Endless Conversation

Malam sudah larut, tetapi apartemen sederhana di pinggir kota London itu masih terang benderang oleh lampu ruang tamu. Elea duduk di sofa, mengenakan piyama satin biru lembut yang terlihat kontras dengan kulitnya yang cerah. Rambutnya yang biasanya terikat rapi di kantor dibiarkan tergerai, menciptakan kesan santai namun tetap anggun.

Di meja kopi di depannya, secangkir teh hangat mengeluarkan uap tipis. Elea memandang cangkir itu dengan tatapan kosong, menggigit bibir bawahnya, sambil sesekali melirik ke arah Adrian yang duduk di kursi sebelah.

Adrian, pria berusia 35 tahun dengan rambut hitam yang mulai memudar di sisi-sisinya, mengenakan kaus abu-abu sederhana dan celana pendek. Ia tidak mengalihkan pandangannya dari layar ponsel di tangannya. Jemarinya terus mengetik cepat, ekspresinya serius, sepenuhnya tenggelam dalam percakapan bisnis yang tampaknya sangat penting.

"Adrian," panggil Elea dengan lembut, mencoba menarik perhatian suaminya.

"Hm?" gumam Adrian tanpa menoleh, matanya tetap terpaku pada layar.

Elea menarik napas panjang, mencoba untuk tetap tenang. "Sudah larut. Kau tidak lelah? Mungkin kita bisa duduk bersama, bicara sedikit? Aku membuat teh kesukaanmu."

Adrian mengangguk tanpa benar-benar mendengar, tangannya tetap sibuk. "Nanti, sayang. Aku harus menyelesaikan ini dulu. Klien di Hong Kong butuh proposal revisi secepatnya."

Elea mengepalkan tangannya di pangkuannya, berusaha menahan rasa kecewa yang perlahan menjalar di hatinya. Ia tahu betapa pentingnya pekerjaan Adrian, tetapi malam-malam seperti ini sudah terlalu sering terjadi.

"Setiap malam selalu nanti," bisiknya pelan, lebih kepada dirinya sendiri.

Adrian akhirnya menoleh sekilas, seperti baru menyadari nada dalam suara Elea. "Apa yang kau katakan?"

Elea tersenyum tipis, mencoba menyembunyikan luka di balik ekspresinya. "Tidak, tidak ada apa-apa. Lanjutkan saja pekerjaanmu."

Namun, di dalam hatinya, perasaan kesepian itu semakin kuat. Elea mencintai Adrian—ia tahu itu. Tetapi cinta yang ia berikan terasa seperti menghantam tembok kosong, tanpa balasan, tanpa perhatian.

***

Apartemen mereka memiliki desain minimalis dengan dinding berwarna netral dan furnitur yang sederhana. Sofa abu-abu yang empuk, meja kopi kayu kecil, dan lampu lantai dengan cahaya hangat memberikan kesan nyaman. Namun, tidak ada sentuhan pribadi yang membuat ruangan itu terasa hidup.

Suara hujan gerimis di luar menambah suasana melankolis. Elea sering menyukai hujan—suara tetesannya biasanya memberikan ketenangan. Tetapi malam itu, hujan hanya membuat kesunyian di dalam apartemen terasa lebih menyakitkan.

***

Elea mencoba sekali lagi. "Adrian, apa kau masih ingat kapan terakhir kali kita makan malam bersama? Hanya kita berdua, tanpa gangguan pekerjaan atau telepon?"

Adrian mendesah pelan, meletakkan ponselnya sebentar di meja. "Elea, aku tahu kau ingin perhatian, tapi kau juga tahu pekerjaan ini penting. Ini untuk kita, untuk masa depan kita."

Elea menatapnya, mencoba mencari sesuatu di mata suaminya—sedikit pengertian, mungkin? Tetapi yang ia temukan hanyalah kelelahan dan ketidaksabaran.

"Aku tahu itu penting," jawab Elea dengan suara bergetar. "Tapi apa kau tidak mengerti? Aku tidak butuh masa depan yang sempurna. Aku hanya butuh suamiku ada di sini bersamaku, sekarang."

Adrian mengusap wajahnya, terlihat kesal. "Elea, aku sudah berusaha. Apa lagi yang kau inginkan? Aku bekerja keras setiap hari untuk memastikan kita hidup nyaman. Kenapa itu tidak cukup bagimu?"

Elea merasa matanya mulai panas, tetapi ia menolak untuk menangis. Ia tahu tangisannya hanya akan membuat Adrian semakin menjauh. "Aku ingin kau melihatku, Adrian. Hanya itu. Lihat aku. Dengarkan aku. Apa itu terlalu sulit?"

Adrian menggelengkan kepala, mengambil kembali ponselnya, dan berdiri. "Aku harus menyelesaikan ini. Kita bicara nanti."

"Tidak! Aku ingin kita bicara, sekarang." Elea menghela napas, berat, hampir tak terdengar.

Namun Adrian, dengan naluri tajamnya, berhenti sejenak dan menatapnya.

“Ada apa lagi, Elea?” suara Adrian terdengar datar, seperti sudah lelah sebelum mendengar jawabannya.

Elea mendongak, matanya yang berkaca-kaca mencoba mencari sisa kehangatan dalam sorot mata suaminya. “Adrian, apa kau tahu seberapa sering aku merasa seperti... aku sendirian di sini?”

Adrian mengangkat alisnya. “Sendirian? Elea, aku ada di sini. Aku selalu di sini, bukan? Apa lagi yang kau mau?” Nada suaranya naik sedikit, seolah ingin menangkis tuduhan yang belum sepenuhnya keluar.

Elea menggigit bibirnya, ragu untuk menjawab. Namun, malam ini dia tidak ingin mundur. “Kau ada di sini, Adrian. Secara fisik, ya. Tapi kau tahu apa yang kurasakan? Kau seperti ada di dimensi lain—dimensi pekerjaanmu, klienmu, ambisimu.”

Adrian mendekat, meletakkan ponselnya di meja dengan gerakan pelan namun tegas. “Aku bekerja keras untuk kita, Elea. Untuk hidup yang kau—yang kita—impikan. Rumah, keamanan, kenyamanan. Itu semua bukan hal yang bisa datang dengan sendirinya.”

"Lalu apa gunanya semua itu kalau aku merasa seperti tamu di rumahku sendiri?” Suara Elea bergetar, dan air mata yang selama ini ia tahan akhirnya mengalir perlahan di pipinya. “Aku tidak ingin rumah besar atau uang lebih banyak. Aku ingin kamu, Adrian. Bukan sebagai penyedia, tapi sebagai suami.”

Adrian melangkah mundur, matanya membulat. “Aku tidak percaya kau mengatakannya. Elea, aku melakukan segalanya untuk memastikan kita memiliki kehidupan yang lebih baik."

"Itu karena kau tidak mendengarkan!” sergah Elea, kali ini suaranya naik. Matanya yang biasanya lembut kini menatap tajam ke arah Adrian. “Kau tidak pernah mendengarkan. Selalu ada alasan—pekerjaan, klien, tenggat waktu. Apakah kau pernah berpikir bagaimana rasanya menjadi aku?”

Adrian membuka mulutnya, tetapi tidak ada kata-kata yang keluar.

Elea berdiri, melangkah ke jendela yang menghadap ke jalanan basah oleh hujan. Tangannya menyentuh kaca dingin, matanya menerawang ke luar. “Aku hanya ingin suamiku kembali. Bukan orang asing yang berbagi tempat tidur denganku, tapi tidak pernah benar-benar ada.”

"Aku tahu. Aku tahu, Elea,” jawab Adrian dengan nada penuh penyesalan. “Tapi tidak ada gunanya membicarkan ini sekarang. Kita bahas lagi lain kali."

Elea tidak menjawab. Ia hanya menatap punggung Adrian yang menjauh ke kamar tidur, meninggalkan dirinya sendirian di ruang tamu.

***

Setelah Adrian masuk ke kamar, Elea menatap teh di meja yang kini sudah mulai dingin. Ia menggenggam cangkir itu, berharap hangatnya bisa mengusir dingin di hatinya. Namun, rasa sepi itu tetap ada, tidak tergantikan.

Sebuah notifikasi di ponselnya berbunyi. Elea meraih ponselnya dengan malas, berpikir itu hanya pesan dari grup kantor. Namun, ketika ia membukanya, sebuah pesan dari Darren muncul di layar:

"Elea, aku baru saja memikirkan sesuatu. Kenapa kau terlihat begitu tegang hari ini? Jangan bilang kau marah karena aku terlalu tampan untuk menjadi asistenmu?"

Pesan itu membuat Elea tersenyum kecil tanpa sadar. Untuk pertama kalinya malam itu, ia merasa bahwa seseorang benar-benar memperhatikannya, meskipun dengan cara yang tidak terduga.

***

Episodes
1 Unexpected Companionship
2 Endless Conversation
3 Coffee And Unspoken Words
4 Between Love And Ambition
5 In the Archive Room
6 Burden Without Aid
7 Unexpected Help
8 The Silent Defender
9 Dinamika yang Berubah
10 His Eyes, Her Silence
11 Beneath the Quiet Storm
12 The Battle Of Hearts
13 A Shadow in The Archives
14 Echoes in the Corridor
15 Words Between The Lines
16 A Loveless Morning
17 A Glimpse of Trust
18 Darren's Silent Promise
19 The Beginning of Dangerous Game
20 A Challenges of Trust
21 Birmingham Journey
22 The Man Who Stayed
23 Jealousy in The Air
24 More Than Enough
25 A Smile for Someone Else
26 The Veil of Deception
27 Our First Date
28 Permainan Perasaan
29 Darren’s Persistence
30 A Quiet Dinner
31 An Unexpected Beginning
32 Between Love and Deception
33 Shattered Trust
34 The Weight of Tears
35 A Bowl of Warmth
36 A Cry in The Night
37 A Temporary Husband
38 The Battle Of Two Hearts
39 Unraveling Secret
40 Silent Shift
41 The Art of Subtle Provocation
42 A Birthday Invitation
43 Boundaries and Betrayals
44 A Gentleman's Resolve
45 The Invitation
46 His Past
47 Dangerous Proximity
48 Emergency Contact
49 Truths Beneath the Surface
50 A Door Half Open
51 A Dance Between Lies and Truths
52 A Heart Devided
53 The Kiss That Changed Everything
54 Broken Vows, New Beginnings
55 Jealousy in Disguise
56 When Love Hurts
57 A New Beginning
58 The Protector's Promise
59 The Man Behind The Mask
60 Karyawan Baru yang Terlalu Mempesona
61 Between Doubt and Desire
62 When He Finally Gave Up
63 Don't Go, Darren
64 When I Could No Longer Deny It
65 More Than Just a Moment
66 Secrets, Love, and New Beginnings
67 A Hidden Love
68 A Secret Between Us
69 A Dangerous Admission
70 Unveiling Darren’s Secrets
71 The Boundaries We Break
72 Temptation in the Boardroom
73 Intrigue Behind the Archives
74 Secrets, Ambition, and Office Romance
75 Love, Conspiracy and Jealousy
76 A Lover's Claim
77 London, Love, and Lies
78 Darren’s True Identity
79 Numbers Don’t Lie, But People Do
80 Digging Into Danger
81 The Man Who Knows Too Much
82 The Bait and the Prey
83 The Moment of Reckoning
84 The Fall of Deception
85 Are We Ready for This?
86 A Battle of Hearts and Loyalties
Episodes

Updated 86 Episodes

1
Unexpected Companionship
2
Endless Conversation
3
Coffee And Unspoken Words
4
Between Love And Ambition
5
In the Archive Room
6
Burden Without Aid
7
Unexpected Help
8
The Silent Defender
9
Dinamika yang Berubah
10
His Eyes, Her Silence
11
Beneath the Quiet Storm
12
The Battle Of Hearts
13
A Shadow in The Archives
14
Echoes in the Corridor
15
Words Between The Lines
16
A Loveless Morning
17
A Glimpse of Trust
18
Darren's Silent Promise
19
The Beginning of Dangerous Game
20
A Challenges of Trust
21
Birmingham Journey
22
The Man Who Stayed
23
Jealousy in The Air
24
More Than Enough
25
A Smile for Someone Else
26
The Veil of Deception
27
Our First Date
28
Permainan Perasaan
29
Darren’s Persistence
30
A Quiet Dinner
31
An Unexpected Beginning
32
Between Love and Deception
33
Shattered Trust
34
The Weight of Tears
35
A Bowl of Warmth
36
A Cry in The Night
37
A Temporary Husband
38
The Battle Of Two Hearts
39
Unraveling Secret
40
Silent Shift
41
The Art of Subtle Provocation
42
A Birthday Invitation
43
Boundaries and Betrayals
44
A Gentleman's Resolve
45
The Invitation
46
His Past
47
Dangerous Proximity
48
Emergency Contact
49
Truths Beneath the Surface
50
A Door Half Open
51
A Dance Between Lies and Truths
52
A Heart Devided
53
The Kiss That Changed Everything
54
Broken Vows, New Beginnings
55
Jealousy in Disguise
56
When Love Hurts
57
A New Beginning
58
The Protector's Promise
59
The Man Behind The Mask
60
Karyawan Baru yang Terlalu Mempesona
61
Between Doubt and Desire
62
When He Finally Gave Up
63
Don't Go, Darren
64
When I Could No Longer Deny It
65
More Than Just a Moment
66
Secrets, Love, and New Beginnings
67
A Hidden Love
68
A Secret Between Us
69
A Dangerous Admission
70
Unveiling Darren’s Secrets
71
The Boundaries We Break
72
Temptation in the Boardroom
73
Intrigue Behind the Archives
74
Secrets, Ambition, and Office Romance
75
Love, Conspiracy and Jealousy
76
A Lover's Claim
77
London, Love, and Lies
78
Darren’s True Identity
79
Numbers Don’t Lie, But People Do
80
Digging Into Danger
81
The Man Who Knows Too Much
82
The Bait and the Prey
83
The Moment of Reckoning
84
The Fall of Deception
85
Are We Ready for This?
86
A Battle of Hearts and Loyalties

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!