Bab 15 Persengkongkolan yang Terkuak

Malam itu, di kamar kecil yang disediakan Bayu sebagai tempat persembunyian, Raka duduk termenung. Bungkusan berisi dokumen-dokumen penting tergeletak di meja di depannya, seolah menjadi beban yang lebih berat daripada apa pun yang pernah ia tanggung. Ia tahu, keputusan untuk melawan sistem korup ini bukan hanya membahayakan dirinya, tetapi juga Nadia, Pak Hasan, dan bahkan Bayu.

“Raka, lo yakin mau terus jalan?” tanya Nadia pelan, yang duduk di sofa kecil di sudut ruangan.

Raka menatap Nadia dengan sorot mata penuh tekad. “Gue nggak punya pilihan, Nad. Kalau kita berhenti sekarang, semuanya percuma. Mereka akan tetap menang.”

Nadia menghela napas panjang, lalu berkata, “Gue ngerti. Tapi setelah kejadian tadi, gue makin takut mereka akan nyerang langsung. Kita harus lebih hati-hati.”

Bayu, yang baru masuk ke ruangan setelah menerima telepon, menyela, “Kita sudah nggak punya banyak waktu. Orang-orang itu sekarang tahu kalau Raka punya sesuatu yang mereka inginkan. Dan berdasarkan informasi yang gue dapat tadi, mereka mulai menggerakkan pihak keamanan bayangan mereka. Bisa jadi kita cuma punya beberapa hari sebelum mereka menyerang lagi.”

“Lalu apa langkah kita selanjutnya, Bayu?” tanya Raka dengan nada tegas.

Bayu duduk di kursi dekat meja dan memandang Raka serius. “Kita harus membawa bukti ini ke KPK sesegera mungkin. Gue udah kontak salah satu rekan gue di sana, namanya Pak Arief. Dia salah satu penyidik senior yang bisa dipercaya. Tapi masalahnya, kita harus sampai ke sana tanpa menarik perhatian.”

**Rencana Pelarian**

Mereka mulai merancang rencana untuk mengamankan perjalanan ke KPK. Bayu menyarankan agar mereka tidak menggunakan kendaraan pribadi atau transportasi umum yang biasa mereka pakai. Semua hal harus dirancang sedemikian rupa agar jejak mereka tidak mudah diikuti.

“Kita harus berangkat pagi-pagi buta, sebelum mereka bisa mengantisipasi,” ujar Bayu.

“Kita pakai jalur mana? Kalau naik mobil, pasti lebih gampang dilacak,” kata Nadia.

Bayu berpikir sejenak, lalu berkata, “Kita pakai motor. Lebih cepat dan fleksibel. Gue akan minta teman gue buat ngasih motor cadangan. Dari sini, kita akan berpencar menuju titik pertemuan sebelum akhirnya bareng-bareng ke kantor KPK.”

Mereka sepakat dengan rencana itu. Namun, Raka tahu bahwa tidak ada yang bisa menjamin keselamatan mereka. Jalan ke depan tetap penuh risiko.

**Gangguan di Tengah Persiapan**

Ketika mereka sedang mempersiapkan segala sesuatunya, telepon Bayu tiba-tiba berdering. Wajahnya berubah tegang saat mendengar suara dari seberang.

“Bayu, lo harus waspada. Gue dengar ada pergerakan mencurigakan di sekitar kawasan tempat lo sekarang,” kata suara itu, yang berasal dari seorang informan kepercayaannya.

“Seberapa dekat mereka?” tanya Bayu dengan nada mendesak.

“Gue nggak yakin, tapi mereka pasti nggak jauh. Gue saranin lo segera pindah sebelum terlambat.”

Bayu menutup telepon dan langsung memberi tahu Raka dan Nadia. “Kita nggak bisa tinggal di sini lebih lama. Mereka mungkin sudah tahu lokasi ini. Kita harus pindah sekarang.”

Mereka segera mengemasi barang-barang penting, terutama dokumen yang akan dibawa ke KPK. Dengan cepat, mereka meninggalkan ruangan kecil itu dan menuju ke sebuah rumah aman lain yang sudah dipersiapkan Bayu sebelumnya.

**Jalan yang Semakin Menyempit**

Dalam perjalanan menuju rumah aman, Raka merasa bahwa setiap detik terasa seperti bom waktu. Matanya terus mengamati jalanan, memastikan bahwa tidak ada kendaraan yang mencurigakan mengikuti mereka. Namun, di sebuah persimpangan jalan, ia menyadari bahwa sebuah mobil hitam dengan kaca gelap telah mengikuti mereka sejak tadi.

“Bayu, itu mobil di belakang kayaknya ngikutin kita,” bisik Raka dengan nada khawatir.

Bayu melirik kaca spion dan mengangguk. “Gue juga sadar. Kita harus ganti jalur.”

Bayu memutar setir dengan cepat, membawa mobil mereka memasuki gang kecil yang sempit. Mobil hitam itu mencoba mengikuti, tetapi terhalang oleh beberapa kendaraan lain yang melintas.

“Kita berhasil lolos untuk sementara. Tapi mereka pasti akan terus mencari,” kata Bayu.

Setelah berputar-putar di jalanan Jakarta yang padat, mereka akhirnya tiba di lokasi aman berikutnya. Sebuah rumah kecil di kawasan yang cukup terpencil, jauh dari pusat kota.

**Peringatan dari Masa Lalu**

Di rumah kecil itu, Pak Hasan bergabung dengan mereka. Ia membawa informasi tambahan yang semakin menguatkan ancaman yang sedang mereka hadapi.

“Raka, gue tahu ini nggak akan gampang. Tapi kamu harus tahu satu hal. Orang-orang ini bukan cuma korup, mereka juga nggak ragu buat menghilangkan siapa pun yang dianggap ancaman,” kata Pak Hasan dengan nada serius.

“Apa Bapak pernah menghadapi situasi seperti ini sebelumnya?” tanya Raka.

Pak Hasan mengangguk. “Iya. Dulu, ada seorang rekan saya yang mencoba membongkar kasus serupa. Tapi sebelum dia sempat menyerahkan bukti, dia ‘menghilang.’ Sampai sekarang, nggak ada yang tahu di mana dia.”

Mendengar cerita itu, Nadia terlihat ketakutan. Namun, Raka semakin mantap. Baginya, cerita-cerita seperti inilah yang menjadi alasan ia tidak boleh berhenti.

“Kali ini kita harus berhasil, Pak. Kita nggak boleh kalah lagi,” kata Raka dengan penuh keyakinan.

Malam semakin larut, tetapi tidak ada yang bisa tidur di rumah aman itu. Pikiran mereka dipenuhi oleh ketegangan dan rencana yang harus dieksekusi keesokan harinya. Di balik semua ancaman yang mengintai, Raka tetap memegang teguh satu keyakinan: kebenaran harus terungkap, apa pun risikonya.

“Jakarta memang keras,” gumamnya dalam hati, menatap langit yang gelap di luar jendela. “Tapi kali ini, gue nggak akan kalah.”

Raka duduk di sudut ruangan, berusaha menenangkan pikirannya. Tapi suasana sepi di rumah aman malah membuat bayang-bayang ancaman semakin nyata. Ia memutar ulang semua langkah yang telah diambil, mencoba mencari celah apa pun yang mungkin menjadi kesalahan.

"Bayu, lo yakin jalur ke KPK besok aman?" tanya Raka akhirnya, memecah keheningan.

Bayu, yang sibuk memeriksa peta rute di ponselnya, mengangguk. "Sebisa mungkin gue pastikan nggak ada yang bisa ngikutin kita. Tapi kita harus siap kalau rencana berubah. Orang-orang ini bisa lebih licin dari yang kita kira."

Pak Hasan menimpali, “Masalahnya bukan cuma licin, tapi mereka juga punya orang di mana-mana. Kadang lo nggak tahu siapa yang teman atau musuh.”

Raka mengangguk pelan, lalu melihat ke arah Nadia. Perempuan itu terlihat lelah, matanya menatap kosong ke lantai.

"Nad, lo nggak apa-apa?" tanya Raka lembut.

Nadia mengangkat wajahnya dan tersenyum tipis, meskipun sorot matanya masih menyiratkan kekhawatiran. "Gue nggak apa-apa, Rak. Cuma... gue nggak pernah nyangka kita bakal sampai di titik ini. Rasanya kayak mimpi buruk yang nggak ada habisnya."

Raka berdiri dan mendekat ke arahnya. "Lo kuat, Nad. Kita semua kuat. Gue janji, kita bakal keluar dari ini dengan selamat."

Nadia mengangguk, meski hatinya masih penuh keraguan. Tapi ia tahu, mundur sekarang hanya akan membuat semuanya sia-sia.

**Ancaman di Balik Gelap**

Di luar rumah, malam semakin sunyi. Tapi kesunyian itu tidak membawa rasa damai. Di kejauhan, suara deru motor terdengar samar, mendekati kawasan tempat mereka bersembunyi.

Bayu, yang selalu waspada, segera bangkit dari tempat duduknya. "Ada yang nggak beres," katanya sambil melirik ke jendela kecil di ruang tamu.

Raka ikut mendekat, berusaha mendengar lebih jelas. Deru motor itu semakin keras, disusul oleh suara pintu pagar yang didorong dengan kasar.

“Cepat, matikan lampu!” perintah Bayu dengan nada tegas.

Semua orang langsung bergerak. Dalam kegelapan, mereka berjongkok di sudut ruangan, berusaha tidak mengeluarkan suara. Raka bisa merasakan jantungnya berdebar kencang, sementara keringat dingin mulai membasahi pelipisnya.

Suara langkah kaki terdengar semakin mendekat. Beberapa orang mulai mengetuk pintu dengan keras.

“Kita tahu kalian di dalam! Buka pintunya, atau kita dobrak!” suara seorang pria terdengar lantang dari luar.

Bayu memberi isyarat agar semua tetap diam. Ia meraih teleponnya dan mulai mengetik pesan singkat ke seorang kenalannya untuk meminta bantuan.

Namun, sebelum Bayu sempat mengirim pesan itu, terdengar suara benda berat menghantam pintu. Para pria itu mulai mendobrak masuk.

**Keputusan Berani**

Dalam situasi genting itu, Raka mengambil keputusan cepat. Ia meraih dokumen-dokumen penting yang ada di atas meja, lalu memberi isyarat pada Nadia dan Pak Hasan.

"Kita harus keluar sekarang," bisiknya.

Bayu menggeleng. "Mereka pasti ada di semua sisi. Lo nggak bisa kabur begitu aja."

"Tapi kita juga nggak bisa nunggu di sini. Kalau mereka dapat dokumen ini, semuanya selesai," jawab Raka dengan tegas.

Bayu terdiam sejenak, lalu mengangguk. "Oke. Gue akan coba alihin perhatian mereka. Kalian keluar lewat pintu belakang."

Tanpa membuang waktu, Bayu membuka pintu depan sedikit, lalu melemparkan sebuah kaleng kosong ke arah para pria itu. Suara bising itu membuat mereka teralihkan untuk sesaat, memberi waktu bagi Raka, Nadia, dan Pak Hasan untuk melarikan diri lewat pintu belakang.

Dengan langkah cepat, mereka berlari ke arah gang gelap di belakang rumah. Raka menggenggam erat dokumen-dokumen itu, sementara Nadia dan Pak Hasan mencoba mengikuti langkahnya.

Di belakang mereka, suara teriakan para pria itu terdengar semakin jauh, tetapi rasa takut masih membayangi. Mereka tahu bahwa ini baru permulaan, dan ancaman berikutnya bisa datang kapan saja.

Ketika mereka akhirnya tiba di sebuah tempat aman yang baru, Raka duduk terengah-engah di trotoar, menatap dokumen yang masih ia pegang erat.

“Semua ini... terlalu gila,” gumam Nadia pelan, suaranya hampir tenggelam dalam suara kendaraan yang melintas di jalan dekat mereka.

“Tapi kita nggak boleh berhenti, Nad. Kalau kita berhenti sekarang, mereka menang. Dan gue nggak akan biarin itu terjadi,” jawab Raka dengan suara mantap.

Bab ini ditutup dengan ketegangan yang masih terasa, tetapi juga tekad yang semakin kuat dari Raka untuk melanjutkan perjuangan. Ancaman terus mengintai, tetapi ia tahu, tidak ada jalan lain selain terus maju.

Episodes
1 Chapter 1 Bab 1 Selamat Datang di Jakarta
2 Bab 2 Kos Kosan di Gang Sempit
3 Bab 3 Jalan yang Berbeda
4 Bab 4 Titik Balik
5 Bab 5 Mencari Jalan Baru
6 Bab 6 Keringan dan Keberanian
7 Bab 7 Menghadapi Badai
8 Bab 8 Jalan Baru yang Berliku
9 Bab 9 Pilihan yang Tak Terduga
10 Bab 10 langkah Awal di Jalur Baru
11 Bab 11 Kejutan di Tengah Kesibukan
12 Bab 12 Kebenaran yang Terkuak
13 Bab 13 Konspirasi di Balik Pintu Tertutup
14 Bab 14 Langkah ditengah Ancaman
15 Bab 15 Persengkongkolan yang Terkuak
16 Bab 16 Kejaran Tanpa Henti
17 bab 17 Kejaran Berlanjut
18 Bab 18 Perpecahan dan Perlawanan
19 Bab 19 Perjuangan ditengah Bayangan
20 Bab 20 Pengejaran Terakhir
21 Bab 21 Pintu Gerbang Jakarta
22 Bab 22 Langkah Pertama
23 Bab 23 Labirin Jakarta
24 Bab 24 Jaringan Tak Terlihat
25 Bab 25 di Balik Bayang-Bayang
26 Bab 26 Langkah di Ujung Keputusan
27 Bab 27 Jaring yang Mengencang
28 Bab 28 Jejak di Tengah Kota
29 Bab 29 Langka Menuju Sarang
30 Bab 30 Titik Balik
31 Bab 31 Jalan Gelap Terbuka
32 Bab 32 Api Dalam Gelap
33 Bab 33 Perang Bayangan
34 Bab 34 Kepungan Tak Terduga
35 Bab 35 Jalan Tak Terlihat
36 Bab 36 Antara Dua Dunia
37 Bab 37 Titik Terendah
38 Bab 38 Dibalik Bayang-Bayang
39 Bab 39 Jejak di Tengah Gelap
40 Bab 40 Api di Tengah Hujan
41 Bab 41 Jejak Kegelapan
42 Bab 42 di Balik Bayang Jakarta
43 Bab 43 Pertempuran dalam Bayang-Bayang
44 Bab 44 Awal dari Akhir
45 Bab 45 Berlanjut
46 Bab 46 Perangkap Tak Terduga
47 Bab 47 Akhir dan Awal Baru
48 Chapter 2 Bab 48 Awal Baru
49 Bab 49 Hari Pertama Kerja Bengkel
50 Bab 50 Membantu Rina
51 Bab 51 Kehadiran Bayu
52 Bab 52 Bertemu Nadia
53 Bab 53 Pertarungan Bebas
54 Bab 54 Awal Hari yang Biasa
55 Bab 55 Melawan Ical
56 Bab 56 Dunia yang Lebih Gelap
57 Bab 57 Raka Memutuskan untuk Menerima Tawaran Arman
58 bab 58 Ikut Nadia
59 Bab 59 Adegan awal
60 Bab 60 Tatap Muka
61 Bab 61 Hari Pertandingan
62 Bab 62 Informasi dari Bayu
63 Bab 63 Pembicaraan Kecil
Episodes

Updated 63 Episodes

1
Chapter 1 Bab 1 Selamat Datang di Jakarta
2
Bab 2 Kos Kosan di Gang Sempit
3
Bab 3 Jalan yang Berbeda
4
Bab 4 Titik Balik
5
Bab 5 Mencari Jalan Baru
6
Bab 6 Keringan dan Keberanian
7
Bab 7 Menghadapi Badai
8
Bab 8 Jalan Baru yang Berliku
9
Bab 9 Pilihan yang Tak Terduga
10
Bab 10 langkah Awal di Jalur Baru
11
Bab 11 Kejutan di Tengah Kesibukan
12
Bab 12 Kebenaran yang Terkuak
13
Bab 13 Konspirasi di Balik Pintu Tertutup
14
Bab 14 Langkah ditengah Ancaman
15
Bab 15 Persengkongkolan yang Terkuak
16
Bab 16 Kejaran Tanpa Henti
17
bab 17 Kejaran Berlanjut
18
Bab 18 Perpecahan dan Perlawanan
19
Bab 19 Perjuangan ditengah Bayangan
20
Bab 20 Pengejaran Terakhir
21
Bab 21 Pintu Gerbang Jakarta
22
Bab 22 Langkah Pertama
23
Bab 23 Labirin Jakarta
24
Bab 24 Jaringan Tak Terlihat
25
Bab 25 di Balik Bayang-Bayang
26
Bab 26 Langkah di Ujung Keputusan
27
Bab 27 Jaring yang Mengencang
28
Bab 28 Jejak di Tengah Kota
29
Bab 29 Langka Menuju Sarang
30
Bab 30 Titik Balik
31
Bab 31 Jalan Gelap Terbuka
32
Bab 32 Api Dalam Gelap
33
Bab 33 Perang Bayangan
34
Bab 34 Kepungan Tak Terduga
35
Bab 35 Jalan Tak Terlihat
36
Bab 36 Antara Dua Dunia
37
Bab 37 Titik Terendah
38
Bab 38 Dibalik Bayang-Bayang
39
Bab 39 Jejak di Tengah Gelap
40
Bab 40 Api di Tengah Hujan
41
Bab 41 Jejak Kegelapan
42
Bab 42 di Balik Bayang Jakarta
43
Bab 43 Pertempuran dalam Bayang-Bayang
44
Bab 44 Awal dari Akhir
45
Bab 45 Berlanjut
46
Bab 46 Perangkap Tak Terduga
47
Bab 47 Akhir dan Awal Baru
48
Chapter 2 Bab 48 Awal Baru
49
Bab 49 Hari Pertama Kerja Bengkel
50
Bab 50 Membantu Rina
51
Bab 51 Kehadiran Bayu
52
Bab 52 Bertemu Nadia
53
Bab 53 Pertarungan Bebas
54
Bab 54 Awal Hari yang Biasa
55
Bab 55 Melawan Ical
56
Bab 56 Dunia yang Lebih Gelap
57
Bab 57 Raka Memutuskan untuk Menerima Tawaran Arman
58
bab 58 Ikut Nadia
59
Bab 59 Adegan awal
60
Bab 60 Tatap Muka
61
Bab 61 Hari Pertandingan
62
Bab 62 Informasi dari Bayu
63
Bab 63 Pembicaraan Kecil

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!