Words Between The Lines

Malam semakin larut di London, dan gedung kantor mulai sepi. Di luar jendela kaca besar, pemandangan kota terlihat seperti lukisan malam. Udara dingin mengalir dari celah kecil jendela yang lupa ditutup.

Di dalam ruangan, Elea masih duduk tegak di kursinya, dikelilingi keheningan. Cahaya lembut dari lampu meja menyinari wajahnya yang serius, sementara jemarinya bergerak lincah di atas keyboard. Pekerjaannya sudah selesai sejak beberapa jam lalu, tapi ia masih bertahan. Ada alasan lain yang membuatnya memilih tetap di kantor, meskipun tubuhnya lelah.

Di sisi lain ruangan, Darren berdiri santai di depan meja kerjanya, mengobrol sebentar dengan Lisa, salah satu karyawan yang pamit pulang. Lisa tersenyum sopan sebelum menghilang di balik pintu lift, meninggalkan Darren sendiri. Darren melirik ke arah Elea yang duduk di sudut jauh ruang kerjanya. Wanita itu terlihat sangat fokus pada layar komputernya, bahkan tidak menyadari bahwa ia kini menjadi satu-satunya orang yang tersisa di lantai tersebut.

Dengan langkah ringan, Darren berjalan mendekat, penasaran dengan apa yang membuat Elea begitu tenggelam dalam pekerjaannya. Ia berhenti di ambang pintu ruang kerja kecil Elea, bersandar di bingkai pintu sambil melipat tangannya di dada. Tidak ada suara selain dentingan lembut keyboard dan bunyi samar AC yang berhembus.

"Apa yang begitu menarik hingga kau lupa pulang, Elea?" Darren bertanya dengan nada meledek, memecah keheningan.

Elea tersentak, kaget dengan suara Darren. Ia buru-buru memindahkan tubuhnya, mencoba menghalangi layar laptopnya dengan gerakan gugup. Wajahnya memerah seperti anak kecil yang baru saja tertangkap basah melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukannya.

"Darren! Kau mengagetkanku!" serunya, sedikit panik. Tangannya bergerak cepat menekan tombol untuk menutup dokumen di layar, tapi gerakannya justru semakin mencurigakan.

Mata Darren menyipit penuh rasa ingin tahu. "Apa yang kau sembunyikan dariku?" tanyanya, mendekat dengan langkah perlahan seperti pemburu mendekati mangsanya. "Tunggu... jangan bilang kau sedang mengetik laporan rahasia yang tidak boleh kubaca? Atau..." ia memiringkan kepalanya dengan senyum jahil, "kau sedang menonton sesuatu yang memalukan?"

Elea memutar matanya, berusaha terlihat tenang meski jelas sekali ada rasa cemas di wajahnya. "Tidak ada yang penting. Ini hanya... hanya sesuatu untukku sendiri. Bukan urusanmu, Darren."

Namun, Darren terlalu cepat. Sebelum Elea sempat menutup dokumen itu sepenuhnya, ia sudah melirik layar. Sebuah file terbuka di sana dengan paragraf-paragraf yang tersusun rapi, penuh narasi detail. Darren membaca beberapa kalimat pertama, matanya melebar penuh kejutan.

"Kau menulis novel?" katanya dengan suara rendah, hampir kagum.

Elea langsung mendesah, tahu usahanya menyembunyikan itu gagal total. "Darren, jangan bilang siapa-siapa. Aku serius." Wajahnya terlihat malu-malu, tapi juga memancarkan ketegangan. "Aku hanya melakukannya untuk diriku sendiri. Ini bukan sesuatu yang penting."

Namun, Darren tidak mendengarkan. Ia menarik kursi di seberang meja Elea dan duduk, menyilangkan kaki dengan santai. "Tunggu, tunggu. Jadi, kau sebenarnya seorang penulis rahasia? Wow, Elea. Ini mengejutkan." Matanya berbinar, senyumnya lebar seperti anak kecil yang baru menemukan mainan baru.

"Ini bukan sesuatu yang besar," jawab Elea pelan, mengalihkan pandangannya. "Hanya... mimpi lama. Aku tidak ingin orang tahu, apalagi sampai menertawakannya." Ada nada pahit dalam suaranya, sebuah luka yang tampaknya masih baru.

Darren menangkap perubahan itu. "Siapa bilang aku akan menertawakannya? Aku justru kagum. Tidak banyak orang yang berani mengejar mimpi seperti itu, apalagi di tengah pekerjaan yang sibuk seperti ini."

Elea memandang Darren dengan ragu, mencoba menilai apakah pria itu benar-benar tulus. Tatapan Darren tidak goyah, penuh keseriusan yang jarang ia tunjukkan.

"Aku hanya... ingin menjadi seperti Harper Lee," Elea akhirnya mengaku, menyebut nama penulis idolanya. "Dia menulis sesuatu yang abadi, sesuatu yang membuat dunia berpikir. Tapi... ini semua mungkin hanya angan-angan. Suamiku bilang aku buang-buang waktu dengan ini."

Darren mengernyit mendengar itu. "Adrian bilang begitu?" Nada suaranya tiba-tiba lebih rendah, lebih tajam. "Dia salah. Tulisan seperti ini butuh keberanian dan imajinasi. Aku ingin melihatnya."

Elea terdiam sejenak, lalu menghela napas panjang. "Kau benar-benar ingin membaca ini?" tanyanya, masih ragu.

"Lebih dari itu," Darren menjawab sambil bersandar di kursinya, memandang Elea dengan penuh perhatian. "Aku ingin tahu apa yang ada di kepalamu, Elea. Ceritakan padaku. Aku akan menjadi pembaca paling jujur yang pernah kau temui."

Keheningan mengisi ruangan selama beberapa detik. Elea akhirnya menyerah, menarik laptopnya sedikit lebih dekat untuk menunjukkan halaman-halaman pertama naskahnya. Ia mulai bercerita, menjelaskan plotnya, karakter-karakternya, dan inspirasi di balik setiap bab. Awalnya, ia terlihat gugup, tapi perlahan, antusiasmenya mengambil alih.

Darren mendengarkan tanpa memotong. Matanya tidak pernah lepas dari wajah Elea, memperhatikan setiap ekspresi yang muncul saat ia berbicara. Baginya, Elea yang sedang berbicara tentang mimpinya lebih menarik daripada apapun yang pernah ia lihat.

"Elea," Darren akhirnya berkata setelah wanita itu selesai, "Kau punya sesuatu yang luar biasa di sini. Jangan biarkan siapa pun, bahkan Adrian, membuatmu merasa ini tidak berharga."

Elea menatap Darren dengan mata yang sedikit berkaca-kaca, merasa dilihat dan didengar dengan cara yang sudah lama tidak ia rasakan. "Terima kasih, Darren," katanya pelan.

***

Ruangan kantor terasa semakin sunyi. Jam dinding menunjukkan pukul sepuluh malam, namun kota London di luar masih hidup dengan suara samar-samar klakson dan langkah kaki yang sesekali terdengar dari trotoar.

Elea menutup laptopnya perlahan setelah Darren menghabiskan beberapa menit membaca bagian awal dari naskahnya. Matanya masih menyimpan keraguan, meskipun ia mengakui bahwa Darren terlihat tulus. Sementara itu, Darren duduk bersandar di kursi di depannya, memutar-mutar pena yang diambil dari meja Elea, matanya bersinar penuh rasa ingin tahu.

“Jadi, apa menurutmu ini cukup bagus?” Elea bertanya, nadanya mencoba terdengar santai, tapi ada ketegangan yang jelas. Ia menggigit bibir bawahnya, kebiasaan yang sering muncul saat ia gugup.

Darren menurunkan pena dan menatapnya. “Cukup bagus? Elea, ini luar biasa. Aku bukan kritikus sastra, tapi aku bisa bilang kalau ini punya potensi besar. Jalan ceritanya kuat, dan aku suka cara kau membangun karakter.”

Pujian itu membuat pipi Elea sedikit memerah. Namun, ia menoleh, berusaha menyembunyikan reaksinya. “Terima kasih,” katanya pelan, lalu melanjutkan, “Tapi bahkan jika aku mencoba menerbitkannya, aku tidak tahu harus mulai dari mana. Industri ini penuh persaingan, dan aku tidak punya koneksi.”

Darren mengangkat bahu, tampak berpikir sejenak sebelum menjawab. “Aku kenal beberapa orang di dunia penerbitan. Mungkin aku bisa membantumu.”

Elea langsung mengangkat alis, matanya menyipit curiga. “Kenal beberapa orang? Maksudmu editor atau... orang di perusahaan penerbitan besar?”

Darren tersentak sedikit, menyadari bahwa ia hampir terlalu jauh membuka dirinya. Wajahnya sedikit tegang, tapi ia dengan cepat mengganti ekspresi itu dengan senyuman santai. “Oh, tidak, maksudku... aku dulu pernah bekerja di salah satu penerbitan sebagai staff junior. Jadi, aku kenal beberapa orang di sana.” ia tertawa kecil, mencoba mengalihkan perhatian Elea. “Kau tahu, pekerjaan rendahan, mengantar kopi, mengarsipkan dokumen... hal-hal semacam itu.”

Elea menatap Darren dengan tatapan tajam, tidak sepenuhnya percaya. “Kau? Mengantar kopi? Aku sulit membayangkan itu,” katanya sambil menyilangkan tangan di depan dada. “Kau tidak terlihat seperti seseorang yang pernah berada di posisi itu.”

Darren tertawa lagi, kali ini dengan nada lebih santai. “Terima kasih atas pujiannya, aku kira. Tapi aku serius. Aku punya pengalaman sebagai pegawai biasa, Elea. Jangan menilainya dari penampilanku sekarang.”

Elea tetap memandang Darren dengan curiga, meskipun ia memilih untuk tidak mendesaknya lebih jauh. “Baiklah, Darren. Jika kau benar-benar punya koneksi, aku akan menghargainya. Tapi jangan main-main dengan ini,” katanya tegas. Ada kejujuran dan harapan di balik kata-katanya, namun juga rasa waspada. Ia tidak ingin terjebak dalam kebohongan.

Darren mengangguk serius, meskipun di dalam hatinya ada sedikit rasa bersalah. Ia tidak berniat berbohong, tapidia tahu bahwa mengungkapkan identitasnya sebagai CEO perusahaan itu akan mengubah segalanya. Dan ia belum siap untuk itu. Ada sesuatu tentang Elea—kejujuran dan kemandiriannya—yang membuat Darren ingin tetap menjadi "Darren sang magang" di matanya, setidaknya untuk sekarang.

“Jangan khawatir,” kata Darren, memiringkan kepalanya dengan senyum santai. “Aku tidak akan mengecewakanmu. Kalau aku kenal orang yang bisa membantu, aku akan bicara dengan mereka. Tapi untuk sekarang, aku hanya Darren yang selalu siap jadi pembaca pertama naskahmu.”

Elea menghela napas panjang, setengah lega dan setengah frustrasi karena ia merasa Darren menyimpan sesuatu darinya. “Baiklah, Darren. Terima kasih untuk tawarannya. Tapi aku ingin kau jujur kalau ini hanya basa-basi.”

Darren tersenyum, menatapnya dengan ekspresi polos yang tidak biasa bagi seorang pria dengan kepribadian tangguh sepertinya. “Elea, aku tidak pernah basa-basi. Kalau aku bilang aku kenal orang, berarti aku kenal mereka. Dan aku serius, naskahmu ini punya potensi besar. Jangan biarkan siapa pun, termasuk dirimu sendiri, meremehkannya.”

Kata-kata itu membuat Elea terdiam sejenak. Ada sesuatu dalam cara Darren berbicara yang membuatnya sulit untuk tidak percaya. Meskipun ia merasa pria ini seperti anak kecil yang sering meledek, ada ketulusan di balik candaan dan senyumannya. Untuk pertama kalinya, Elea merasa bahwa seseorang benar-benar mendukung mimpinya tanpa ada agenda lain.

Ketegangan di antara mereka mereda, digantikan oleh suasana yang lebih hangat. Elea akhirnya tersenyum kecil, meskipun tetap ada rasa curiga yang tersisa. “Baiklah, Darren. Aku akan memberimu kesempatan untuk membuktikan omonganmu.”

Darren tersenyum puas, merasa telah lolos dari jebakan itu untuk sementara waktu. Namun, di dalam hatinya, dia tahu bahwa rahasianya sebagai CEO tidak akan bisa disembunyikan selamanya. Dan ketika saat itu tiba, dia hanya bisa berharap Elea tidak akan melihatnya dengan cara yang berbeda.

***

Terpopuler

Comments

Sherin Loren

Sherin Loren

lanjut byk2 thor

2024-12-13

1

lihat semua
Episodes
1 Unexpected Companionship
2 Endless Conversation
3 Coffee And Unspoken Words
4 Between Love And Ambition
5 In the Archive Room
6 Burden Without Aid
7 Unexpected Help
8 The Silent Defender
9 Dinamika yang Berubah
10 His Eyes, Her Silence
11 Beneath the Quiet Storm
12 The Battle Of Hearts
13 A Shadow in The Archives
14 Echoes in the Corridor
15 Words Between The Lines
16 A Loveless Morning
17 A Glimpse of Trust
18 Darren's Silent Promise
19 The Beginning of Dangerous Game
20 A Challenges of Trust
21 Birmingham Journey
22 The Man Who Stayed
23 Jealousy in The Air
24 More Than Enough
25 A Smile for Someone Else
26 The Veil of Deception
27 Our First Date
28 Permainan Perasaan
29 Darren’s Persistence
30 A Quiet Dinner
31 An Unexpected Beginning
32 Between Love and Deception
33 Shattered Trust
34 The Weight of Tears
35 A Bowl of Warmth
36 A Cry in The Night
37 A Temporary Husband
38 The Battle Of Two Hearts
39 Unraveling Secret
40 Silent Shift
41 The Art of Subtle Provocation
42 A Birthday Invitation
43 Boundaries and Betrayals
44 A Gentleman's Resolve
45 The Invitation
46 His Past
47 Dangerous Proximity
48 Emergency Contact
49 Truths Beneath the Surface
50 A Door Half Open
51 A Dance Between Lies and Truths
52 A Heart Devided
53 The Kiss That Changed Everything
54 Broken Vows, New Beginnings
55 Jealousy in Disguise
56 When Love Hurts
57 A New Beginning
58 The Protector's Promise
59 The Man Behind The Mask
60 Karyawan Baru yang Terlalu Mempesona
61 Between Doubt and Desire
62 When He Finally Gave Up
63 Don't Go, Darren
64 When I Could No Longer Deny It
65 More Than Just a Moment
66 Secrets, Love, and New Beginnings
67 A Hidden Love
68 A Secret Between Us
69 A Dangerous Admission
70 Unveiling Darren’s Secrets
71 The Boundaries We Break
72 Temptation in the Boardroom
73 Intrigue Behind the Archives
74 Secrets, Ambition, and Office Romance
75 Love, Conspiracy and Jealousy
76 A Lover's Claim
77 London, Love, and Lies
78 Darren’s True Identity
79 Numbers Don’t Lie, But People Do
80 Digging Into Danger
81 The Man Who Knows Too Much
82 The Bait and the Prey
83 The Moment of Reckoning
84 The Fall of Deception
85 Are We Ready for This?
86 A Battle of Hearts and Loyalties
Episodes

Updated 86 Episodes

1
Unexpected Companionship
2
Endless Conversation
3
Coffee And Unspoken Words
4
Between Love And Ambition
5
In the Archive Room
6
Burden Without Aid
7
Unexpected Help
8
The Silent Defender
9
Dinamika yang Berubah
10
His Eyes, Her Silence
11
Beneath the Quiet Storm
12
The Battle Of Hearts
13
A Shadow in The Archives
14
Echoes in the Corridor
15
Words Between The Lines
16
A Loveless Morning
17
A Glimpse of Trust
18
Darren's Silent Promise
19
The Beginning of Dangerous Game
20
A Challenges of Trust
21
Birmingham Journey
22
The Man Who Stayed
23
Jealousy in The Air
24
More Than Enough
25
A Smile for Someone Else
26
The Veil of Deception
27
Our First Date
28
Permainan Perasaan
29
Darren’s Persistence
30
A Quiet Dinner
31
An Unexpected Beginning
32
Between Love and Deception
33
Shattered Trust
34
The Weight of Tears
35
A Bowl of Warmth
36
A Cry in The Night
37
A Temporary Husband
38
The Battle Of Two Hearts
39
Unraveling Secret
40
Silent Shift
41
The Art of Subtle Provocation
42
A Birthday Invitation
43
Boundaries and Betrayals
44
A Gentleman's Resolve
45
The Invitation
46
His Past
47
Dangerous Proximity
48
Emergency Contact
49
Truths Beneath the Surface
50
A Door Half Open
51
A Dance Between Lies and Truths
52
A Heart Devided
53
The Kiss That Changed Everything
54
Broken Vows, New Beginnings
55
Jealousy in Disguise
56
When Love Hurts
57
A New Beginning
58
The Protector's Promise
59
The Man Behind The Mask
60
Karyawan Baru yang Terlalu Mempesona
61
Between Doubt and Desire
62
When He Finally Gave Up
63
Don't Go, Darren
64
When I Could No Longer Deny It
65
More Than Just a Moment
66
Secrets, Love, and New Beginnings
67
A Hidden Love
68
A Secret Between Us
69
A Dangerous Admission
70
Unveiling Darren’s Secrets
71
The Boundaries We Break
72
Temptation in the Boardroom
73
Intrigue Behind the Archives
74
Secrets, Ambition, and Office Romance
75
Love, Conspiracy and Jealousy
76
A Lover's Claim
77
London, Love, and Lies
78
Darren’s True Identity
79
Numbers Don’t Lie, But People Do
80
Digging Into Danger
81
The Man Who Knows Too Much
82
The Bait and the Prey
83
The Moment of Reckoning
84
The Fall of Deception
85
Are We Ready for This?
86
A Battle of Hearts and Loyalties

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!