Sarapan Penuh Kehangatan

Mentari pagi menyelinap masuk melalui celah gorden, memandikan kamar utama dengan cahaya lembut. Darius sudah terjaga, tubuhnya menyelimuti istrinya yang masih terlelap. Ia memandangi wajah Fifi, melihatnya dengan tatapan penuh sayang. Wajahnya yang biasanya penuh keraguan dan dingin kini tampak damai, membuat hati Darius terasa hangat.

Ia mengecup kening Fifi dengan lembut, mengingat apa yang terjadi semalam. Itu pertama kalinya Fifi yang mengambil inisiatif, menunjukkan kasih sayang secara nyata. Apa aku pantas untuk ini? pikirnya. Tapi dia segera menggelengkan kepala. Tidak ada yang lebih dia inginkan selain menjaga momen seperti ini selamanya.

Tak lama, Fifi menggeliat pelan di pelukannya, matanya perlahan terbuka. Ia tersenyum hangat pada Darius, lalu berkata dengan suara serak khas pagi “Selamat pagi, sayang”

Darius tertegun mendengar panggilan itu. Pipinya memerah, tetapi ia tidak bisa menahan senyuman. “Selamat pagi” jawabnya pelan, suaranya bergetar ringan. Dalam hatinya, ia berdoa, Jika ini mimpi, aku mohon jangan bangunkan aku.

Fifi terkekeh kecil melihat reaksi suaminya. Ia menggoda dengan nada jahil “Kenapa kau seperti itu? Semalam kau begitu hot dan seksi. Kupikir pagi ini kau akan lebih percaya diri”

Wajah Darius semakin memerah, tetapi ia tidak bisa menahan diri untuk tidak membalas godaan istrinya. Dengan gerakan cepat, ia menggendong Fifi dengan gaya bridal. Fifi terkejut, tetapi tawa bahagianya memenuhi kamar.

“Kalau begitu, mari kita lanjutkan ke tempat lain” ucap Darius sambil membawa istrinya ke kamar mandi.

Di kamar mandi, mereka bergantian mandi. Tawa ringan terdengar ketika Fifi mencoba mengatur air yang terlalu dingin untuk Darius. Setelah selesai, Fifi membantu memakaikan kemeja suaminya. Tangannya bergerak perlahan, membetulkan kerah dan mengancingkan kancing atas.

“Aku bisa melakukannya sendiri, kau tahu” kata Darius, suaranya rendah tetapi lembut.

“Aku tahu” balas Fifi, tersenyum “Tapi aku ingin melakukannya. Izinkan aku, Sayang”

Keduanya menatap satu sama lain sejenak sebelum turun bersama ke ruang makan.

Di ruang makan, Dinda sudah duduk rapi, mengenakan seragam sekolahnya. Dia tampak terkejut melihat perubahan suasana di antara kedua orang tuanya. Fifi yang biasanya dingin sekarang tampak hangat, dan Darius terlihat lebih bahagia dari sebelumnya.

“Mama, Papa, selamat pagi!” seru Dinda ceria.

“Selamat pagi, sayang” jawab Fifi, mencium pipi Dinda dengan penuh kasih sayang.

Darius tersenyum sambil duduk di kursi “Kau sudah sarapan, Dinda?” tanyanya.

“Belum, aku menunggu Mama dan Papa” jawab Dinda polos.

Fifi menggenggam tangan Dinda “Mulai sekarang, Mama janji kita akan selalu sarapan bersama. Setiap hari”

Dinda tersenyum lebar, matanya berbinar “Benarkah, Ma?”

“Benar. Kita adalah keluarga. Kita harus selalu bersama” jawab Fifi.

Darius yang mendengar itu merasa hatinya tersentuh. Ia menatap Fifi dengan penuh syukur “Terima kasih, Fifi” gumamnya pelan, tetapi cukup untuk didengar Fifi.

“Aku hanya melakukan apa yang seharusnya aku lakukan” balas Fifi, senyumnya hangat.

Selama sarapan, mereka berbicara tentang rencana hari itu. Dinda bercerita tentang tugas sekolahnya, sementara Darius menyebutkan beberapa jadwal pekerjaan. Fifi, di sisi lain, memastikan bahwa Dinda memiliki semua yang ia butuhkan untuk sekolah.

Suasana di ruang makan terasa ringan dan penuh kehangatan. Untuk pertama kalinya, Darius merasa bahwa keluarganya memiliki kesempatan untuk memulai kembali. Dan bagi Fifi, ini adalah awal dari penebusan dirinya—menjadikan rumah ini tempat yang penuh cinta.

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***