Part 4 {Diam membisu}

Dua haru berlalu, dua hari juga setelah kejadian itu pula Anggi tidak pernah membuka suaranya. Bahkan sahabatnya yang datang pun tidak dia gubris sama sekali, namun kedua sahabatnya tidak pernah menyerah.

Ibu Kiki yang bernama Rini saat ini tengah mengunjungi Anggi. Ia duduk dan mengelus rambut Anggi dengan sayang.

"Sudahlah nak, ikhlaskan saja. kalau bukan jodoh mau bagaimana? Allah tahu mana yang terbaik untuk mu nak."

"Jangan berharap kepada manusia, Allah cemburu akan hal itu. berharap lah kepada sang pencipta, hanya Allah yang tulus menyayangi mu nak."

Anggi terdiam, namun matanya terlihat berkaca-kaca. Membuat kedua sahabatnya menitikkan air matanya, sedih. Anggi menangis dalam diam tanpa ada suara sama sekali, dadanya terlihat naik turun.

Dengan pelan Ibu Rini menghapus air mata Anggi, "Sudah ya, jangan di tanggisi terus, nanti kasihan badan kamu sakit, Nak."

"Kalau menang jodoh pasti Allah akan dekatkan. Jangan kuatir ada Ibu disini, ada Kiki dan Vivi yang akan selalu ada sama Anggi."

"Anggi jangan sedih-sedih lagi ya?" perlakuan Ibu Rini kepada Anggi seperti kepada putrinya sendiri.

Anggi menangisi semua hal yang terjadi dalam hidupnya. Selama ini ia belum pernah mendapati perlakuan lemah lembut dari ibunya sejak usianya menginjak 5 tahun.

Ia ingin seperti ini, diperlakukan lembut oleh orang tuanya. Namun sayang, orang tuanya terlalu fokus kepada Ayu.

Bahkan kekasihnya dan sahabatnya saja tega mengkhianatinya. Seburuk itulah dirinya? sampai-sampai sering ditinggal oleh orang yang selalu dia sayangi?.

"Kenapa? kenapa Ibu? kenapa harus Anggi yang mendapatkan semua ini? kenapa bukan ayu? kenapa bu?" tanyaku dengan berlinang air mata menatap ke arah ibu Rini.

"Anggi hiks...Anggi sangat ingin dipeluk oleh Mamah Anggi...hiks....Anggi pengin di gendong Ayah Anggi...Anggi pengin diajak jalan sama Kakak Anggi Bu..." aku keluarkan semua unek-unek didalam hatiku dihadapan ibu Rini.

"Ibu...Anggi pengin jadi kaya ayu, selalu dimanja, diperlakukan seperti putri. Ibu...tahu kan, tidak ada yang mengenal siapa orang tua Anggi. Mereka berpikir Anggi hiks...ini anak yatim piatu Ibu...Anggi sakit hati ibu....hiks...Anggi sakit hati ibu...." aku menangis meraung, aku menggenggam tangan Bu Rini dan menggenggam ya dengan erat.

"Ibu..."

"Mau sampai kapan mereka sadar punya putri yang lainnya Bu? Anggi sudah lelah, ingin rasanya Anggi pergi jauh ibu...hiks...." ibu Rini menarik Anggi kedalam pelukannya. Mendekapnya dengan hangat serta mengusap punggung Anggi yang bergetar.

ruangan ini menjadi saksi bagaimana Anggi merasakan sakit hati yang sangat luar biasa ia rasakan.

"Disaat Anggi sakit saja mereka tidak ada yang perduli ibu, Anggi belum pernah diajak liburan bersama bersama mereka. Apakah Anggi bulan anak mereka ibu? semua keluar ayah dan ibu tidak pernah menganggap Anggi ada."

aku melepaskan pelukan Ibu Rini, ku tatap wajah ibu Rini yang basah, aku menunjuk dadaku, "Disini Bu...disini sakit sekali...."

"Bagas pergi bersama Dewi dengan bahagia. Tinggallah aku yang sengsara disini. Ibu bisa panggilkan dokter."

"Katakan padanya, pasiennya sakit di bagian hatinya. Jika bisa angkat saja ibu, hati ini sudah tidak ada gunanya jika harus disakiti terus."

Ibu Rini menggelengkan kepalanya dan kembali memeluk Anggi dengan erat. Sedangkan kedua sahabat Anggi sudah tak kuasa menahan tangisan mereka lagi.

tangisan mereka pecah saat mendengar raungan kesakitan Anggi barusan. Entah mengapa mereka merasakan, jika mereka tidak berguna untuk Anggi. Mereka tidak pernah ada jika Anggi susah sedangkan jika Anggi bahagia mereka selalu tertawa bersama.

Anggi tidak pernah mau menceritakan masalah yang dia miliki membuat mereka tidak tahu menahu pokok permasalahannya apa.

besok paginya Anggi sudah diperbolehkan pulang. Wajah Anggi tampak bengkak karena semalaman ia menangis. Ia dijemput oleh asisten kakaknya Cakra. Nama asisten kak Cakra bernama Ali. Sepanjang perjalanan tidak ada dari mereka yang membuka suara.

Ali yang fokus ke depan sedangkan Anggi juga fokus ke depan jalan.

"Nona, keluarga anda hari ini pulang. mungkin mereka sudah sampai di mansion saat ini." perkataan Ali tak ku gubris sama sekali.

saat memasuki pekarangan rumah, dari kejauhan aku melihat mobil Kakak yang terparkir didepan. Ternyata mereka juga baru sampai, aku dapat melihat mere berempat sedang menurunkan barang-barang mereka.

Aku keluar dari mobil dengan wajah datar. tangan kiri ku yang di gips serta kepalaku yang diperban tertutup oleh Hoodie.

dengan membawa tas ranselku aku melewati mereka begitu saja, jika dulu aku selalu mencium tangan mereka dan tersenyum bahagia dengan kedatangan mereka dari liburan asik mereka dan menyembunyikan sakit hatiku.

namun, saat ini tidak lagi. Aku tidak akan menutupi hatiku lagi. sudah cukup semua ini aku terima, sekarang aku akan bangkit dari keterpurukan ku.

"Kenapa dia?" tanya Wira yang binggung saat putrinya melewatinya begitu saja, bahkan dengan penampilan yang tak bisa dikatakan baik.

"Sudahlah Ayah, ayo masuk. Ayu sudah lelah." Wira menganggukkan kepalanya dan masuk kedalam rumah dengan istri dan anak gadisnya.

Sedangkan di luar, Cakra masih berdiri menatap ke arah mansion.

"Apa yang terjadi?" tanyanya dengan tatapan mata lurus ke depan.

"Nona Anggi, jatuh dari tangga di kampusnya. Nona dirawat 2 hari disana." jawab Ali dengan jujur.

"Kenapa kau tidak mengatakannya kepadaku?" tanya Cakra dengan dingin kepada asistennya itu.

"Maaf tuan. Bukan maksud saya seperti itu, namun saya dilarang nona Anggi mengatakannya kepada anda."

"Kenapa? berikan aku alasan yang masuk akal." Ali terdiam. Cukup lama ia terdiam sampai akhirnya ia menghembuskan nafas panjang.

"Nona Anggi bilang tidak perlu mengatakan kepada mereka, tidak ada yang perduli juga." terdengar suara hembusan nafas Cakra.

Cakra menganggukkan kepalanya lalu melangkah pergi meninggalkan Ali. Ia melangkah memasuki kamar adiknya dengan pelan.

terlihat adiknya yang tertidur dengan telentang dengan tangan kanannya yang menutupi matanya sedangkan tangan kirinya menekuk karena terdapat gips disana.

Ia duduk disamping tubuh adiknya, menundukkan kepalanya termenung. Setelah lama ia termenung, merenungi apa kesalahannya? apa yang dia lakukan sampai membuat adiknya seperti ini? adik kandung terasa adik tiri. sungguh dia tidak pernah bermaksud untuk membeda-bedakan kedua adiknya namun karena sikap ayu yang sangat manja kepadanya membuat dia selalu berada bersama dengan ayu dan jarang bersama adiknya ini.

ia menatap dinding-dinding kamar adiknya yang polos tidak seperti kamar miliknya yang banyak terdapat foto dirinya bahkan foto keluarga, tidak maksudnya foto antara dirinya, Ayah, ibu dan Ayu. Tidak ada satupun foto keluarga yang terdapat Anggi disana.

Cakra mengusap wajahnya kasar. ia bangkit dari duduknya dan mengendong Anggi, memperbaiki posisi tidur Anggi agar nyaman.

Lalu ia menatap Lamat wajah Anggi, wajah yang selalu tersenyum ceria jika bertemu dengannya dan selalu merengek minta ini dan itu namun tidak pernah ia kabulkan. meskipun begitu Anggi tetap merengek setiap harinya kepadanya walaupun rengekannya tidak pernah ia kabulkan.

namun melihat perlakuan Anggi tadi barusan yang melewatinya tanpa senyum ceria seperti biasanya membuat ia merasa kehilangan seseorang.

Cakra mencium dahi Anggi yang diperban, tak terasa air matanya jatuh mengenai pipi Anggi.

Sadar air matanya jatuh mengenai pipi Anggi, ia menghapusnya dengan pelan takut membangunkan Anggi dari tidur.

Ia mengecup pipi Anggi dan mencium punggung tangan Anggi dengan dalam serta bergumam kata maaf berkali-kali dengan air mata yang luruh.

"Maaf....maafkan Mas....maaf....sayang..."

"Mas sudah berlaku tidak adil kepadamu selama ini...mas mohon...hiks....maafkan mas Anggi..."

Cakra mencium telapak tangan Anggi yang terasa dingin, ia menatap wajah Anggi yang tampak bengkak di area matanya.

Ia tahu Anggi habis menangis semalaman. Dalam hati ia berkata, "Apakah sesakit itu? apakah hatimu masih bisa menerima permintaan maaf mas? apakah masih ada kesempatan untuk mas? apakah kau masih mau menerima mas? apakah kau masih sayang kepada mas?"

"Maafkan mas yang selama ini menyia-nyiakan mu, sayang. mas janji akan membahagiakan kamu mulai sekarang. Mohon berikan mas kesempatan saru kali lagi, Anggi."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!