pigura foto yang ia harap berada di surga.

"Kenapa aku malah bilang kamu putus sekolah si kak? Kenapa aku gak bilang aja soal keadaan kamu sebenarnya?",tanya Sandra yang tak akan pernah di jawab oleh orang yang ada di foto.

Sandra sendiri bingung,ia tak tau kenapa ia memilih untuk menyembunyikan fakta pada orang lain mengenai kematian sang kakak? Dia bingung,tapi ada satu hal yang mungkin jadi jawabannya.Sandra hanya takut tersakiti.

Tapi sesungguhnya dimanakah kebahagiaan itu hinggap?

Pada hari yang semakin petang,Sandra kembali mengingat sepenggal kalimat dari buku Tere Liye yang dia temui di toko buku,kalimat itu terus terngiang di kepalanya.

"Gramedia jam segini kira-kira masih buka gak ya? Harusnya si masih buka."

Tanpa menunda lebih lama,Sandra beranjak lalu mengambil ponselnya untuk memesan ojek online menuju ke Gramedia yang tadi siang ia kunjungi.

Beruntung Ojek online yang Sandra pesan datang lebih cepat dari dugaannya."Maaf mas,bisa lebih cepat gak? Soalnya takut Gramedia-nya tutup."

Selama di perjalanan mata Sandra memperhatikan jalanan.Jakarta hari ini tidak terlalu macet,padahal kalau di pikir biasanya jam segini jalanan ibukota akan penuh dengan orang-orang egois yang terus membunyikan klakson kendaraannya.Padahal,klakson yang dibunyikan tidak akan berpengaruh pada jalanan yang memang sudah macet.

Sandra masih terus mencoba menemukan jawaban dari pertanyaan yang ada pada buku "Janji" itu.

Di hati..kata Candra tadi siang.

Sandra tidak mendapatkan kejelasan dari jawaban itu.Ia enggan bertanya,selain itu otaknya tidak bisa memproses makna kata yang di sampaikan oleh Candra.

Bahagia? Apakah Sandra pernah merasa bahagia selama di dunia ini? Tentu saja sudah,lantaskenapa ia tidak bisa menjawab pertanyaan sesederhana itu? Ia sendiri tidak tahu.

Setelah sampai di gedung Gramedia,Sandra mempercepat langkahnya.

"Mbak,gak mau saya tungguin?",teriak Abang ojol yang mengantarnya.

Sandra menoleh."Gak usah bang, makasih,"ucapnya sembari tersenyum.

Sandra mempercepat langkahnya,ia menaiki satu persatu anak tangga dengan langkah terburu-buru.Sesampainya di tangga paling atas,ia melihat seseorang yang sempat berkenalan dengannya tadi siang.

Candra Pratama.

"Eh? Hai, Sandra,"ucap Candra sembari tersenyum ketika menyadari kehadiran Sandra di sampingnya.

"Iya,kak.." keduanya lalu terdiam

Sandra beranjak mencari buku "Janji" yang seingatnya di letakkan di atas meja di hadapannya.Tapi,buku itu sekarang tidak ada.Apa mungkin buku itu sudah diambil oleh orang lain? Sandra tidak tahu,apakah buku yang ia mau hanya tinggal satu atau masih ada yang lain.

"Nyari ini?"

Candra yang berada di depannya berdiri sembari memegang buku bersampul putih,buku yang ia maksud tadi.

"Kak Candra beli bukunya?",tanya Sandra.

Candra menggeleng."No,tadi ada yang mau ambil buku ini,but i think kamu akan kembali untuk mencari ini,"ujar laki-laki itu sambil tersenyum.

Laki-laki aneh,namun menyenangkan,pikir Sandra.

"Terimakasih kak,udah jagain bukunya buat gue."

"Sama-sama."

Keduanya lalu turun,membayar buku masing-masing di kasir.Sandra melirik sekilas ke arah Candra,ingin rasanya ia meminta penjelasan mengenai kata-kata itu.Tapi entah kenapa lidahnya terasa kelu.

"Lo pulang sama siapa?"

"Ojol,"ucap Sandra seadanya.

Tidak ada yang melucu,tapi Candra tertawa lepas dengan suara yang melengking.Sandra sendiri bahkan sempat terkejut mendengar tawa itu.Tawa itu sangat terdengar nyata.Seakan Candra begitu puas menertawakan keadaan yang tidak ada lucunya.

"Emmh, maaf,maaf,"ujar Candra berusaha menghentikan tawanya.Laki-laki itu mengelus pelan dadanya saat berhenti dari tawanya.

"Bareng gue aja.Kebetulan gue bawa mobil, tapi mungkin akan butuh waktu sedikit lama sampai rumah karena ketahan sama macet,"tawarnya pada Sandra.

"Gak usah kak.Rumah gue jauh soalnya."

Candra menepuk pundak Sandra."Justru itu,Lo Lo harus balik sama gue,"tegas Candra.Sansra tidak bisa membantah lagi.Apalagi ketika melihat jam,hari sudah semakin petang.

Sepanjang jalan,keduanya saling diam.Hanya ada alunan musik dari radio mobil Candra,sebagai alat agar keadaan tidak terlalu sepi.

Sandra menoleh ke arah Candra ragu.

"Ada yang mau dibicarain?",tanya Candra menyadari Sandra yang sedari tadi melirik ke arahnya.

"Anu..kak, maksud jawaban Lo tadi siang apa ya?"

Candra menautkan alisnya,tidak bisa menangkap maksud pertanyaan dari Sandra.

"Maksud gue jawaban dari kalimat ini",ujar Sandra sembari menunjuk pada kalimat yang berada di buku yang sedari tadi ia pegang.

Melihat itu,Candra mengangguk.Ia mulai mengerti,inti pertanyaan dari Sandra.

"Coba deh dengerin baik-baik.Dimana kebahagiaan itu hinggap? Jawabannya dari hati.Mudah kok untuk memahami jawaban gue."

Candra menjeda Kalimatnya.Di depan sana macet,bahkan ketika lampu lalu lintas sudah berubah menjadi hijau,mobil mereka belum bisa bergerak.Laki-laki itu menurunkan kaca mobilnya dengan memanggil penjual bunga yang terlihat masih sangat muda.

"Dek,harga satu bunganya berapa?",tanya Candra.

Penjual bunga itu menghampiri Candra lalu tersenyum,melihat itu Candra ikut tersenyum.

"Dua puluh ribu aja kak,yang agak kecil lima belas ribu,"ucap penjual bunga itu.

"Mau lima yah,"ucap Candra lalu ia memberi selembar uang pecahan seratus ribu pada penjual bunga itu.

"Bunganya mau yang mana kak?"

"Yang mana aja,pilih yang menurut kamu bagus "

Bergegas,penjual itu memilih bunga yang agak besar dan terlihat indah."Ini kak,makasih ya kak udah mau beli bunga saya,"ucap penjual itu.

Candra mengangguk sambil tersenyum hangat.

Dalam keadaan seperti ini,Sandra dapat melihat sisi lain dari seorang Candra.Dibalik kerandoman dan humornya,terdapat sisi peduli dari laki-laki itu.Sikap Candra yang tadi membuat Sandra tersenyum dengan sendirinya.

Setelah kemacetan melonggar,mobil Candra mulai maju perlahan."Intinya seperti ini,ketika Lo memulai sesuatu dengan hati.Lo akan merasakan efeknya.Contohnya,ketika hati Lo merasa aman,damai,gak merasa sakit dan baik-baik saja,maka Lo akan bahagia.Gitu aja si,"jelas Candra, melanjutkan kalimatnya yang sempat terhenti.

"Emmh,mungkin gue ngomongnya agak ribet ya.Tapi,gue yakin Lo pasti ngerti maksud dari ucapan gue.Jadi,kalau Lo cari tau dimana bahagia itu hinggap.Maka jawabannya ada di hati.Tapi kalau Lo gak nemuin kebahagiaan itu di sana,berarti Lo sedang tidak baik-baik saja."

Sandra terdiam,menatap jalanan yang ada di depan sana sembari mencerna satu persatu perkataan Candra

Kalimat laki-laki itu menghantam dadanya.Seolah seperti ada luka yang kembali terbuka.

"Sekarang gue tanya,Lo baik-baik aja kan?"

Entahlah.Yang dikatakan Candra adalah sebuah perkataan, tapi Sandra harap itu adalah pernyataan,supaya ia tidak usah susah payah untuk mencari jawaban.

Karena dirinya sendiri tidak tau,apakah dia sedang baik-baik saja atau sedang terluka.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!