18. Tetap Perhatian

Dokter itu tampak terkejut sejenak, namun kemudian mengangguk paham. "Tentu, Tuan Kaivan. Kami akan menjaga rahasia ini."

Setelah pemeriksaan selesai, Kaivan keluar dari ruangan. Airin yang duduk di luar ruangan segera berdiri saat melihat suaminya. Ia mendekati Kaivan dengan ekspresi penuh kecemasan.

"Bagaimana, Kak?" tanya Airin dengan suara penuh harap.

Namun, alih-alih memberikan jawaban yang sudah ia dengar sebelumnya, dokter yang keluar dari ruang pemeriksaan mendekati mereka dan berkata, "Sebenarnya, kondisinya agak sulit untuk dipastikan, Nyonya. Kami tidak bisa memastikan apakah kesembuhan suami Anda akan berlangsung dengan cepat atau jika ada kemungkinan kebutaan permanen. Ini semua tergantung pada perkembangan dan perawatan dalam beberapa hari mendatang. Kami akan terus memantau kondisi suami Anda."

Airin terkejut mendengar penjelasan itu. Meski dia merasa lega Kaivan tidak mengalami cedera berat, tetapi pernyataan dokter yang tak pasti membuat hatinya kembali cemas. Matanya menatap Kaivan, bertanya-tanya apakah kondisi suaminya benar-benar akan baik-baik saja seperti yang Kaivan katakan sebelumnya.

Setelah menjelaskan kondisi Kaivan, dokter tersenyum ramah dan berpamitan, meninggalkan mereka di tempat itu. Kaivan duduk diam beberapa saat, wajahnya menunduk seolah sedang merenung. Suasana menjadi hening, hanya suara langkah kaki dokter yang mulai menghilang di kejauhan.

Kaivan akhirnya bersuara, suaranya rendah dan sedikit bergetar, "Airin..." Ia menoleh ke arah istrinya meskipun matanya tak bisa fokus. "Bagaimana jika aku tak bisa lagi melihat?"

Airin, yang sedari tadi memperhatikan Kaivan, segera menggenggam tangannya dengan lembut. Ia menatap suaminya dengan senyum hangat, meskipun ia tahu Kaivan tak bisa melihat senyum itu. "Kak," katanya, suaranya lembut tapi penuh keyakinan, "apa Kakak tak ingat? Saat aku memintamu menikah denganku, aku berjanji akan merawatmu seumur hidupku, apa pun yang terjadi. Meskipun kau tak akan pernah bisa melihat lagi, aku akan tetap di sisimu. Kita akan hidup bersama, menghadapi semuanya sampai tua."

Kaivan terdiam, meresapi setiap kata Airin. Perasaan hangat menjalari hatinya, rasa syukur yang tak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata. Ia menggenggam tangan Airin sedikit lebih erat. "Terima kasih, Airin," katanya dengan suara penuh ketulusan. "Aku janji, aku akan berusaha menjadi suami yang baik untukmu. Aku akan melakukan yang terbaik untuk membuatmu bahagia."

Airin hanya tersenyum lagi, meski matanya mulai berkaca-kaca. Ia tahu Kaivan sedang berusaha keras menerima kondisinya, dan ia ingin menjadi orang yang selalu ada untuknya.

Setelah itu, Airin memimpin Kaivan keluar dari ruangan. Mereka berjalan menuju kasir untuk membayar biaya pemeriksaan dan menebus obat. Airin memastikan Kaivan nyaman saat menunggu, sementara ia mengurus pembayaran. Sesekali, ia melirik Kaivan, melihat wajah suaminya yang tetap tenang meski sedang menghadapi ketidakpastian besar dalam hidupnya.

Di dalam hatinya, Airin semakin yakin bahwa memilih menikah dengan Kaivan adalah keputusan yang tidak akan pernah ia sesali.

Setelah keluar dari rumah sakit, matahari sudah berada di atas kepala. Udara terasa hangat, dan suara riuh pasar terdengar dari kejauhan. Airin menggandeng lengan Kaivan dengan lembut, membimbingnya ke arah sebuah warung makan sederhana di pinggir jalan.

"Kak, kita makan di sini saja, ya? Warungnya sederhana, tapi tempatnya bersih," ujar Airin dengan nada ceria, berharap Kaivan merasa nyaman.

Kaivan hanya mengangguk pelan, tidak memberikan banyak respon. "Terserah."

Mereka duduk di salah satu meja kayu yang tersedia. Warung itu dipenuhi aroma makanan yang menggugah selera, suara pengunjung berbincang, dan sesekali dentingan piring dan gelas. Airin memesan nasi dan lauk sederhana, lalu duduk kembali di samping Kaivan.

Kaivan tampak sedikit canggung. Ia terbiasa makan di restoran mewah atau di rumah dengan pelayan pribadi. Warung ini jelas sangat berbeda dari yang pernah ia alami. Namun, ia tidak menunjukkan ketidaknyamanannya di depan Airin.

Airin dengan telaten menyuapi Kaivan, mencoba menjaga agar suasana tetap nyaman. "Makan dulu, Kak. Kau pasti lapar setelah tadi di rumah sakit."

Kaivan membuka mulut dan menerima suapan itu, meski tanpa ekspresi yang jelas. "Terima kasih."

Pengunjung lain di warung itu memperhatikan Airin dengan tatapan penuh rasa ingin tahu. Wanita muda itu terlihat cantik, dengan wajah lembut dan gerakan telaten saat menyuapi seorang pria gondrong, berkumis brewok, yang jelas terlihat buta. Beberapa orang mulai berbisik-bisik di antara mereka.

“Cantik banget istrinya, kok bisa ya sama pria kayak gitu?” gumam seorang ibu setengah baya sambil mengaduk teh manisnya.

“Kayaknya dia nggak cocok sama pria itu. Lihat, badannya kelihatan kekar sih, tapi gondrong, kumisnya awut-awutan, matanya buta pula,” sahut lelaki paruh baya di meja sebelah.

“Eh, jangan salah, mungkin suaminya itu orang kaya. Siapa tahu!” bisik seorang pelayan yang ikut mencuri pandang dari balik meja kasir.

Sementara itu, Airin tetap fokus pada Kaivan. Ia tak peduli dengan tatapan atau bisikan-bisikan di sekitarnya. Sesekali ia tersenyum, memastikan suaminya nyaman saat menyuap. Kaivan, meskipun tak melihat, tetap menyadari perhatian orang-orang di sekitarnya.

Takut suaminya merasa tak nyaman, Airin pun berkata, “Biarkan saja mereka. Yang penting aku dan kamu tahu apa yang sebenarnya terjadi,” ucap Airin pelan, nyaris seperti bisikan.

Kaivan hanya mengangguk. Airin melanjutkan menyuapi Kaivan dengan penuh perhatian, seolah tak ada dunia lain selain mereka. Sementara Kaivan makan dengan tenang, namun wajahnya tetap datar.

"Kak, makan sampai habis, ya?" Airin berkata, masih dengan perhatian yang sama.

Kaivan hanya mengangguk sedikit. "Aku akan selesai."

Di tengah keheningan itu, ada sedikit kelembutan dalam sikap Kaivan, meski tetap dengan cara yang dingin dan datar. Mereka melanjutkan makan siang itu dengan suasana yang tenang dan penuh perhatian, meski tidak ada banyak kata-kata yang diucapkan.

Setelah keluar dari warung makan, Kaivan menggenggam tangan Airin dengan lembut. Meskipun matanya masih kabur, namun tatapannya penuh perhatian. "Airin," katanya pelan, "beli pakaian dan keperluan lain untukmu dan nenek Asih. Kalau uang cash yang kita bawa tadi tidak cukup, kamu bisa ambil dari rekeningmu."

Airin menatap suaminya, ragu. "Kak, aku dan nenek belum membutuhkan apa-apa," jawabnya dengan suara halus, berusaha menolak dengan cara yang lembut.

Namun, Kaivan memandangnya dengan mata yang lebih tegas meskipun samar. "Jangan membuatku merasa seperti suami yang tak bertanggung jawab, Airin," katanya, sedikit menekankan kata-kata terakhirnya. "Kamu sudah banyak membantu aku, biarkan aku yang mengurus ini. Aku ingin kamu merasa layak mendapatkannya."

Airin terdiam, hatinya merasa berat. Kaivan memang selalu berusaha untuk tidak merepotkan orang lain, dan meskipun dia merasa tidak perlu, ia tidak bisa menolak ketika Kaivan begitu memaksa dengan cara yang penuh perhatian. Akhirnya, ia mengangguk pelan. "Baiklah, Kak."

Kaivan tersenyum tipis. "Terima kasih, Airin."

Airin dan Kaivan pergi ke toko pakaian terdekat. Airin membeli satu setel pakaian untuk dirinya dan satu setel lagi untuk nenek Asih. Namun, Kaivan meminta agar Airin membeli beberapa setel pakaian untuknya juga. Airin sempat terkejut, namun ia menuruti permintaan suaminya, meskipun dalam hati ia merasa ragu dengan pengeluaran tersebut.

Setelah selesai berbelanja pakaian, Kaivan masih belum puas. "Airin, beli sesuatu lagi untuk oleh-oleh, ya. Mungkin buah-buahan," pintanya.

Airin menatapnya dengan senyum kecil. "Kak, kita masih bisa makan buah-buahan dari kebun di rumah. Tak perlu membeli banyak."

Namun, Kaivan tetap bersikukuh. "Aku ingin kamu juga membeli sesuatu untuk nenek Asih, atau sesuatu yang bisa kamu nikmati. Ayo, belikan buah-buahan yang enak."

Dengan sedikit keluhan dalam hati namun tetap menuruti permintaan suaminya, Airin membeli beberapa buah segar, berharap itu sudah cukup. Di perjalanan pulang, meski merasa sedikit berat karena pengeluaran itu, ia merasakan ada kebahagiaan yang tersembunyi dalam setiap usaha Kaivan untuk membuatnya merasa dihargai.

Kaivan memandangnya dengan senyum puas, meskipun pandangannya samar. "Terima kasih, Airin. Ini semua untukmu dan nenek Asih."

Airin hanya tersenyum lembut, meskipun di dalam hati ia tetap bertanya-tanya tentang siapa sebenarnya suaminya ini.

***

Di gerbang desa, Wongso berdiri dengan tangan bertolak pinggang, wajahnya penuh kesal. Beberapa anak buahnya bersandar di sepeda motor sambil mengelap peluh. Mata mereka terus tertuju pada jalan, mengawasi setiap bus yang melintas dari arah kota.

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

Terpopuler

Comments

Dwi Winarni Wina

Dwi Winarni Wina

kaivan merasakan ketulusan dan perhatian airin hatinya menghangat,,,
Kaivan sebenarnya tidak mau jd beban airin dan nenek asih dan airin akan berusaha menjadi istri terbaik....

Juragan wongso pasti akan bikin huru-hara tidak terima airin menikah dengan kaivan dan akan bikin kacau.....

kaivan perlu diberi pelajaran juragan wongso biar tidak bikin ulah lagi biar kapok dan jera....

Dasar bandot tua dah punya bini 3 Msh kurang aja ngincar daun muda.....
selama ini pria2 yg mendekati airin diancam dan dihajar sampai babak belur.....

2024-12-11

3

Anitha Ramto

Anitha Ramto

Semoga pas lg jln plg ada orang suruhannya Papanya Kaivan...secara kebetulan jd bs lindungi Kaivan dan Airin dari si Tua bangka dan anak buahnya....

semoga nasib baik berpihak pada Kaivan dan Airin...jgn sampai berhasil ya anak buah si Wongso mencelakai Kaivan...

2024-12-11

3

Dewi S Ayunda

Dewi S Ayunda

etdaaa..Ah... si tuir bau tanah.gak kapok² ,kaivan bukan tandinganmu ya kek ya...!!? kakek mending booboan aja deh d rumah. sambil momong cucu. malu sm kulit udah keriput tetep aja ngincer gadis.mana gadisnya udah jadi bini org pula.

2024-12-11

2

lihat semua
Episodes
1 1. Terseret Arus
2 2. Tak Mengungkapkan Jati Diri
3 3. Kericuhan Karena Kaivan
4 4. Hasil Pemeriksaan
5 5. Masih Waspada
6 6. Sang Juragan
7 7. Serba Salah
8 8. Keputusan Dadakan Airin
9 9. Wongso Tidak Sabar
10 10. Pernikahan Dadakan
11 11. Canggung
12 12. Dianggap Guling
13 13. Samar
14 14. Jam Tangan
15 15. Pergolakan Batin
16 16. DSSD
17 17. Siapa Dia Sebenarnya?
18 18. Tetap Perhatian
19 19. Penantian Wongso
20 20. Tantangan Terbuka
21 21. Babak Belur
22 22. Kagum dan Curiga
23 23. Rencana Airin
24 24. Takut Kehilangan
25 25. Pertanyaan Airin
26 26. Meminta Bantuan
27 27. Permintaan Maaf
28 28. Saling Memahami
29 29. Kabar Wongso
30 30. Membela
31 31. Ingin Lebih Lama
32 32. Kekacauan di Pagi Hari
33 33. Pengacau Hati
34 34. Pelukan
35 35. Takjub
36 36. Sederhana, Tapi Romantis
37 37. Menguping
38 38. Hati yang Terusik
39 39. Supar dan Tiga Istri Wongso
40 40. Pertanyaan yang Menganggu
41 41. Pemandangan yang Sulit Diabaikan
42 42. Diam-diam Dendam
43 43. Rumit
44 44. Aksi Tiga Ibu-ibu
45 45. Orang Dibalik Layar
46 46. Panggilan
47 47. Mencari Bantuan
48 48. Wongso dan Aparat
49 49. Wongso Goyah
50 50. Strategi Kaivan
51 51. Murka
52 52. Pindah
53 53. Langkah Terakhir Kaivan
54 54. Firasat
55 55. Prasangka Airin
56 56. Badai yang Akan Datang
57 57. Meninggal
58 58. Tertembak
59 59. Banjir
60 60. Sadar
61 61. Semakin Dingin
62 62. Rahasia Sang Ibu Susu
63 63. Menghindari Rumah
64 64. Merubah Penampilan
65 65. Biasakan
66 66. Rasa Aneh
67 67. Hanya Formalitas
68 68. Jealous
69 69. Panggilan Penuh Rindu
70 70. Panik
71 71. Terasa Begitu Mirip
72 72. Baru Menyadari
73 73. Detail
74 74. Hanya Penonton
75 75. Protektif
76 76. Pertanyaan
77 77. Rencana
78 78. Malam Istimewa
79 79. Talas Terkena Panas
80 80. Mengusut
81 81. Balas Dendam Kaivan
82 82. Semua Menerima Akibat
83 83. Tak Punya Pilihan
84 84. Persiapan Pulang
85 85. Tanda Tanya
86 86. Orang Luar
87 87. Latar Belakang
88 88. Sudah Selesai?
89 89. Hanya Sekali
90 90. Masalah Baru di Pagi Hari
91 91. Benar-benar Serius
92 92. Gagal Fokus
93 93. Dimanjakan
94 94. Tidak Ada Apa-apanya
95 95. Penyelidikan
96 96. Ganti Strategi
97 97. Disha dan Nesha
98 98. Bersilang Pendapat
99 99. Kecemburuan di Meja Makan
100 100. Efek Domino
101 101. Kepribadian Ganda
102 102. Sudah Menemukan
103 103. Keluarga Pihak Ibu
104 104. Pesta dan Kehangatan Keluarga
105 105. Takdir di Balik Dosa
106 106. Pada Akhirnya
Episodes

Updated 106 Episodes

1
1. Terseret Arus
2
2. Tak Mengungkapkan Jati Diri
3
3. Kericuhan Karena Kaivan
4
4. Hasil Pemeriksaan
5
5. Masih Waspada
6
6. Sang Juragan
7
7. Serba Salah
8
8. Keputusan Dadakan Airin
9
9. Wongso Tidak Sabar
10
10. Pernikahan Dadakan
11
11. Canggung
12
12. Dianggap Guling
13
13. Samar
14
14. Jam Tangan
15
15. Pergolakan Batin
16
16. DSSD
17
17. Siapa Dia Sebenarnya?
18
18. Tetap Perhatian
19
19. Penantian Wongso
20
20. Tantangan Terbuka
21
21. Babak Belur
22
22. Kagum dan Curiga
23
23. Rencana Airin
24
24. Takut Kehilangan
25
25. Pertanyaan Airin
26
26. Meminta Bantuan
27
27. Permintaan Maaf
28
28. Saling Memahami
29
29. Kabar Wongso
30
30. Membela
31
31. Ingin Lebih Lama
32
32. Kekacauan di Pagi Hari
33
33. Pengacau Hati
34
34. Pelukan
35
35. Takjub
36
36. Sederhana, Tapi Romantis
37
37. Menguping
38
38. Hati yang Terusik
39
39. Supar dan Tiga Istri Wongso
40
40. Pertanyaan yang Menganggu
41
41. Pemandangan yang Sulit Diabaikan
42
42. Diam-diam Dendam
43
43. Rumit
44
44. Aksi Tiga Ibu-ibu
45
45. Orang Dibalik Layar
46
46. Panggilan
47
47. Mencari Bantuan
48
48. Wongso dan Aparat
49
49. Wongso Goyah
50
50. Strategi Kaivan
51
51. Murka
52
52. Pindah
53
53. Langkah Terakhir Kaivan
54
54. Firasat
55
55. Prasangka Airin
56
56. Badai yang Akan Datang
57
57. Meninggal
58
58. Tertembak
59
59. Banjir
60
60. Sadar
61
61. Semakin Dingin
62
62. Rahasia Sang Ibu Susu
63
63. Menghindari Rumah
64
64. Merubah Penampilan
65
65. Biasakan
66
66. Rasa Aneh
67
67. Hanya Formalitas
68
68. Jealous
69
69. Panggilan Penuh Rindu
70
70. Panik
71
71. Terasa Begitu Mirip
72
72. Baru Menyadari
73
73. Detail
74
74. Hanya Penonton
75
75. Protektif
76
76. Pertanyaan
77
77. Rencana
78
78. Malam Istimewa
79
79. Talas Terkena Panas
80
80. Mengusut
81
81. Balas Dendam Kaivan
82
82. Semua Menerima Akibat
83
83. Tak Punya Pilihan
84
84. Persiapan Pulang
85
85. Tanda Tanya
86
86. Orang Luar
87
87. Latar Belakang
88
88. Sudah Selesai?
89
89. Hanya Sekali
90
90. Masalah Baru di Pagi Hari
91
91. Benar-benar Serius
92
92. Gagal Fokus
93
93. Dimanjakan
94
94. Tidak Ada Apa-apanya
95
95. Penyelidikan
96
96. Ganti Strategi
97
97. Disha dan Nesha
98
98. Bersilang Pendapat
99
99. Kecemburuan di Meja Makan
100
100. Efek Domino
101
101. Kepribadian Ganda
102
102. Sudah Menemukan
103
103. Keluarga Pihak Ibu
104
104. Pesta dan Kehangatan Keluarga
105
105. Takdir di Balik Dosa
106
106. Pada Akhirnya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!