Claimed And Kept

Claimed And Kept

Unexpected Companionship

Langit mendung di atas kota London menciptakan bayangan kelabu yang membalut gedung-gedung tinggi, termasuk gedung milik perusahaan Everleigh Corporation. Hujan baru saja reda, menyisakan aroma tanah basah yang samar menyusup ke dalam lobi marmer yang megah. Elea Victoria Whitmore berdiri di depan lift dengan secangkir kopi di tangannya, menghela napas panjang. Hari itu terasa lebih berat dari biasanya, dan ia sudah bisa membayangkan tumpukan pekerjaan yang menantinya di meja.

Elea, 34 tahun, mengenakan blazer abu-abu dengan kemeja putih sederhana, rambut cokelat gelapnya ditata rapi ke belakang. Wajahnya menunjukkan ketegasan seorang wanita mandiri yang telah terbiasa menghadapi tekanan, baik dari pekerjaan maupun kehidupan pribadi. Namun, jika diperhatikan lebih dekat, ada kilatan kelelahan di matanya—sisa dari pertengkaran semalam dengan Adrian, suaminya yang semakin menjadi beban daripada pendukung.

Saat pintu lift terbuka, seorang pria muda dengan kemeja biru yang tergulung santai di lengannya melangkah masuk bersamaan dengannya. Ia membawa tas ransel dan senyuman yang nyaris mengganggu. Darren Alaric Everleigh, 26 tahun, baru saja memulai "pekerjaan baru"-nya di perusahaan keluarganya, meskipun tidak seorang pun di sana tahu bahwa ia adalah putra pemilik perusahaan. Dengan sengaja, ia memilih untuk menyembunyikan identitas aslinya, menyebut dirinya hanya sebagai "Darren."

"Selamat pagi, Bu Elea," sapa Darren, suaranya terdengar ceria, bahkan sedikit terlalu santai untuk seorang karyawan baru.

Elea menoleh, menatap pria itu dengan pandangan datar. "Selamat pagi. Jangan terlambat ke ruanganmu," ucapnya dengan nada profesional yang kaku, meskipun ia sedikit terganggu oleh senyuman Darren yang lebar.

"Tenang saja. Aku selalu tepat waktu... biasanya," balas Darren dengan nada main-main. Ia mengangkat alis dan menyeringai, menunggu reaksi dari Elea.

Elea mengerutkan dahi. "Biasanya? Itu bukan sesuatu yang ingin aku dengar dari asisten baruku."

Darren hanya tertawa kecil, membuat Elea menghela napas panjang. "Sepertinya ini akan menjadi hari yang panjang," gumamnya pelan, lebih kepada dirinya sendiri.

***

Lantai 18 perusahaan Everleigh dipenuhi oleh suasana sibuk yang khas. Deretan meja kerja yang rapi dengan sekat-sekat kaca memberikan kesan modern dan profesional, namun ada juga kehangatan dalam tawa kecil dan obrolan antar karyawan. Elea berjalan dengan langkah cepat menuju mejanya, diikuti oleh Darren yang tampak tidak terburu-buru sama sekali.

"Jadi, apa yang harus aku lakukan hari ini, Bu Elea?" tanya Darren dengan nada polos, meskipun matanya yang tajam menunjukkan bahwa ia jauh lebih cerdas daripada yang ia biarkan terlihat.

Elea menaruh tasnya dengan gerakan tegas, lalu memandang Darren. "Pertama-tama, jangan panggil saya 'Bu.' Aku hanya lebih tua beberapa tahun darimu, bukan nenek-nenek."

Darren terkekeh pelan. "Kalau begitu, bolehkah aku panggil... Elea saja?"

Elea memicingkan matanya. "Baiklah. Terserah."

Darren mengangguk dengan senyuman jahil yang sulit ditebak. "Baiklah, Elea. Apa tugas pertama saya?"

Elea menyerahkan setumpuk dokumen tebal kepadanya. "Ini. Pelajari semua data ini dan siapkan laporan untuk rapat nanti sore. Jangan tanya aku apa pun sampai kau selesai membaca semuanya."

Darren menerima dokumen itu dengan ekspresi terkejut yang jelas dibuat-buat. "Wow, langsung ujian berat. Aku pikir hari pertama akan lebih santai."

"Selamat datang di dunia kerja, Darren," balas Elea dengan nada datar, lalu duduk di kursinya dan mulai mengetik.

***

Beberapa jam berlalu, dan Darren mulai membaca dokumen-dokumen itu dengan tekun, meskipun sesekali ia mencuri pandang ke arah Elea yang sibuk. Ada sesuatu yang memikat dari cara wanita itu bekerja—efisien, penuh dedikasi, namun ada kesan melankolis yang sulit dijelaskan. Darren merasa penasaran, ingin tahu lebih banyak tentangnya, meskipun ia tahu bahwa Elea mungkin hanya menganggapnya sebagai "anak kecil" yang tidak tahu apa-apa.

"Elea," panggil Darren akhirnya, mencoba terdengar serius.

Elea mengangkat alis tanpa menoleh dari layar komputernya. "Ada apa? Bukankah aku bilang jangan tanya sebelum selesai?"

"Aku sudah selesai," jawab Darren santai, menyandarkan diri di kursinya. "Dan aku punya ide tentang bagaimana menyusun laporan ini lebih efisien."

Elea akhirnya menoleh, sedikit terkejut. "Selesai? Itu dokumen 200 halaman."

"Aku pembaca cepat," Darren menyeringai, menambahkan, "Dan juga cerdas, kalau aku boleh bilang."

Elea menghela napas, mencoba menahan senyum kecil yang nyaris muncul di bibirnya. "Kalau begitu, mari kita lihat idemu."

Darren mendekat dengan antusias, dan selama beberapa menit mereka membahas laporan itu bersama. Saat Elea menyadari bahwa Darren benar-benar memiliki pemahaman yang tajam tentang data, ia merasa ada sedikit perubahan dalam cara pandangnya terhadap pria muda ini.

Namun, ketika Darren menyelesaikan penjelasannya, ia menambahkan, "Oh, dan kalau aku berhasil membuat laporan ini sempurna, apakah aku akan mendapatkan penghargaan dari atasanku yang cantik?"

Elea menatapnya dengan pandangan tajam. "Kau akan mendapatkan lebih banyak pekerjaan."

Darren terkekeh. "Baiklah, aku akan menerima nasibku."

***

Lantai kerja di Everleigh Corporation tengah sibuk seperti biasanya. Suara keyboard yang ditekan, telepon yang berdering, dan obrolan singkat antar karyawan membentuk simfoni kerja yang khas. Elea duduk di meja kerjanya, memeriksa laporan yang baru saja diserahkan oleh Darren. Cahaya matahari yang menembus jendela besar di belakangnya menyinari rambut cokelat gelapnya, membuatnya terlihat lebih lembut dibandingkan biasanya. Namun, ekspresi serius di wajahnya menunjukkan bahwa ada sesuatu yang tidak beres.

"Darren," panggil Elea dengan nada tegas namun tetap tenang.

Darren, yang duduk di meja kecil di samping ruangan Elea, menoleh dengan cepat. Ia sedang memutar-mutar pena di tangannya, tampak terlalu santai untuk ukuran seorang asisten. Wajah tampannya yang dihiasi seringai kecil langsung berubah menjadi ekspresi polos.

"Ya, Elea?" balasnya, berdiri dan mendekat dengan langkah santai.

Elea mengangkat laporan itu, menunjuk salah satu bagian dengan ujung jarinya. "Apa ini? Data yang kau masukkan di sini salah. Jika kita menggunakan ini untuk presentasi nanti, seluruh tim akan terlihat seperti orang bodoh di depan klien."

Darren mendekat, menunduk untuk melihat laporan itu, hingga ia cukup dekat untuk mencium aroma parfum lembut yang dipakai Elea. Ia menahan diri untuk tidak tersenyum. "Oh, itu? Ups, sepertinya aku salah memasukkan angka," katanya, berusaha terdengar polos.

"Ups?" Elea mengangkat alis, nadanya dipenuhi ketidakpercayaan. "Ini bukan sekadar ‘ups,’ Darren. Ini laporan penting. Kalau kau tidak memperbaikinya sekarang, aku harus mengerjakannya sendiri."

Darren mengangkat tangan, seolah menyerah. "Tenang, tenang. Aku akan memperbaikinya. Jangan marah, Elea. Senyummu jauh lebih bagus daripada wajah marah seperti itu."

Elea mendesah panjang, menutup mata sejenak untuk menenangkan dirinya. "Darren, aku tidak sedang bercanda. Kalau kau ingin menjadi karyawan yang kompeten, kau harus lebih teliti."

Darren mengangguk patuh, tetapi seringai kecil masih bermain di bibirnya. "Baik, Bu Guru. Aku akan mengulang semuanya, demi mendapatkan senyummu lagi."

Elea menatap Darren dengan pandangan yang tidak percaya. "Kau benar-benar seperti anak kecil, Darren."

Darren tersenyum lebar, memiringkan kepalanya seperti anak kucing yang minta perhatian. "Tapi aku anak kecil yang menggemaskan, kan?"

Elea hanya menggelengkan kepala, merasa frustrasi sekaligus geli. "Pergilah, Darren. Aku butuh laporan ini selesai dalam satu jam."

"Siap, Bos," balas Darren sambil memberi hormat main-main sebelum kembali ke mejanya.

***

Setelah Darren kembali ke mejanya, Elea mendapat panggilan dari penerbit yang tertarik dengan naskah yang pernah ia kirimkan diam-diam. Perasaan bahagia sempat melintas di wajahnya, tetapi segera berubah menjadi keraguan. Adrian pasti tidak akan menyetujui hal ini.

Di sisi lain, Darren yang memperhatikan perubahan ekspresi Elea menjadi penasaran. "Ada apa, Elea? Kau terlihat seperti baru saja memenangkan lotre."

Elea menatapnya sebentar, lalu tersenyum samar. "Tidak ada yang perlu kau tahu, Darren. Fokus saja pada laporanmu."

Namun, Darren tidak berniat menyerah. Ia tahu ada sesuatu yang besar terjadi, dan ia bertekad untuk mencari tahu, entah bagaimana caranya.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!