Pemilik toko dengan cermat memeriksa jam tangan DSSD milik Kaivan, menatap detilnya dengan perhatian penuh. Kaivan, meskipun hanya bisa melihat samar, merasakan ketegangan di udara. Airin berdiri di sampingnya, memerhatikan dengan cemas, tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Pemilik toko akhirnya mengangkat wajahnya, tersenyum tipis, dan berkata, “Jam tangan ini memang asli, dan kondisinya masih sangat baik. Tapi saya akan menawarkan seratus juta untuknya.”
Airin terkejut mendengar angka tersebut, dan seketika pandangannya beralih ke Kaivan. “Seratus juta?!” Airin hampir tak percaya. “Apakah itu... harga yang pantas untuk jam tangan itu?” gumamnya dalam hati.
Pelayan yang sebelumnya meremehkan Kaivan dan Airin juga terkejut, tidak menyangka bahwa barang yang mereka bawa ternyata seberharga itu. Ekspresi wajahnya berubah, menyadari bahwa ia telah meremehkan pasangan tersebut tanpa mengetahui nilai sebenarnya.
Kaivan tersenyum tipis, namun tatapannya menunjukkan ketidakpuasan. Ia tidak langsung menerima tawaran itu. “Seratus juta terlalu rendah,” katanya dengan tenang, “Saya ingin menjualnya dengan harga dua ratus juta.”
Kata-kata Kaivan itu membuat Airin dan pelayan toko kembali terkejut. “Dua ratus juta?” bisik pelayan itu, hampir tidak percaya dengan harga yang ditawarkan. Airin sendiri merasa bingung, matanya melebar saat menatap Kaivan, tidak menyangka suaminya akan menawarkan jam tangan itu dengan harga begitu tinggi.
Pemilik toko menatap Kaivan, sepertinya tak terpengaruh dengan tawaran tersebut. "Itu lebih tinggi dari yang saya harapkan," ujarnya, mencoba menegosiasi. “Saya bisa naikkan sedikit, tapi hanya bisa memberi seratus lima puluh juta."
Kaivan tetap diam, menatap pemilik toko dengan tatapan dingin meski pandangannya masih samar. “Seratus lima puluh juta masih terlalu rendah. Saya sudah memberi harga yang sangat wajar,” ucapnya tegas. Ia melanjutkan, suaranya tetap tenang namun penuh keyakinan, “Jam tangan ini bukan sekadar aksesori. Ini adalah jam tangan khusus yang dirancang untuk menyelam, dengan fitur dan kualitas yang jarang ditemukan. Semakin lama, nilainya akan semakin meningkat di kalangan kolektor. Jam seperti ini tidak hanya dihargai karena fungsinya, tetapi juga karena kelangkaan dan sejarahnya.”
Pemilik toko tampak berpikir sejenak, tampaknya mulai menimbang-nimbang tawaran dan perkataan Kaivan. “Baiklah, saya setuju dengan dua ratus juta,” ujarnya akhirnya, menyerah.
Airin masih terdiam, belum bisa memproses semuanya. Ia memandangi Kaivan, perasaan bingung dan takjub mengalir dalam dirinya. “Dua ratus juta…” gumamnya pelan. Tanpa sadar, ia mulai bertanya-tanya di dalam hatinya, Apakah suamiku selama ini menyembunyikan sesuatu? Apakah dia orang kaya yang sebenarnya?
Pelayan toko yang masih terkejut menatap Kaivan dengan rasa hormat yang baru. Ia kini menyadari bahwa penilaian awalnya terhadap Kaivan dan Airin begitu salah.
Kaivan, yang tetap tenang meskipun harga yang tercapai cukup tinggi, menerima tawaran itu. “Terima kasih,” katanya singkat, seolah-olah transaksi besar seperti ini bukanlah hal besar baginya.
Pemilik toko menatap Kaivan dengan cermat, mencoba menilai lebih jauh, lalu bertanya, "Anda ingin pembayaran tunai atau transfer?"
Kaivan terdiam sejenak, pikirannya seolah berputar. Ia kemudian menoleh ke arah Airin yang berdiri di sampingnya, sedikit ragu. "Airin," katanya pelan, "Apakah kamu punya rekening bank?"
Airin terkejut dengan pertanyaan tersebut, namun segera mengangguk. "Iya, aku punya rekening," jawabnya dengan suara tenang. "Aku menabung untuk masa depan, atau kalau ada keperluan tak terduga."
Mendengar jawaban itu, Kaivan merenung sejenak. "Kalau begitu, saya akan mengambil pembayaran tunai sebesar dua puluh lima juta, sisanya bisa ditransfer ke rekening istri saya," katanya, suaranya datar dan tegas, seakan tidak ada ruang untuk negosiasi.
Airin yang mendengarnya merasa terkejut. Ia tidak menyangka Kaivan akan meminta pembayaran dalam jumlah yang besar dengan cara seperti itu.
Pemilik toko terdiam sejenak mendengarnya. Ia merasa terkejut, tetapi tidak bisa berkata apa-apa setelah melihat ketegasan Kaivan yang sulit dipahami, meskipun pria itu hanya bisa melihat samar. Ia mulai menyadari siapa sebenarnya Kaivan. Sebuah senyum tipis muncul di wajahnya, ia segera mengangguk dan menyetujui transaksi tersebut tanpa ragu, "Baik, deal." ucapnya.
Airin yang masih terkejut dengan semua yang terjadi, tidak bisa menahan rasa herannya. "Kak... apakah kamu yakin dengan semua ini?" tanyanya pelan, hampir tak percaya dengan kenyataan yang ada di depannya.
Kaivan hanya tersenyum tipis. "Jangan khawatir. Yang penting kita mendapatkan yang terbaik," jawabnya tanpa banyak berbicara. Sedangkan Airin tak tahu harus bicara apa lagi.
Pemilik toko memerintahkan pelayan untuk menyiapkan pembayaran sesuai yang diminta Kaivan. Ia sempat melirik Kaivan dengan rasa ingin tahu, namun hanya mendapati wajah dingin dan tenang dari pria itu.
Sambil menunggu, ia mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi mobile banking. Ia meminta nomor rekening Airin dan sesaat kemudian, ia menunjukkan layar konfirmasi transfer kepada Airin.
"Ini bukti transfernya. Tolong pastikan jumlahnya sesuai," ucap pemilik toko dengan nada profesional.
Airin menatap layar ponsel itu sejenak, lalu mengangguk kecil. "Terima kasih."
Setelah beberapa saat, pelayan kembali membawa sejumlah uang tunai. Kaivan meminta pelayan itu untuk memberikan uang itu pada Airin. Airin menerimanya dengan hati-hati, matanya fokus menghitung lembar demi lembar. Meski merasa gugup dan tangannya sedikit gemetar, ia tetap berusaha menghitung dengan teliti. Uang sebanyak itu adalah hal yang belum pernah ia tangani seumur hidupnya. Setelah selesai menghitung, Airin menghela napas lega dan memasukkan uang tersebut ke dalam tasnya dengan hati-hati.
Setelah selesai dengan transaksi, mereka berdua keluar dari toko dengan langkah yang lebih ringan. Airin berjalan di samping Kaivan, matanya penuh tanya. "Kak Ivan, sebenarnya kamu siapa?" pikirnya dalam hati, bertanya-tanya apa yang sedang disembunyikan suaminya.
Pemilik toko berdiri di tempatnya, menatap Kaivan dan Airin yang semakin menjauh menuju pintu toko. Ia mengerutkan kening, matanya mengikuti langkah mereka dengan penuh rasa ingin tahu. Perlahan, pemilik toko bergumam pelan, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri.
"Siapa sebenarnya pria itu?" gumamnya, suara terdengar penuh rasa penasaran. Meskipun Kaivan terlihat sederhana dengan pakaian yang tak mencolok, ada sesuatu yang berbeda dalam cara Kaivan berbicara. Wibawa yang terpancar dari nada suaranya, ekspresinya yang tenang, dan caranya mengambil keputusan dengan tegas, semuanya memberi kesan bahwa dia bukan orang sembarangan.
Pemilik toko itu terdiam, memikirkan lebih jauh. "Bahkan meskipun dia buta, cara dia berbicara, cara dia memberi arahan, semuanya menunjukkan dia bukan orang biasa. Tapi kenapa pakaian dan penampilannya begitu sederhana?" pikirnya, rasa penasaran semakin menggelitik dalam hatinya.
Setelah keluar dari toko jam, Airin membawa Kaivan ke rumah sakit sesuai dengan permintaan suaminya. Mereka melangkah bersama menuju ruangan dokter spesialis mata. Airin terlihat cemas, tak henti-hentinya melirik ke arah Kaivan, berharap kabar baik datang untuk suaminya.
Kaivan, meskipun matanya masih kabur, mencoba tetap tenang, berjalan dengan langkah mantap. Begitu mereka sampai di ruang tunggu, Kaivan meminta Airin untuk duduk dan menunggunya di luar, sementara dia masuk untuk menjalani pemeriksaan.
Di dalam ruangan pemeriksaan, dokter dengan telaten memeriksa kondisi mata Kaivan. Setelah beberapa saat, dokter mengangkat wajahnya dan tersenyum ringan.
"Untungnya, kondisi mata Anda tidak terlalu parah, Tuan Kaivan," ujar dokter itu, menjelaskan dengan hati-hati. "Kebutaan yang Anda alami disebabkan oleh cedera ringan, yaitu memar dan sedikit goresan pada mata. Biasanya, dengan perawatan yang tepat, kondisi ini bisa sembuh dalam beberapa hari hingga satu minggu."
Kaivan merasa lega mendengar penjelasan itu. Untuk pertama kalinya, dia bisa menghela napas lega setelah berhari-hari cemas. Namun, sebelum dokter itu bisa mengatakan lebih banyak, Kaivan mengangkat tangan dan berkata dengan suara rendah, "Dokter, saya ingin Anda merahasiakan kabar baik ini dari istri saya. Saya ingin memberinya kejutan ketika saya sudah benar-benar sembuh. Bisakah Anda melakukan itu?"
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Dwi Winarni Wina
wooow sangat mahal bingit jam tangan kaivan dijual seharga 200juta airin sangat terkejut Siapakah sebenarnya suaminya itu dan anak horang kaya kl....
Pemilik toko jam tangan sampai penasaran sm kaivan penampilannya sederhana tapi perkataannya sangat tegas dan berwibawa.....
Kaivan merahasiakan dulu dr airin matanya akan segera sembuh dan akan membuat kejutan nanti klo dah mulih bs melihat....
Kaivan belum percaya sepenuhnya sm airin dan akan merahasiakan dulu statusnya dr airin.....
2024-12-10
3
sum mia
jam tangan sudah dipakai aja terjual dua ratus juta , berapa beli barunya , trus modelnya kayak gimana ya , kan jadi kepo .
dan masih penasaran... sebenarnya apa rencana Ivan , kenapa juga masih disembunyikan dari Airin .
oh ya thor...pas pulang nanti di cegat sama Wongso dan anak buahnya .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
2024-12-10
2
Anitha Ramto
Airin sangat terkejut saat mendengar harga jam tangsn yg di Kaivan jual
Suamimu itu bukan orang sembarangan Rin...Kaivan Putra Konglomerat
semoga cepat sembuh matamu Van..dan kamu ingin ksh kejutan buat istrimu..
2024-12-10
2