Dua

Setelah jam pelajaran sebelumnya tak ada guru yang hadir,Sandra kira setelah istirahat pertama pun tak akan ada lagi guru yang hadir di kelasnya.Nyatanya dugaannya meleset,ketika jam istirahat pertama usai,ada guru yang masuk dan memperkenalkan diri.Namun kehadiran guru itu tak lama,wajar saja ini baru Minggu pertama mereka menjalani tahun ajaran baru.

Setelah memberikan beberapa soal sederhana yang pernah mereka pelajari semasa sekolah menengah pertama, guru yang mengajar itu kembali ke kantor dan hal itu membuat kelasnya menjadi berisik.

Karena kelas sedang tidak ada pembelajaran,semua murid di kelas Sandra sibuk dengan kegiatan masing-masing.Ada yang bermain ponsel,ada yang bermain game,ada yang sedang bergosip dan juga ada yang sedang tidur di belakang kelas.

Sedangkan Sandra sendiri hanya terdiam di bangkunya,menatap para temannya yang sibuk dengan kegiatannya masing-masing.Sandra mengalihkan pandangannya ke arah jendela,ia melihat apa saja yang bisa ia lihat.

Rupanya sakit perut yang dia alami tadi pagi tidak berlanjut seperti dugaannya.Awalnya Sandra mengira jika hari ini,akan menjadi hari yang buruk karena mengalami sakit perut akibat datang bulan,sama seperti datang bulan sebelumnya.

Nyatanya ia merasa aman-aman saja,tidak mengalami sakit perut ataupun keram.Tapi tetap saja ia merasa risih dengan keadaan seperti ini,apalagi hari ini ia terlalu banyak duduk.

Lamunannya terhenti ketika merasakan ponselnya bergetar,pertanda ada pesan masuk.Sandra mengambil ponselnya,benar saja ada pesan masuk dari Marvin.

Marvin|

San,nanti balik bareng gue ya,tapi ada syaratnya.Anter gue ke Gramedia dulu ya,sekalian Lo juga mau cari novel baru kan?

Anda|

Iya,tapi jangan lama-lama ya.Kita ke Gramedia cuma berdua,kan?

Marvin|

Iyalah,emang Lo maunya kita ke Gramedia sekampung?

Anda|

Apa sih? Gak jelas Lo.

Pesan itu sudah tidak terbalas lagi,Kanaya meletakkan ponselnya kembali dan melanjutkan aktivitasnya.Menatap keluar jendela dan memperhatikan beberapa siswa yang sedang bermain basket di luar sana.

Dulu saat masih SMP,Sandra sering kali mendapati Bramasta bermain Basket.Ia juga sering menemani kakaknya itu bermain Basket di taman,bahkan sesekali mereka bermain bersama.Meskipun Sandra sering kali kalah,tapi ia tetap merasa senang karena bisa tertawa bersama sang kakak.

Biasanya Bramasta juga mengajaknya bermain futsal,tapi ia tidak suka bermain bola seperti itu.Meski begitu,ia selalu siap bersedia menemani kakaknya pergi bersama teman-temannya untuk bermain futsal.

Itu dulu,kini tidak ada lagi basket atau futsal.Sejak dua tahun terakhir ia sudah tidak lagi menjalani aktivitas itu,karena sekarang Sandra sendirian.

Kematian Bramasta masih begitu membekas,dua tahun masih belum bisa membuat Sandra mengikhlaskan kepergian kakaknya.

Semua butuh proses,kan?

Tapi,entah kenapa Sandra merasa proses itu tidak dirasakan olehnya.Ia seolah sengaja dijebak dalam rasa sakit yang dalam akan kesedihan dan kesepian.

Apalagi berada di sekolah ini.Rasa sakit itu seolah menyeruak.Menguasai isi hati Sandra, mengotak-atik hatinya dan membuatnya jauh lebih sakit lagi.

SMA Nusa Bangsa,di sini,Sandra menemukan kakaknya terduduk lemas tak berdaya,berlumur darah menahan rasa sakit.

Ia bersekolah di sini bukan tanpa alasan,tujuan utamanya sekolah disini untuk mencari kebenaran atas kematian kakaknya yang ia rasa ditutup-tutupi.

___

Sandra mendelik sesekali menoleh ke belakang."Kak,bohong banget si Lo.Katanya kita ke Gramedia cuma berdua doang.Ini kenapa Lo bawa pasukan sih?" Diatas motor selama perjalanan Sandra mengoceh tentang banyak hal,salah satunya adalah protes kenapa teman-teman Marvin juga ikut serta ke Gramedia.

"Kita semua butuh buku buat referensi Sandra,jadi sekalian aja gue ajak mereka.Bentar lagi gue sama temen-temen kelas 12 jadi harus ambis."

Sandra berdecak,tidak habis pikir dengan tingkah laku kakak sepupunya ini.

Sesampainya di parkiran Gramedia, mereka semua turun dari motor, beriringan berjalan masuk.

Jika ini sebuah film,mungkin akan ada efek slow motion dan angin sepoi-sepoi untuk memperindah adegan ini,adegan membuka pintu yang di perankan oleh Marvin Wijaya.

"Lo mau nyari buku apa,San?" Diantara tak buku besar dalam ruangan itu,Marvin masih sibuk memilih buku referensi mana yang ingin ia beli.

"Gue ke lantai atas dulu,mau cari novel,"pamit Sandra langsung melesat pergi,gadis itu memisahkan diri ke lantai atas.

Sebenarnya Sandra tidak terlalu suka membaca buku,hanya saja dia ingin melengkapi koleksi buku mendiang kakaknya,karena sebelum Bramasta pergi dia selalu bilang."Gue mau koleksi semua buku Tere Liye,keren semua soalnya."

Dengan begitu,Sandra mencatat buku yang mana saja yang belum dimiliki oleh kakaknya.

Sandra mengelilingi satu rak besar yang berisi berbagai buku fantasi dan romansa,diujung tak ia melihat buku Tere Liye dengan judul "Janji".Sandra mengambil buku itu lalu membaliknya,ia membaca kalimat panjang di bagian belakang.

Satu kalimat tanya yang hadir di sana membuat Sandra juga ikut berpikir.

"Tapi sesungguhnya,dimanakah kebahagiaan itu hinggap?"

Pertanyaan yang Sandra sendiri pun masih pertanyakan.

"Tapi sesungguhnya,dimanakah kebahagiaan itu hinggap?" Ucap Sandra mengulang pertanyaan yang sama dan berusaha mencari jawaban.

"Di hati.."

Seseorang tiba-tiba datang dari balik rak buku,membuat Sandra menatapnya heran.Laki-laki itu terkekeh,berjalan mendekat sampai jarak diantara mereka cukup tipis.

"Nama gue Candra," ucap laki-laki itu sambil mengulurkan tangan padanya.

"Sandra,"balas Sandra menyambut uluran tangan laki-laki bernama Candra.

"Suka karya Tere Liye juga?"

Sandra menggeleng,lalu kembali meletakkan buku ditangannya ke rak."Buat kakak gue,"jawab Sandra.

Candra mengangguk paham,lalu keduanya sama-sama diam.Candra kembali fokus pada buku yang sedang dia baca,sedangkan Sandra hanya menatap buku berjudul "Janji" itu tanpa berniat mengambilnya lagi.

"Itu buku apa,kak?" Tanya Sandra mencoba mencairkan suasana dingin di sekitar mereka.

"Shine,karya Jessica Jung,"jawab Candra memperlihatkan cover buku itu.

"Novel bahasa inggris?" tanya Sandra takjub.

Candra mengangguk."Keluarga gue ada yang dari luar negeri,gue juga udah lumayan lama tinggal di sana sebelum akhirnya pindah ke Indonesia.Jadi cukup fasih bahasa inggris,"jelas Candra tanpa di minta.

"Lo..mau baca?" Candra mencoba menawarkan buku lain,ia mengambil sebuah buku berjudul Serangkai karya Valerie Patkar. "Isi dari buku ini menarik,gue yang cowok aja sampai nangis bacanya,"ucap Candra lagi.

Sebenarnya Sandra malas menanggapi,namun rasa penasarannya membuat Sandra kembali bertanya."Isi bukunya tentang apa?"

Belum ada jawaban dari Candra,namun saat Sandra ingin bertanya kembali,Candra mengajaknya duduk di kursi kayu dekat tangga."Kita duduk di sana aja."

Sandra mengikuti langkah laki-laki itu,lalu ikut duduk di sampingnya." Ini adalah salah satu buku favorit gue,"ujar Candra.

Sandra tidak menjawab,ia masih menanti kalimat lain yang akan terucap dari Candra.

"Buku ini isinya lengkap,mulai dari masalah percintaan, mimpi,luka,masa lalu dan juga keluarga."

"Ini buku gue,kalau Lo mau pinjem boleh aja.Tapi gue saranin si waktu baca ini Lo harus siapin tisu,"ujar laki-laki itu sembari tersenyum.

Senyuman indah,Sandra akui itu.Candra terlihat seperti laki-laki baik,dia juga humble,mudah bergaul dan juga asik.

Sandra menyetujui untuk meminjam buku milik Candra.Setelahnya mereka berbicara banyak hal, termasuk hubungannya dengan Marvin.

"Jadi Lo sepupunya Marvin? Gue kira Lo pacarnya."

Sandra menggeleng cepat."Gue gak tertarik sama cinta,"ujar Sandra dihadiahi tatapan heran dari Candra.

"Lo,belum pernah pacaran?" Tanya Candra,berusaha untuk tidak menyinggung perasaan Sandra.

Sandra menggelengkan kepalanya sambil tersenyum,sebagai jawaban dari pertanyaan Candra.

"Bagus,pertahanin.Masalah cinta gak harus terburu-buru,lebih baik menunggu lama tapi dengan orang yang tepat dan memang di takdirkan oleh Tuhan.Daripada terburu-buru tapi dengan orang yang salah." Ucap Candra,lalu setelah itu laki-laki itu beranjak.

"Kita ke bawah yuk,mereka pasti udah nunggu kita."

Mereka menuruni tangga secara beriringan,entah kenapa dalam posisi seperti ini membuat Sandra sedikit gugup.Ada rasa yang membuat Sandra juga tidak tahu harus menyebutnya apa.

Sampai pada anak tangga terakhir,mereka menemukan yang lainnya duduk menunggu yang artinya mereka sudah mendapat buku yang mereka mau.

"San? Kok buku Lo kucel gitu?" Tanya Marvin.Mungkin dia berpikir jika buku yang dipegangnya adalah buku yang ingin dia beli.

"Gak apa-apa,"jawab Sandra,tak ingin menjelaskan apapun,karena memang menurutnya tak perlu ada yang di jelaskan.

Tak berhenti di Gramedia saja, Marvin dengan sengaja membawa Sandra ke tempat mereka biasa berkumpul.Di saja ada satu rumah berukuran cukup kecil yang terdapat tulisan besar di sebuah baliho yang tertempel pada pagar.

Jangan masuk sembarangan!!! Yang punya rumah punya anjing galak!

Begitulah kira-kira tulisan yang tertera di baliho itu.

"Lo kenapa ajak gue ke sini,kak?",tanya Sandra karena lagi-lagi Marvin mengajaknya ke suatu tempat tanpa persetujuan.

"Makan lah.Ini mau makan di mana coba?"jawab Marvin sembari mengangkat tentengan plastik berisi nasi bungkus yang mereka beli ketika perjalanan pulang.

Sandra merasa heran,kenapa gak makan di tempat aja tadi?

Tapi, tanpa protes lebih,Sandra ikut masuk ke dalam.Ia malas berdebat dengan orang modelan Marvin,apalagi di tempat seperti ini,agak seram sebenarnya.

Di dalam mereka hanya menikmati makanan tanpa banyak bicara.Sesekali Candra akan bertanya mengenai Sandra, seperti kesukaan Sandra atau mengenai kakaknya,Bramasta.Sementara yang lain asik bergelut dengan nasi bungkusnya masing-masing.

"San,Abang Lo udah lulus?" Satu pertanyaan lolos dari mulut Langit tanpa di duga.Sandra sendiri cukup terkejut,bahkan karena itu Marvin menginjak kaki Langit,sehingga laki-laki itu meringis kesakitan.

"Apa sih?!" Protes Sandi yang tak terima perlakuan Marvin.

"Kak Bram,putus sekolah.Gak lanjut SMA,"jawab Sandra apa adanya.

Marvin tau,ada sesak yang di rasakan Sandra saat ini.Terlibat dari caranya menatap nasi bungkus di depannya tanpa melanjutkan untuk di habisi.

"San,Lo baik-baik aja?",tanya Candra menyadari perubahan raut wajah dari Sandra.

Sandra hanya tersenyum tipis sebagai jawaban.

Sandra sendiri bingung,kenapa dia harus terjebak dengan kumpulan orang yang tidak dia kenal dengan baik.Kenapa juga ia tidak protes dan meminta Marvin untuk segera mengantarnya pulang.

Tidak ada yang Sandra kenal di sini,terlepas dari Marvin atau Candra.Tapi bagi Sandra, perkumpulan ini asing dan sedikit menakutkan,ia merasa lebih aman ketika bersama Farhan dan juga Galih.Apalagi jika matanya bertemu dengan Jeandra yang tidak pernah berbicara.Rasanya Sandra ingin menghilang saja dari sana.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!